KIJA akan tawarkan penukaran obligasi USD350 juta
A
A
A
Sindonews.com - PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) berencana melakukan penawaran penukaran (exchange offer) obligasi sebesar USD350 juta, menggantikan obligasi yang sebelumnya pernah diterbitkan sebesar USD175 Juta.
"Kita akan melakukan penawaran penukaran obligasi atau exchange offer. Obligasi lama USD175 juta dengan kupon maksimal 11,55 persen. Obligasi baru ini bisa menerbitkan sebesar-besarnya USD350 juta dengan kupon lebih murah sebesar 10 persen," ujar Corporate Secretary KIJA, Mulyadi Suganda usai Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) di Gedung Batavia, Jakarta, Kamis (11/7/2013).
Dengan dilakukannya exchange offer ini, Mulyadi menjelaskan, selain akan memperoleh kupon yang lebih murah, obligasi ini akan menghasilkan tenor (masa pengembalian) yang lebih panjang. Bila pada obligasi awal, masa jatuh tempo pada tahun 2017, maka dengan obligasi ini menyebabkan masa jatuh tempo diperpanjang menjadi 2020.
"Obligasi lama itu jatuh tempo Juli 2017. Dengan adanya penerbitan obligasi baru ini, kita akan exchange offer atas obligasi lama, dengan tenor lebih panjang menjadi di 2020," terangnya.
Lebih lanjut dia menerangkan, sebenarnya momentum untuk menerbitkan obligasi itu dilakukan pada bulan Mei-Juni 2013. Hal itu merujuk kondisi pasar yang tengah kondusif pada tahun ini yang terjadi sekitar bulan Mei.
Namun untuk realisasiknya, diakui dia, masih menunggu kondisi pasar kembali kondusif. Dia memperkirakan, penerbitannya dilakukan tergantung kondisi pasar.
"Nanti realisasi kita lihat dari market. Saat ini, masih kurang kondusif untuk penerbitan obligasi baru itu. Rencana transaksi Mei-Juni karena kita melihat market bagus kondusif. Yield diperdagangkan obligasi awal, yield 7,81-8,55 persen dan itu terjadi bulan Mei. Tap nantinya tergantung dari kesepakatan antara penerbit, dalam hal ini Jababeka internasional dan investornya," tutur dia.
Rencananya, penerbitan obligasi tersebut akan dilakukan di Singapura dengan menunjuk arranger, salah satunya Standard Charterd. Obligasi ini akan diterbitkan dalam denominasi dolar Amerika Serikat (USD).
"Alasannya kalau dalam USD itu kan lebih likuid. Jadi, kita terbitkan dalam bentuk USD," tutup dia.
"Kita akan melakukan penawaran penukaran obligasi atau exchange offer. Obligasi lama USD175 juta dengan kupon maksimal 11,55 persen. Obligasi baru ini bisa menerbitkan sebesar-besarnya USD350 juta dengan kupon lebih murah sebesar 10 persen," ujar Corporate Secretary KIJA, Mulyadi Suganda usai Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) di Gedung Batavia, Jakarta, Kamis (11/7/2013).
Dengan dilakukannya exchange offer ini, Mulyadi menjelaskan, selain akan memperoleh kupon yang lebih murah, obligasi ini akan menghasilkan tenor (masa pengembalian) yang lebih panjang. Bila pada obligasi awal, masa jatuh tempo pada tahun 2017, maka dengan obligasi ini menyebabkan masa jatuh tempo diperpanjang menjadi 2020.
"Obligasi lama itu jatuh tempo Juli 2017. Dengan adanya penerbitan obligasi baru ini, kita akan exchange offer atas obligasi lama, dengan tenor lebih panjang menjadi di 2020," terangnya.
Lebih lanjut dia menerangkan, sebenarnya momentum untuk menerbitkan obligasi itu dilakukan pada bulan Mei-Juni 2013. Hal itu merujuk kondisi pasar yang tengah kondusif pada tahun ini yang terjadi sekitar bulan Mei.
Namun untuk realisasiknya, diakui dia, masih menunggu kondisi pasar kembali kondusif. Dia memperkirakan, penerbitannya dilakukan tergantung kondisi pasar.
"Nanti realisasi kita lihat dari market. Saat ini, masih kurang kondusif untuk penerbitan obligasi baru itu. Rencana transaksi Mei-Juni karena kita melihat market bagus kondusif. Yield diperdagangkan obligasi awal, yield 7,81-8,55 persen dan itu terjadi bulan Mei. Tap nantinya tergantung dari kesepakatan antara penerbit, dalam hal ini Jababeka internasional dan investornya," tutur dia.
Rencananya, penerbitan obligasi tersebut akan dilakukan di Singapura dengan menunjuk arranger, salah satunya Standard Charterd. Obligasi ini akan diterbitkan dalam denominasi dolar Amerika Serikat (USD).
"Alasannya kalau dalam USD itu kan lebih likuid. Jadi, kita terbitkan dalam bentuk USD," tutup dia.
(rna)