Firmanzah: Ekonomi RI lebih kuat dibanding 1998

Senin, 26 Agustus 2013 - 10:35 WIB
Firmanzah: Ekonomi RI...
Firmanzah: Ekonomi RI lebih kuat dibanding 1998
A A A
Sindonews.com - Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi dan Pembangunan, Firmanzah mengatakan, fundamental ekonomi Indonesia saat ini lebih kuat dibanding krisis ekonomi pada 1998 dan 2008.

Dia meyakini, resilient atau daya tahan ekonomi Indonesia dalam menghadapi gejolak ekonomi global saat ini jauh lebih baik. Namun, perlu mewaspadai kemungkinan direalisasikannya pengurangan atau penghentian stimulus moneter (quantitative easing) tahap ke-III di Amerika Serikat (AS).

"Apabila The Fed (Bank Sentral) AS benar-benar merealisasikan penghentian stimulus moneter tahap ke-III, maka kita perlu segera menghitung dan merumuskan kembali apakah obat penawar atau paket kebijakan yang kita miliki telah memadai," kata dia seperti dikutip dari situs resmi Setkab, Senin (26/8/2013).

Menurutnya, dampak pengurangan atau penghentian stimulus moneter di AS telah membuat goncangan tidak hanya di Asia-Pasifik (seperti India, Australia, Indonesia, Singapura, Malaysia, Pilipina, Thailand), tetapi juga Amerika Latin.

Misalnya, kata dia, Brasil yang beberapa hari ini menggelontorkan USD60 miliar untuk menstabilkan nilai tukar mata uangnya dan pasar saham. terkait masalah itu, Firmazah mengakui, beberapa pihak mulai mengkhawatirkan situasi yang dihadapi Indonesia saat ini berpotensi menciptakan situasi krisis seperti pada 1998.

"Beberapa kalangan juga mulai mempertanyakan daya tahan ekonomi kita saat ini, apakah sekuat ketika menghadapi krisis Subprime-Mortgage di AS pada 2008," ujarnya.

Dia menuturkan, meski fundamental ekonomi saat ini lebih kuat dibanding 1998 dan 2008, namun kewaspadaan, kecepatan, dan ketepatan dalam policy-respons perlu terus ditingkatkan.

Firmazah menjelaskan, ketika krisis ekonomi pada 1998, Indonesia baru tersadar bahwa fundamental ekonomi nasional belum kuat untuk menopang gejolak eksternal. Padahal, dalam beberapa waktu sebelum krisis, ekonomi Indonesia mampu tumbuh mengesankan.

Misalnya pada 1994 angka pertumbuhan ekonomi mencapai 7,54 persen dan pada 1995 mencapai 8,22 persen. Sementara, cadangan devisa Indonesia tertinggi pada 1996 mencapai USD19,125 miliar.

Namun, lanjut Firmanzah, buruknya pengelolaan perbankan serta tidak terkendalinya penumpukan utang luar negeri swasta ditambah dengan posisi rupiah yang dianggap overvalued mengakibatkan kerentanan pada sistem keuangan saat itu.

"Sejumlah faktor non-ekonomi pada saat itu juga membuat krisis 1998 lebih dalam dan jauh lebih kompleks. Akibatnya, krisis multidimensi dan tidak hanya terbatas pada krisis ekonomi saja," jelas Firmanzah.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6927 seconds (0.1#10.140)