Kue kering masih jadi prospek bisnis Lebaran
A
A
A
Sindonews.com - Lebaran Idul Fitri adalah hari yang sangat ditunggu oleh umat muslim di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Saat Lebaran masyarakat Indonesia memiliki banyak hiasan dalam aktivitasnya, salah satunya adalah makanan.
Rasanya sulit untuk ditemukan di setiap rumah yang tidak menyediakan kue kering. Karena inilah hiasan yang sepertinya wajib ditampilkan.
Pada beberapa tahun terakhir, tradisi ini tercium sebagai prospek bisnis oleh para pelaku usaha. Apalagi, jika dihitung proses ribetnya memasak kue, maka bagi kebanyakan orang lebih memilih membeli ketimbang memasak.
Neni Wahyuni, adalah salah satu pelaku usaha yang mencium prospek itu. Dia Mengaku telah menjalani bisnis membuat kue kering bertahun-tahun. Dirinya berfikir ini adalah prospek bisnis yang sangat menguntungkan.
"Jadi bikin kue kering itu khusus pas Lebaran saja, kalau natalan juga suka, tergantung pesanan," ungkapnya kala dikunjungi Sindonews ke rumah di kawasan Raden Saleh, Cikini, Jakarta Pusat yang sekaligus lokasi produksi belum lama ini.
Dibantu seorang pegawai dan peralatan yang seadanya, usaha ini berhasil ditekuni hingga saat ini. Alasannya sederhana, dirinya mau membanting tulang ketika bulan Ramadan, karena dengan modal yang tidak terlalu banyak, menghasilkan untung hingga 200 persen.
"Modal itu kira-kira Rp3 juta. Kalau penghasilan itu sampai Rp9 juta, jadi laba bersihnya itu Rp6 juta. Lumayan lah dibanding hari biasa," jelasnya.
Produksi kue kering dimulai dari seminggu sebelum puasa. Sebab, sesuai dengan perhitungan, di awal puasa pesanan sudah mulai membeludak. Dia menyatakan, bisa memproduksi kue sebanyak 9 toples setiap harinya. Bentuk pesanan, selain dalam bentuk toples, Neni juga menyediakan dalam bentuk parcel yang berisi 10 toples.
"Kue yang disediakan itu ada Nastar, keju, putri salju, sagu keju, kacang, koko crunch, dan lain-lain. Jadi kalau mesen itu sudah ada daftarnya, biasanya mereka ikut aja. Kalau harganya beragam, ada yang Rp40 ribu hingga Rp80 ribu," kata ibu dua anak ini.
Dia menambahkan, pesanan kecenderungan diterima dari langganan di setiap tahunnya. Selain itu dirinya juga mengandalkan kenalan-kenalan yang disertai promosi dari mulut ke mulut.
Sementara pelayanan yang diberikan, dirinya menggunakan sistem antar jemput untuk menjaga kenyamanan pelanggan. "Paling banyak tahun sekarang, dibanding tahun-tahun lalu. Sekarang 20 lusin sampai minggu terakhir puasa. Kalau Tahun lalu cuma 17 lusin," pungkasnya.
Rasanya sulit untuk ditemukan di setiap rumah yang tidak menyediakan kue kering. Karena inilah hiasan yang sepertinya wajib ditampilkan.
Pada beberapa tahun terakhir, tradisi ini tercium sebagai prospek bisnis oleh para pelaku usaha. Apalagi, jika dihitung proses ribetnya memasak kue, maka bagi kebanyakan orang lebih memilih membeli ketimbang memasak.
Neni Wahyuni, adalah salah satu pelaku usaha yang mencium prospek itu. Dia Mengaku telah menjalani bisnis membuat kue kering bertahun-tahun. Dirinya berfikir ini adalah prospek bisnis yang sangat menguntungkan.
"Jadi bikin kue kering itu khusus pas Lebaran saja, kalau natalan juga suka, tergantung pesanan," ungkapnya kala dikunjungi Sindonews ke rumah di kawasan Raden Saleh, Cikini, Jakarta Pusat yang sekaligus lokasi produksi belum lama ini.
Dibantu seorang pegawai dan peralatan yang seadanya, usaha ini berhasil ditekuni hingga saat ini. Alasannya sederhana, dirinya mau membanting tulang ketika bulan Ramadan, karena dengan modal yang tidak terlalu banyak, menghasilkan untung hingga 200 persen.
"Modal itu kira-kira Rp3 juta. Kalau penghasilan itu sampai Rp9 juta, jadi laba bersihnya itu Rp6 juta. Lumayan lah dibanding hari biasa," jelasnya.
Produksi kue kering dimulai dari seminggu sebelum puasa. Sebab, sesuai dengan perhitungan, di awal puasa pesanan sudah mulai membeludak. Dia menyatakan, bisa memproduksi kue sebanyak 9 toples setiap harinya. Bentuk pesanan, selain dalam bentuk toples, Neni juga menyediakan dalam bentuk parcel yang berisi 10 toples.
"Kue yang disediakan itu ada Nastar, keju, putri salju, sagu keju, kacang, koko crunch, dan lain-lain. Jadi kalau mesen itu sudah ada daftarnya, biasanya mereka ikut aja. Kalau harganya beragam, ada yang Rp40 ribu hingga Rp80 ribu," kata ibu dua anak ini.
Dia menambahkan, pesanan kecenderungan diterima dari langganan di setiap tahunnya. Selain itu dirinya juga mengandalkan kenalan-kenalan yang disertai promosi dari mulut ke mulut.
Sementara pelayanan yang diberikan, dirinya menggunakan sistem antar jemput untuk menjaga kenyamanan pelanggan. "Paling banyak tahun sekarang, dibanding tahun-tahun lalu. Sekarang 20 lusin sampai minggu terakhir puasa. Kalau Tahun lalu cuma 17 lusin," pungkasnya.
(gpr)