Pengusaha tahu-tempe terancam gulung tikar
A
A
A
Sindonews.com - Harga kedelai yang terus melangit membuat pengusaha tahu dan tempe di Kota Semarang meresah. Sebab, setiap hari mereka terus mengalami kerugian dan terancam gulung tikar.
Warsino, salah satu perajin tahu dan tempe di Jl Tandang, Kota Semarang mengatakan, harga kedelai saat ini menembus angka Rp7.400 sampai Rp7.500 per kilogram (kg) yang semula Rp6.500 per kg. Harga tersebut diperkirakan akan terus mengalami kenaikan.
"Sejak kenaikan beberapa bulan lalu, sampai sekarang belum ada tanda-tanda penurunan. Malah, setiap hari pasti ada kenaikan, bahkan kenaikan bisa terjadi hingga dua kali dalam sehari," ujarnya, Senin (19/8/2013).
Kenaikan harga tersebut, imbuh dia, sangat memberatkan para perajin tahu dan tempe. Dia mengaku resah dan dibayang-bayangi gulung tikar karena kenaikan harga kedelai. Setiap hari, Warsino mengaku terus merugi.
Penghasilan dari berjualan tahu dan tempe miliknya sudah tidak seperti dulu. "Kalau terus begini, kami terancam gulung tikar, sudah banyak teman-teman saya yang tidak berproduksi lagi karena bangkrut," imbuhnya.
Warsino mengaku tidak dapat menaikkan harga tahu meskipun harga kedelai sebagai bahan baku terus melejit. Karena para pengusaha tahu tempe di Kota Semarang sulit diajak kompromi.
Di sisi lain, dia juga tidak dapat mengurangi bahan baku dalam proses pembuatan tahu tempenya. Meski harga mahal, jumlah bahan baku yang digunakan tetap sama seperti dulu.
"Tidak bisa dikurangi, ukuran cetak tetap sama. Kalau dikurangi, tahu jadi rusak, selain itu saya juga tidak mungkin menaikkan harga, kalau saya naikkan dan pengusaha lain tidak, konsumen pasti lari semua," jelasnya.
Demi menutup kerugian, pemilik pabrik tahu Eco ini mengaku mengandalkan penjualan dari ampas tahu sebagai penopang penghasilan. Dengan cara itu, pabrik tersebut, kata Warsino dapat terus beroperasi.
Pihaknya berharap, pemerintah dapat segera mengambil langkah kongkret untuk menangani permasalahan ini. Jika kondisi ini terus berlangsung, akan banyak pengusaha yang gulung tikar karena tidak kuat membeli bahan baku.
"Dulu saya pernah ikut rapat dengan pemerintah, katanya jika harga kedelai melebihi Rp7.000, mereka akan mengantisipasinya dengan impor kedelai untuk menstabilkan harga, tapi sampai sekarang belum ada tindakan," ungkap dia.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Semarang, Ulfi Imran mengatakan, pihaknya belum mengetahui kenaikan harga kedelai. Namun berjanji akan mengecek di lapangan untuk memastikan hal itu.
"Akan kami cek, jika memang tinggi, kami akan melakukan koordinasi bersama tim untuk menentukan langkah selajutnya," katanya.
Ulfi mengatakan, pihaknya tidak memiliki wewenang untuk mengendalikan harga kedelai di Kota Semarang. Karena pengendalian harga hanya dapat dilakukan tim pengendali harga yang meliputi Dinas Pertanian, Disperindag, Badan Ketahanan Pangan dan dinas terkait.
"Meski begitu, kami akan terus berusaha keras untuk melindungi para pengusaha dan perajin kecil agar tidak sampai gulung tikar," kata dia.
Warsino, salah satu perajin tahu dan tempe di Jl Tandang, Kota Semarang mengatakan, harga kedelai saat ini menembus angka Rp7.400 sampai Rp7.500 per kilogram (kg) yang semula Rp6.500 per kg. Harga tersebut diperkirakan akan terus mengalami kenaikan.
"Sejak kenaikan beberapa bulan lalu, sampai sekarang belum ada tanda-tanda penurunan. Malah, setiap hari pasti ada kenaikan, bahkan kenaikan bisa terjadi hingga dua kali dalam sehari," ujarnya, Senin (19/8/2013).
Kenaikan harga tersebut, imbuh dia, sangat memberatkan para perajin tahu dan tempe. Dia mengaku resah dan dibayang-bayangi gulung tikar karena kenaikan harga kedelai. Setiap hari, Warsino mengaku terus merugi.
Penghasilan dari berjualan tahu dan tempe miliknya sudah tidak seperti dulu. "Kalau terus begini, kami terancam gulung tikar, sudah banyak teman-teman saya yang tidak berproduksi lagi karena bangkrut," imbuhnya.
Warsino mengaku tidak dapat menaikkan harga tahu meskipun harga kedelai sebagai bahan baku terus melejit. Karena para pengusaha tahu tempe di Kota Semarang sulit diajak kompromi.
Di sisi lain, dia juga tidak dapat mengurangi bahan baku dalam proses pembuatan tahu tempenya. Meski harga mahal, jumlah bahan baku yang digunakan tetap sama seperti dulu.
"Tidak bisa dikurangi, ukuran cetak tetap sama. Kalau dikurangi, tahu jadi rusak, selain itu saya juga tidak mungkin menaikkan harga, kalau saya naikkan dan pengusaha lain tidak, konsumen pasti lari semua," jelasnya.
Demi menutup kerugian, pemilik pabrik tahu Eco ini mengaku mengandalkan penjualan dari ampas tahu sebagai penopang penghasilan. Dengan cara itu, pabrik tersebut, kata Warsino dapat terus beroperasi.
Pihaknya berharap, pemerintah dapat segera mengambil langkah kongkret untuk menangani permasalahan ini. Jika kondisi ini terus berlangsung, akan banyak pengusaha yang gulung tikar karena tidak kuat membeli bahan baku.
"Dulu saya pernah ikut rapat dengan pemerintah, katanya jika harga kedelai melebihi Rp7.000, mereka akan mengantisipasinya dengan impor kedelai untuk menstabilkan harga, tapi sampai sekarang belum ada tindakan," ungkap dia.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Semarang, Ulfi Imran mengatakan, pihaknya belum mengetahui kenaikan harga kedelai. Namun berjanji akan mengecek di lapangan untuk memastikan hal itu.
"Akan kami cek, jika memang tinggi, kami akan melakukan koordinasi bersama tim untuk menentukan langkah selajutnya," katanya.
Ulfi mengatakan, pihaknya tidak memiliki wewenang untuk mengendalikan harga kedelai di Kota Semarang. Karena pengendalian harga hanya dapat dilakukan tim pengendali harga yang meliputi Dinas Pertanian, Disperindag, Badan Ketahanan Pangan dan dinas terkait.
"Meski begitu, kami akan terus berusaha keras untuk melindungi para pengusaha dan perajin kecil agar tidak sampai gulung tikar," kata dia.
(izz)