Buruh Solo tolak hasil survei KHL Dewan Pengupahan
A
A
A
Sindonews.com - Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Solo, Jawa Tengah, menolak angka kebutuhan hidup layak (KHL) untuk tahun ini sebesar Rp1.090.028,81 yang dirilis Dewan Pengupahan. Mereka menuntut kenaikan KHL menjadi Rp1.282.620 alias lebih tinggi jika dibanding Upah Minimum Kota (UMK) 2013 senilai Rp915.900.
“Kenapa KHL di Solo lebih rendah dari daerah lain? Apa dasarnya?” kata Wakil Ketua KSOSI Solo, Wahyu Rahadi, Jumat (27/09/2013).
Menurutnya, hasil survei itu menghasilkan nilai terendah jika dibanding KHL kabupaten lain di eks-karisidenan Surakarta. Misalnya Karanganyar dengan KHL sebesar Rp1.163.805, Sukoharjo sebesar Rp1.175.638,80 dan Boyolali sebesar Rp1.154.844,7.
Dirinya kian kecewa KHL Solo yang didasari survei Januari-September (kecuali Agustus) ini, justru didukung Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Solo.
Terkait usulannya, angka ideal KHL versi KSPSI dinilai cukup beralasan. KHL versinya, dengan kenaikan sekitar 40 persen dari UMK Solo tahun 2013 tersebut, didasari proyeksi kebutuhan pekerja dan ditambah peluang inflasi hingga 2014. Sedangkan KHL yang ditetapkan Dewan Pengupahan tersebut cenderung kental kepentingan pengusaha.
“Kami menolak dengan angka ini. Biar wali kota yang memutuskan akan menetapkan yang mana,” terangnya.
Wahyu berharap wali kota mampu bersikap fair dan lebih memperhatikan nasib kaum buruh. Jika ternyata wali kota juga tak mampu, dirinya siap membawa dua angka KHL ke Gubernur.
“Kenapa KHL di Solo lebih rendah dari daerah lain? Apa dasarnya?” kata Wakil Ketua KSOSI Solo, Wahyu Rahadi, Jumat (27/09/2013).
Menurutnya, hasil survei itu menghasilkan nilai terendah jika dibanding KHL kabupaten lain di eks-karisidenan Surakarta. Misalnya Karanganyar dengan KHL sebesar Rp1.163.805, Sukoharjo sebesar Rp1.175.638,80 dan Boyolali sebesar Rp1.154.844,7.
Dirinya kian kecewa KHL Solo yang didasari survei Januari-September (kecuali Agustus) ini, justru didukung Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Solo.
Terkait usulannya, angka ideal KHL versi KSPSI dinilai cukup beralasan. KHL versinya, dengan kenaikan sekitar 40 persen dari UMK Solo tahun 2013 tersebut, didasari proyeksi kebutuhan pekerja dan ditambah peluang inflasi hingga 2014. Sedangkan KHL yang ditetapkan Dewan Pengupahan tersebut cenderung kental kepentingan pengusaha.
“Kami menolak dengan angka ini. Biar wali kota yang memutuskan akan menetapkan yang mana,” terangnya.
Wahyu berharap wali kota mampu bersikap fair dan lebih memperhatikan nasib kaum buruh. Jika ternyata wali kota juga tak mampu, dirinya siap membawa dua angka KHL ke Gubernur.
(gpr)