Inpex didesak tak tunda produksi hingga 2022
A
A
A
Sindonews.com - Ketua Umum Indonesian National Shipowners Association (INSA) Carmelita Hartoto meminta Inpex Masela Ltd tidak menunda produksi Masela hingga 2022.
Pemerintah, lanjutnya, mesti juga memakai kapal berbendera Indonesia untuk proyek Masela tersebut. "Ini sejalan dengan asas 'cabotage' yang berlaku penuh mulai 2015," katanya di Jakarta, Minggu (29/9/2013).
Menurut dia, azas cabotage yang mewajibkan kapal berbendera Indonesia, jangan dilihat sebagai peluang bisnis, namun jauh lebih penting adalah terciptanya kedaulatan maritim Indonesia.
Pada 2010, pemerintah memutuskan memakai skema kilang LNG terapung berkapasitas 2,5 juta ton dari semula 4,5 juta ton per tahun untuk memfasilitasi industri kapal domestik.
Dengan ukuran yang lebih kecil, maka kapal pendukungnya juga lebih kecil yang sesuai dengan kemampuan industri nasional.
Sekjen Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) Achmad Widaja juga meminta Inpex tidak menunda-nunda produksi Masela. "Industri pemakai gas ingin Masela segera diproduksikan. Sekarang saja, sudah kekurangan," katanya.
Sebelumnya, pengamat energi Pri Agung Rakhmanto mengatakan, Inpex bisa saja menunda produksi hingga 2022, jika sudah memperoleh perpanjangan Masela. "Jika perpanjangan kontrak disetujui sekarang, maka masa kontrak menjadi lebih lama dan itu artinya Inpex bisa menunda investasi atau mengatur produksi," katanya.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, lanjutnya, pemerintah harus konsisten menjalankan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. "Tidak perlu sampai mencari celah hukum atau bahkan melanggar PP," katanya.
Pasar Jepang yang menjadi tujuan ekspor LNG dari Inpex Masela diperkirakan bakal mengalami kejenuhan hingga 2022. Artinya, Jepang baru memerlukan impor LNG setelah 2022.
Sesuai Pasal 28 ayat 5 PP 35/2004, perpanjangan kontrak blok migas hanya boleh diajukan paling cepat 10 tahun. Sementara, kontrak kerja sama Blok Masela antara pemerintah dan Inpex yang ditandatangani 16 November 1998, baru berakhir 2028 atau masih 15 tahun lagi.
Namun, Dirjen Migas Kementerian ESDM Edy Hermantoro telah mengatakan, pemerintah akan mencari celah hukum untuk memperpanjang kontrak Inpex tanpa merubah PP-nya.
Alasannya, produksi Masela diperkirakan baru dimulai 2018 atau hanya 10 tahun sebelum kontrak berakhir 2028, sehingga belum cukup mengembalikan investasi yang mencapai USD14 miliar.
Blok Masela terletak di lepas pantai Laut Arafura sekitar 155 km arah barat daya Kota Saumlaki yang berbatasan langsung dengan Australia dan Timor Leste. Inpex akan membangun kilang LNG terapung berkapasitas 2,5 juta ton per tahun.
Saat ini, hak partisipsi Masela dimiliki Inpex Masela Ltd yang sekaligus bertindak sebagai operator sebesar 65 persen dan Shell Corporation 35 persen.
Pemerintah, lanjutnya, mesti juga memakai kapal berbendera Indonesia untuk proyek Masela tersebut. "Ini sejalan dengan asas 'cabotage' yang berlaku penuh mulai 2015," katanya di Jakarta, Minggu (29/9/2013).
Menurut dia, azas cabotage yang mewajibkan kapal berbendera Indonesia, jangan dilihat sebagai peluang bisnis, namun jauh lebih penting adalah terciptanya kedaulatan maritim Indonesia.
Pada 2010, pemerintah memutuskan memakai skema kilang LNG terapung berkapasitas 2,5 juta ton dari semula 4,5 juta ton per tahun untuk memfasilitasi industri kapal domestik.
Dengan ukuran yang lebih kecil, maka kapal pendukungnya juga lebih kecil yang sesuai dengan kemampuan industri nasional.
Sekjen Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) Achmad Widaja juga meminta Inpex tidak menunda-nunda produksi Masela. "Industri pemakai gas ingin Masela segera diproduksikan. Sekarang saja, sudah kekurangan," katanya.
Sebelumnya, pengamat energi Pri Agung Rakhmanto mengatakan, Inpex bisa saja menunda produksi hingga 2022, jika sudah memperoleh perpanjangan Masela. "Jika perpanjangan kontrak disetujui sekarang, maka masa kontrak menjadi lebih lama dan itu artinya Inpex bisa menunda investasi atau mengatur produksi," katanya.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, lanjutnya, pemerintah harus konsisten menjalankan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. "Tidak perlu sampai mencari celah hukum atau bahkan melanggar PP," katanya.
Pasar Jepang yang menjadi tujuan ekspor LNG dari Inpex Masela diperkirakan bakal mengalami kejenuhan hingga 2022. Artinya, Jepang baru memerlukan impor LNG setelah 2022.
Sesuai Pasal 28 ayat 5 PP 35/2004, perpanjangan kontrak blok migas hanya boleh diajukan paling cepat 10 tahun. Sementara, kontrak kerja sama Blok Masela antara pemerintah dan Inpex yang ditandatangani 16 November 1998, baru berakhir 2028 atau masih 15 tahun lagi.
Namun, Dirjen Migas Kementerian ESDM Edy Hermantoro telah mengatakan, pemerintah akan mencari celah hukum untuk memperpanjang kontrak Inpex tanpa merubah PP-nya.
Alasannya, produksi Masela diperkirakan baru dimulai 2018 atau hanya 10 tahun sebelum kontrak berakhir 2028, sehingga belum cukup mengembalikan investasi yang mencapai USD14 miliar.
Blok Masela terletak di lepas pantai Laut Arafura sekitar 155 km arah barat daya Kota Saumlaki yang berbatasan langsung dengan Australia dan Timor Leste. Inpex akan membangun kilang LNG terapung berkapasitas 2,5 juta ton per tahun.
Saat ini, hak partisipsi Masela dimiliki Inpex Masela Ltd yang sekaligus bertindak sebagai operator sebesar 65 persen dan Shell Corporation 35 persen.
(gpr)