KKP: 200 ribu ha tambak di Jateng tak produktif

Jum'at, 30 Agustus 2013 - 16:27 WIB
KKP: 200 ribu ha tambak...
KKP: 200 ribu ha tambak di Jateng tak produktif
A A A
Sindonews.com - Sekitar 200 ribu hektare (ha) lahan tambak yang ada di Provinsi Jawa Tengah (Jateng) saat ini sudah tidak produktif.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggelar progam demfam (tambak percontohan) ramah lingkungan berbasis blue economy untuk menghidupkan dan sekaligus memaksimalkan lagi hasil budidaya air payau di ratusan ribu ha area tambak yang mangkrak tersebut.

Dirjen Perikanan Budidaya KKP, Slamet Soebjakto mengatakan, areal lahan tambak yang tidak produktif tidak hanya ada di Jawa Tengah (Jateng). Namun juga wilayah lain yang ada di Indonesia.

Tidak produktifnya lahan tambak tersebut karena berbagai macam alasan. Alasan tersebut mulai dari penggunaan areal tersebut untuk kawasan perumahan hingga peralihan fungsi lahan. Dari yang semula lahan tambak menjadi perkebunan kelapa sawit.

"Ini yang membuat kita prihatin. Areal tambak produktif kita dari hari ke hari semakin menyusut," kata Slamet saat kunjungan kerja di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara, Jawa Tengah, Jumat (30/8/2013).

Terkait persoalan ini, kata dia, pihaknya melakukan upaya pemaksimalan kembali area lahan tambak yang tidak produktif melalui progam demfam berbasis blue economy. Ada enam provinsi yang disasar progam yang menelan biaya hingga Rp125 miliar ini.

Enam provinsi tersebut, yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi Selatan, Lampung, Sumatera Utara. Total lahan tambak tak produktif di enam provinsi yang disasar progam ini seluas 540 ha.

Khusus di Provinsi Jateng, progam demfam ini dilaksanakan di sembilan kabupaten/kota. Yakni Kabupetan Brebes, Kabupaten Pekalongan, Kota Pekalongan, Batang, Kendal, Demak, Pati, Jepara, dan Rembang. Luasan lahan di sembilan kabupaten/kota di Jateng yang disasar progam ini sekitar 160 ha.

"Demfam ini akan mulai dilaksanakan secara serentak pada September. Demfam itu berupa tambak semi intensif (dilapisi plastik). Tujuannya agar tidak terjadi kontak secara langsung antara air dan tanah sehingga bisa meminimalisir berbagai penyakit yang menyerang varietas yang ditabur di dalam tambak," jelasnya.

Dia menuturkan, demfam tersebut akan ditabur benur (benih urang) Vaname atau penaeus vannamei. Udang ini selain memiliki beberapa keunggulan, harga jualnya di pasaran juga paling tinggi. Harga udang Vaname saat ini mencapai Rp104 ribu per kg.

Udang jenis ini juga diekspor ke berbagai negara seperti Amerika Serikat, Eropa, China dan Negara-negara yang ada di kawasan Timur Tengah. Masa pembesaran udang Vaname sekitar 3 bulan. Praktis jika benihnya ditabur September, maka diharapkan Desember sudah bisa dipanen.

Setiap satu hektare lahan bisa menghasilkan 10 ton udang Vaname. "Ini potensi ekonomi yang luar biasa. Kalau 160 ha tambak di Jateng ini panen semua maka hasilnya 1.600 ton. Selain untuk mencukupi pasar dalam negeri, kita juga bisa mengekspor ke negara lain," ujar dia.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6864 seconds (0.1#10.140)