Padukan usaha kuliner dengan wisata mancing
A
A
A
Sindonews.com - Pertemuan Saudagar Bugis Makassar (PSBM) XIV di Hotel Sahid Jaya Makassar 19- 20 Agustus, kembali mempertemukan saudagar-saudagar asal Provinsi Sulsel yang sukses di rantau maupun yang baru menekuni dunia usaha. Hal ini, memang sengaja dilakukan untuk menginspirasi sekaligus bersilaturahmi sesama saudagar, sehingga bisa saling mendukung satu sama lain.
Salah satu saudagar yang bisa dibilang menuai kesuksesan yakni Syahibuddin Ridwan, yang merupakan Mantan Dosen di Universitas Mataram, Nusa Tengara Barat (NTB). Dia merantau ke Mataram sejak tahun 1952, kemudian memilih studi ke UGM, dan kembali ke NTB menjadi seorang Dosen.
Mantan Dosen Peternakan ini kemudian membuka usaha di bidang kuliner sambil berwisata mancing. Dia mulai menekuni usaha tersebut, sejak tahun 2006, yang bermodalkan uang tabungan sebagai seorang dosen pada waktu itu, dan juga rasa malu karena sering diundang oleh temannya untuk memancing di kolam dan makan di restoran temannya itu.
“Pada saat itu saya sering diundang untuk mincing ikan bersama kemudian bakar ikan di tempat tersebut, lalu makan bersama. Tapi teman saya tidak mau dibayar makanannya. Sejak saat itu saya malu dan bertekad untuk membuat usaha dibidang kuliner sambil berwisata mancing,” jelas Syahibuddin.
Kenapa dirinya memilih untuk mengambil bidang kuliner? Hal itu lebih didasari oleh bakat sang istri Hj Redi Wati yang pintar memasak. Akhirnya keduanya sepakat untuk membuka usaha tersebut.
Bukan hal yang mudah untuk bisa menjadikan bisnis tersebut untuk dikenal orang banyak. Namun berkat kegigihannya, Lesehan miliknya sudah bisa memiliki lahan seluas 70 are, dengan baruga lesehan yang bisa menampung hingga 200 orang, termasuk dengan membangun ruang pertemuan.
Awalnya dia membebaskan lahan seluas 8 are, yang sudah ada kolam ikannya. Dia membutuhkan dana ratusan juta rupiah, dan mulai menata dengan menambah pasokan ikan, serta membangun lima unit Baruga. Setelah membangun kolam tambahan, ikan mulai dipasok ke kolam, dan juga Ayam. Bahkan dia memilih untuk beternak sendiri ayamnya, sehingga tidak terlalu sulit mendapatkan bahan baku. Kecuali jika harganya tinggi, barulah dia menambah permintaan bahan baku dari luar.
Lokasi yang dipilih juga di pinggiran kota, lantaran bisa mendapatkan suasana yang lebih nyaman, sehingga pengunjung bisa sekaligus menikmati tamasya. Tentu saja, tidak serta merta lesehan yang diberi nama “Risnadi” tersebut sukses. Awalnya, dia memperkenalkan melalui keluarga dekat terlebih dulu. Kemudian dari keluarga dekat ke teman-temannya.
Pengunjung yang datang ke lesehan miliknya tersebut, memang harus bersabar beberapa saat untuk bisa menikmati makanan. Pasalya, pengunjung harus memancing sendiri ikannya, dari atas baruga lesehan yang dia bangun di atas kolam, dan kemudian diserahkan kepada kokinya untuk dimasak.
Hal yang sulit di awal-awal merintis karir adalah bagaimana memperkenalkan kulinernya tersebut, agar bisa disukai oleh masyarakat.
“Kalau dukanya sepertinya jarang, tetapi sukanya lebih banyak. Karena bukan restoran siap saji, dan juga istri saya pintar masak jadi terasa gampang,” ungkap pria kelahiran Makassar 15 Maret 1947 ini.
Beberapa menu yang disiapkan juga beragam, namun yang paling diminati adalah ayam dan ikan bakar madu serta kangkung madu, serta makanan khas Makassar bale nasu yang paling diburu warga di NTB dan juga dari luar NTB.
Dia mengatakan, saat ini, namanya sudah cukup dikenal terutama tamu dari Sulsel, sering mendatangi lesehannya. Untuk mendapatkan bahan-bahan sendiri, didapat dari Lombok dan Mataram.
