SIPD akui kinerjanya terimbas pelemahan rupiah
A
A
A
Sindonews.com - Pelemahan nilai tukar rupiah yang menembus level psikologis Rp10 ribu per USD telah berdampak ke sejumlah sektor industri, salah satunya industri ternak dan pakan ternak.
Wakil Direktur Utama PT Siread Produce Tbk (SIPD), Eko P Sandjojo mengatakan, pengaruh melemahnya rupiah terhadap kinerja perusahaan karena masih banyak komponen barang produksi yang harus diimpor.
"Depresiasi rupiah, pengaruhi biaya produksi pakan ayam dan ayam. Ayam komponennya kan 50 persen masih impor, seperti vitamin dan bibit. Sementara untuk pakan, seperti soy bean mill (kacang kedelai) kan 100 persen impor, sudah gitu harganya dua kali dibanding jagung," ujar Eko usai rapat umum pemegang saham (RUPS) di Swiss Bell Hotel, Jakarta, Rabu (17/7/2013).
Sebelumnya, Kepala Riset Trust Securities, Reza Priyambada menyebutkan, masih lambatnya pertumbuhan ekonomi di China telah menyebabkan pelemahan nilai tukar rupiah hingga menembus angka psikologisnya di angka Rp10 ribu. Kondisi ini mengingat China sebagai rekan dagang utama Indonesia.
"Kali ini data rilis GDP China belum dapat membuat Rupiah berbalik menguat karena masih menegaskan pertumbuhan yang melambat di China sehingga dinilai dapat berpengaruh pada neraca perdagangan Indonesia. Kondisi yang logis bahwa secara nilai perdagangan, China merupakan mitra dagang terbesar untuk Indonesia," kata Reza.
Padahal, lanjut Reza, seharusnya naiknya BI rate diharapkan mampu menjadi senjata andalan untuk mempertahankan kekuatan rupiah yang nyatanya tidak berimbas apa-apa akbiat perlambatan ekonomi di negara Tirai Bambu tersebut.
"Pergerakan nilai tukar rupiah bukannya membaik malah longsor ke level Rp10 ribu yang sesuai dengan penilaian kami bahwa adanya kenaikan suku bunga acuan, BI rate sebesar 50 bps menjadi 6,5 persen tidak dapat langsung membuat rupiah perkasa. Hal ini karena masih adanya berbagai sentimen yang belum mendukung penguatan rupiah," tutup Reza.
Wakil Direktur Utama PT Siread Produce Tbk (SIPD), Eko P Sandjojo mengatakan, pengaruh melemahnya rupiah terhadap kinerja perusahaan karena masih banyak komponen barang produksi yang harus diimpor.
"Depresiasi rupiah, pengaruhi biaya produksi pakan ayam dan ayam. Ayam komponennya kan 50 persen masih impor, seperti vitamin dan bibit. Sementara untuk pakan, seperti soy bean mill (kacang kedelai) kan 100 persen impor, sudah gitu harganya dua kali dibanding jagung," ujar Eko usai rapat umum pemegang saham (RUPS) di Swiss Bell Hotel, Jakarta, Rabu (17/7/2013).
Sebelumnya, Kepala Riset Trust Securities, Reza Priyambada menyebutkan, masih lambatnya pertumbuhan ekonomi di China telah menyebabkan pelemahan nilai tukar rupiah hingga menembus angka psikologisnya di angka Rp10 ribu. Kondisi ini mengingat China sebagai rekan dagang utama Indonesia.
"Kali ini data rilis GDP China belum dapat membuat Rupiah berbalik menguat karena masih menegaskan pertumbuhan yang melambat di China sehingga dinilai dapat berpengaruh pada neraca perdagangan Indonesia. Kondisi yang logis bahwa secara nilai perdagangan, China merupakan mitra dagang terbesar untuk Indonesia," kata Reza.
Padahal, lanjut Reza, seharusnya naiknya BI rate diharapkan mampu menjadi senjata andalan untuk mempertahankan kekuatan rupiah yang nyatanya tidak berimbas apa-apa akbiat perlambatan ekonomi di negara Tirai Bambu tersebut.
"Pergerakan nilai tukar rupiah bukannya membaik malah longsor ke level Rp10 ribu yang sesuai dengan penilaian kami bahwa adanya kenaikan suku bunga acuan, BI rate sebesar 50 bps menjadi 6,5 persen tidak dapat langsung membuat rupiah perkasa. Hal ini karena masih adanya berbagai sentimen yang belum mendukung penguatan rupiah," tutup Reza.
(rna)