Semarang harus kreatif kembangkan pasar tradisional
A
A
A
Sindonews.com - Pemerintah Kota Semarang dituntut kreatif dan inovatif dalam mengembangkan pasar tradisional. Jika tidak, kondisi pasar tradisional akan semakin memprihatinkan karena sepi ditinggal pengunjung.
Selain sepi pembeli, banyak pula pedagang yang enggan menempati kios di pasar tradisional. Mereka memilih kembali berdagang di pinggir jalan dibanding di dalam pasar.
“Soalnya pasar sepi pembeli, jadi pedagang enggan berjualan di pasar. Pemkot harus segera mengambil solusi mengenai hal itu,” ujar Anggota Dewan Pertimbangan Pembangunan Kota (DP2K) Semarang, Djoko Setijowarno, Rabu (21/8/2013).
Menurut dia, banyak cara yang dapat dilakukan untuk menarik pelanggan masuk ke pasar. Salah satunya dengan manajemen pasar yang baik. Pasar imbuh Djoko harus ditata sedemikian rupa dengan berbagai fasilitas mendukung agar kondisinya seperti pasar modern, yakni nyaman, bersih, informatif dan menyenangkan.
“Jika perlu, Pemkot bisa saja menyelenggarakan berbagai undian berhadiah bagi pengunjung pasar yang diundi tiap akhir bulan, hadiahnya bisa didapat dari kerja sama sponsor,” imbuhnya.
Selain itu, pemkot juga harus menerapkan pembatasan minimarket. Menurut Djoko, hal ini harus segera dilaksanakan mengingat ekspansi minimarket di Kota Semarang sudah mengkhawatirkan.
“Sudah banyak minimarket yang masuk di kampung-kampung, keberadaannya jelas mengancam pedagang kecil dan juga pasar tradisional,” pungkasnya.
Sementara itu, sepinya pasar tradisional juga disayangkan oleh Ketua Komisi B DPRD Kota Semarang, Yearzy Ferdian. Menurut dia, dalam waktu dekat pihaknya akan memanggil Dinas Pasar untuk membicarakan masalah tersebut.
“Kami sudah mendapat laporan dari pedagang dan warga di Pasar Sampangan, mereka mengeluhkan sepinya pasar kepada kami, untuk itu dalam waktu dekat ini kami akan membicarakannya dengan Dinas Pasar,” kata dia.
Menurut Yearzy, sepinya pasar tradisional di Kota Semarang karena tidak adanya ketegasan dari Pemkot Semarang terutama Dinas Pasar. Menurut dia, mereka tidak mampu menata klasifikasi pasar sesuai dengan ketetapan yang ada.
Selain itu, konsep pasar tradisional hasil revitalisasi juga dianggap keliru. Ke depan, ia berharap Pemkot tidak asal membangun, namun juga mengerti kondisi dan kebutuhan masyarakat.
“Revitalisasi pasar tradisional ke depan diharapkan jangan terlalu tinggi, sebab orang banyak yang enggan ke lantai atas, lebih baik melebar saja,” imbuhnya.
Yearzy menambahkan, Pemkot Semarang juga dinilai gagal dalam mengatur perkembangan pasar modern. Menurut dia, Pemkot tidak peka terhadap lingkungan masyarkat di Kota Semarang.
“Pemberian izin terhadap toko-toko modern akan mematikan pangsa pasar tradisional, secara tidak langsung juga akan mematikan ekonomi masyarakat. Untuk itu saat ini kami sedang membahas Raperda toko modern, diharapkan dapat menjadi solusi mengenai hal tersebut,” pungkasnya.
Selain sepi pembeli, banyak pula pedagang yang enggan menempati kios di pasar tradisional. Mereka memilih kembali berdagang di pinggir jalan dibanding di dalam pasar.
“Soalnya pasar sepi pembeli, jadi pedagang enggan berjualan di pasar. Pemkot harus segera mengambil solusi mengenai hal itu,” ujar Anggota Dewan Pertimbangan Pembangunan Kota (DP2K) Semarang, Djoko Setijowarno, Rabu (21/8/2013).
Menurut dia, banyak cara yang dapat dilakukan untuk menarik pelanggan masuk ke pasar. Salah satunya dengan manajemen pasar yang baik. Pasar imbuh Djoko harus ditata sedemikian rupa dengan berbagai fasilitas mendukung agar kondisinya seperti pasar modern, yakni nyaman, bersih, informatif dan menyenangkan.
“Jika perlu, Pemkot bisa saja menyelenggarakan berbagai undian berhadiah bagi pengunjung pasar yang diundi tiap akhir bulan, hadiahnya bisa didapat dari kerja sama sponsor,” imbuhnya.
Selain itu, pemkot juga harus menerapkan pembatasan minimarket. Menurut Djoko, hal ini harus segera dilaksanakan mengingat ekspansi minimarket di Kota Semarang sudah mengkhawatirkan.
“Sudah banyak minimarket yang masuk di kampung-kampung, keberadaannya jelas mengancam pedagang kecil dan juga pasar tradisional,” pungkasnya.
Sementara itu, sepinya pasar tradisional juga disayangkan oleh Ketua Komisi B DPRD Kota Semarang, Yearzy Ferdian. Menurut dia, dalam waktu dekat pihaknya akan memanggil Dinas Pasar untuk membicarakan masalah tersebut.
“Kami sudah mendapat laporan dari pedagang dan warga di Pasar Sampangan, mereka mengeluhkan sepinya pasar kepada kami, untuk itu dalam waktu dekat ini kami akan membicarakannya dengan Dinas Pasar,” kata dia.
Menurut Yearzy, sepinya pasar tradisional di Kota Semarang karena tidak adanya ketegasan dari Pemkot Semarang terutama Dinas Pasar. Menurut dia, mereka tidak mampu menata klasifikasi pasar sesuai dengan ketetapan yang ada.
Selain itu, konsep pasar tradisional hasil revitalisasi juga dianggap keliru. Ke depan, ia berharap Pemkot tidak asal membangun, namun juga mengerti kondisi dan kebutuhan masyarakat.
“Revitalisasi pasar tradisional ke depan diharapkan jangan terlalu tinggi, sebab orang banyak yang enggan ke lantai atas, lebih baik melebar saja,” imbuhnya.
Yearzy menambahkan, Pemkot Semarang juga dinilai gagal dalam mengatur perkembangan pasar modern. Menurut dia, Pemkot tidak peka terhadap lingkungan masyarkat di Kota Semarang.
“Pemberian izin terhadap toko-toko modern akan mematikan pangsa pasar tradisional, secara tidak langsung juga akan mematikan ekonomi masyarakat. Untuk itu saat ini kami sedang membahas Raperda toko modern, diharapkan dapat menjadi solusi mengenai hal tersebut,” pungkasnya.
(gpr)