Operasional bengkak, BST terancam merugi
A
A
A
Sindonews.com - Perusahaan Umum (Perum) Damri sebagai operator Batik Solo Trans (BST) terancam merugi. Pasalnya biaya operasional BST tersebut sangatlah besar.
Kepala Perum Damri Solo, Sutaryadi menyebutkan, saat ini pihaknya mendesak Pemerintah Pusat untuk meremajakan 25 BST yang ada. Menurutnya peremajaan tersebut harus dilakukan sebelum Perum Damri merugi akibat pengoperasian bus itu.
Ia mengatakan, laba bersih yang diterima Perum Damri saat mengelola BST hanyalah 70 persen dari total pendapatan. Padahal laba itu masih bisa ditingkatkan lagi jika pengoperasian bus itu berjalan normal tanpa adanya perawatan yang berarti.
Menurutnya faktor utama yang mengancam ruginya BST tersebut adalah dari armada atau bus yang ada. Ia mengatakan setiap bulannya biaya yang dikeluarkan untuk perawatan bus tersebut berkisar di antara Rp300.000 hingga Rp800.000. Biaya tersebut bisa membengkak jika ada armada yang mengalami kerusakan parah.
"Armada yang kita pakai itu dari Pabrikan Hyundai, biaya perawatannya sangat mahal. Padahal daya tampungnya hanya 25 kursi, harusnya diganti untuk menekan biaya operasional," ucapnya, kepada wartawan Minggu (18/8/2013).
Ia menambahkan, desakan penggantian itu sudah dikirimkan kepada pemerintah pusat. Jika nantinya ajuan itu disetujui, pihaknya mengaku akan mengganti armada itu dengan merek Hino. Menurutnya dengan bus pabrikan Hino akan memudahkan perawatan dan pembenahan.
"Selain operasionalnya mahal bus Hyundai itu kurang nyaman dan banyak getaran. Sehingga lebih baik diganti dengan armada baru," ucapnya.
Sementara itu, para penumpang setia BST mengaku senang dengan rencana penggantian bus tersebut. Mereka mengakui bahwa BST tersebut kurang nyaman dan terlalu kecil. Sehingga para penumpang kurang leluasa saat menaiki bus tersebut.
Salah satu penumpang, Ariyanto Nugroho, menyebutkan kelemahan BST yang dioperasionalkan saat ini hanya getaran mesin. Menurutnya untuk bus-bus tertentu, getaran itu sangat terasa bahkan membuat penumpang tidak nyaman.
"Kalau merugi lebih baik diganti saja dengan yang lebih bagus dan lebih nyaman. Kalau nyaman penumpang pasti banyak dan pasti operator akan laba," ucapnya.
Kepala Perum Damri Solo, Sutaryadi menyebutkan, saat ini pihaknya mendesak Pemerintah Pusat untuk meremajakan 25 BST yang ada. Menurutnya peremajaan tersebut harus dilakukan sebelum Perum Damri merugi akibat pengoperasian bus itu.
Ia mengatakan, laba bersih yang diterima Perum Damri saat mengelola BST hanyalah 70 persen dari total pendapatan. Padahal laba itu masih bisa ditingkatkan lagi jika pengoperasian bus itu berjalan normal tanpa adanya perawatan yang berarti.
Menurutnya faktor utama yang mengancam ruginya BST tersebut adalah dari armada atau bus yang ada. Ia mengatakan setiap bulannya biaya yang dikeluarkan untuk perawatan bus tersebut berkisar di antara Rp300.000 hingga Rp800.000. Biaya tersebut bisa membengkak jika ada armada yang mengalami kerusakan parah.
"Armada yang kita pakai itu dari Pabrikan Hyundai, biaya perawatannya sangat mahal. Padahal daya tampungnya hanya 25 kursi, harusnya diganti untuk menekan biaya operasional," ucapnya, kepada wartawan Minggu (18/8/2013).
Ia menambahkan, desakan penggantian itu sudah dikirimkan kepada pemerintah pusat. Jika nantinya ajuan itu disetujui, pihaknya mengaku akan mengganti armada itu dengan merek Hino. Menurutnya dengan bus pabrikan Hino akan memudahkan perawatan dan pembenahan.
"Selain operasionalnya mahal bus Hyundai itu kurang nyaman dan banyak getaran. Sehingga lebih baik diganti dengan armada baru," ucapnya.
Sementara itu, para penumpang setia BST mengaku senang dengan rencana penggantian bus tersebut. Mereka mengakui bahwa BST tersebut kurang nyaman dan terlalu kecil. Sehingga para penumpang kurang leluasa saat menaiki bus tersebut.
Salah satu penumpang, Ariyanto Nugroho, menyebutkan kelemahan BST yang dioperasionalkan saat ini hanya getaran mesin. Menurutnya untuk bus-bus tertentu, getaran itu sangat terasa bahkan membuat penumpang tidak nyaman.
"Kalau merugi lebih baik diganti saja dengan yang lebih bagus dan lebih nyaman. Kalau nyaman penumpang pasti banyak dan pasti operator akan laba," ucapnya.
(gpr)