Meskipun menolak menyebutkan omzetnya, namun dia mengakui pendapatannya terus bertambah, karena dia terus membangun termasuk menambah kebun rambutan dan manggis, sebagai salah satu daya tarik lesehan miliknya.
Salah satu saudagar yang bisa dibilang menuai kesuksesan yakni Syahibuddin Ridwan, yang merupakan Mantan Dosen di Universitas Mataram, Nusa Tengara Barat (NTB). Dia merantau ke Mataram sejak tahun 1952, kemudian memilih studi ke UGM, dan kembali ke NTB menjadi seorang Dosen.
Mantan Dosen Peternakan ini kemudian membuka usaha di bidang kuliner sambil berwisata mancing. Dia mulai menekuni usaha tersebut, sejak tahun 2006, yang bermodalkan uang tabungan sebagai seorang dosen pada waktu itu, dan juga rasa malu karena sering diundang oleh temannya untuk memancing di kolam dan makan di restoran temannya itu.
“Pada saat itu saya sering diundang untuk mincing ikan bersama kemudian bakar ikan di tempat tersebut, lalu makan bersama. Tapi teman saya tidak mau dibayar makanannya. Sejak saat itu saya malu dan bertekad untuk membuat usaha dibidang kuliner sambil berwisata mancing,” jelas Syahibuddin.
Kenapa dirinya memilih untuk mengambil bidang kuliner? Hal itu lebih didasari oleh bakat sang istri Hj Redi Wati yang pintar memasak. Akhirnya keduanya sepakat untuk membuka usaha tersebut.
Bukan hal yang mudah untuk bisa menjadikan bisnis tersebut untuk dikenal orang banyak. Namun berkat kegigihannya, Lesehan miliknya sudah bisa memiliki lahan seluas 70 are, dengan baruga lesehan yang bisa menampung hingga 200 orang, termasuk dengan membangun ruang pertemuan.
Awalnya dia membebaskan lahan seluas 8 are, yang sudah ada kolam ikannya. Dia membutuhkan dana ratusan juta rupiah, dan mulai menata dengan menambah pasokan ikan, serta membangun lima unit Baruga. Setelah membangun kolam tambahan, ikan mulai dipasok ke kolam, dan juga Ayam. Bahkan dia memilih untuk beternak sendiri ayamnya, sehingga tidak terlalu sulit mendapatkan bahan baku. Kecuali jika harganya tinggi, barulah dia menambah permintaan bahan baku dari luar.
Lokasi yang dipilih juga di pinggiran kota, lantaran bisa mendapatkan suasana yang lebih nyaman, sehingga pengunjung bisa sekaligus menikmati tamasya. Tentu saja, tidak serta merta lesehan yang diberi nama “Risnadi” tersebut sukses. Awalnya, dia memperkenalkan melalui keluarga dekat terlebih dulu. Kemudian dari keluarga dekat ke teman-temannya.
Pengunjung yang datang ke lesehan miliknya tersebut, memang harus bersabar beberapa saat untuk bisa menikmati makanan. Pasalya, pengunjung harus memancing sendiri ikannya, dari atas baruga lesehan yang dia bangun di atas kolam, dan kemudian diserahkan kepada kokinya untuk dimasak.
Hal yang sulit di awal-awal merintis karir adalah bagaimana memperkenalkan kulinernya tersebut, agar bisa disukai oleh masyarakat.
“Kalau dukanya sepertinya jarang, tetapi sukanya lebih banyak. Karena bukan restoran siap saji, dan juga istri saya pintar masak jadi terasa gampang,” ungkap pria kelahiran Makassar 15 Maret 1947 ini.
Beberapa menu yang disiapkan juga beragam, namun yang paling diminati adalah ayam dan ikan bakar madu serta kangkung madu, serta makanan khas Makassar bale nasu yang paling diburu warga di NTB dan juga dari luar NTB.
Dia mengatakan, saat ini, namanya sudah cukup dikenal terutama tamu dari Sulsel, sering mendatangi lesehannya. Untuk mendapatkan bahan-bahan sendiri, didapat dari Lombok dan Mataram.
Meskipun menolak menyebutkan omzetnya, namun dia mengakui pendapatannya terus bertambah, karena dia terus membangun termasuk menambah kebun rambutan dan manggis, sebagai salah satu daya tarik lesehan miliknya.
(gpr)