Pemerintah dinilai tak becus buat rencana asumsi makro
A
A
A
Sindonews.com - Wakil Ketua Komisi XI Harry Azhar Azis menyebut perubahan asumsi makro Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2013, dimana Kementerian Keuangan memperkirakan nilai tukar rupiah pada tahun ini menjadi Rp10.000-Rp10.200/USD merupakan kegagalan pemerintah dalam menyusun sebuah perencanaan ekonomi yang matang.
Bahkan Harry menuding pemerintah tidak becus dalam membuat rencana asumsi makro. Pasalnya, APBNP 2013 merupakan saat kedua atau perbaikan dari APBN 2013.
"Yang jelas, realita 2013 kalau itu tidak sesuai dengan asumsi APBNP apa kesimpulan kita? Pemerintah gagal atau penyusunan rencana itu tidak becus?" ujar Harry di Gedung DPR, rabu (28/8/2013) malam.
Dia bahkan menyebut bahwa Menteri Keuangan M Chatib Basri membuat asumsi Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2014 kontradiktif dengan menetapkan nilai tukar rupiah sebesar Rp10.000-Rp10.500 per USD.
Pasalnya menurut Harry, Kementerian Keuangan sudah sering berasumsi pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2014 akan membaik dan ekspor Indonesia juga turut membaik.
"Kalau ekspor meningkat berarti Indonesia akan menjadi lebih baik. Tapi angka nilai tukarnya bertambah. Nah, itu merupakan kontradiksi bagi saya," tandas Harry.
Bahkan Harry menuding pemerintah tidak becus dalam membuat rencana asumsi makro. Pasalnya, APBNP 2013 merupakan saat kedua atau perbaikan dari APBN 2013.
"Yang jelas, realita 2013 kalau itu tidak sesuai dengan asumsi APBNP apa kesimpulan kita? Pemerintah gagal atau penyusunan rencana itu tidak becus?" ujar Harry di Gedung DPR, rabu (28/8/2013) malam.
Dia bahkan menyebut bahwa Menteri Keuangan M Chatib Basri membuat asumsi Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2014 kontradiktif dengan menetapkan nilai tukar rupiah sebesar Rp10.000-Rp10.500 per USD.
Pasalnya menurut Harry, Kementerian Keuangan sudah sering berasumsi pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2014 akan membaik dan ekspor Indonesia juga turut membaik.
"Kalau ekspor meningkat berarti Indonesia akan menjadi lebih baik. Tapi angka nilai tukarnya bertambah. Nah, itu merupakan kontradiksi bagi saya," tandas Harry.
(rna)