Pengusaha jasa internet mulai khawatir jadi tersangka
A
A
A
Sindonews.com - Putusan bersalah hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) terhadap Mantan Direktur Utama IM2, Indar Atmanto, bisa mengganggu kegiatan layanan internet di Indonesia. Pasalnya, semua Internet Service Provider (ISP) terancam terjerat pelanggaran hukum.
Kekhawatiran tersebut muncul dalam diskusi nasional telekomunikasi bertema, "Perkembangan Dunia Telekomunikasi dan Investasi pasca Putusan Pengadilan Tipikor IM2" yang digelar di gedung Pusat Studi Jepang Universitas Indonesia (UI), Senin (30/9/2013).
"Apa efek dari putusan hakim tersebut? Akan berdampak kepada seluruh anggota, kami semua bisa jadi tersangka," ungkap Sekertaris Jendral, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Sapto Anggoro.
Sapto melanjutkan, hampir semua ISP di Indonesia menjalankan model bisnis yang mirip dengan kerja sama Indosat-IM2. Rata-rata, para ISP menggandeng penyelenggara jaringan untuk menjual layanan. Artinya, putusan IM2 akan menyebabkan para pengusaha takut bertindak.
Saat ini jumlah anggota APJJI mencapai 250 perusahaan, sebanyak 90 persen berstatus UKM dan 10 persen berkapasitas besar. Karena takut, Sapto mengatakan, saat ini sebagian besar perusahaan terpaksa wait and see terlebih dahulu sebelum menjalankan aksi bisnisnya.
Ketakutan ini berdampak pada keterlambatan layanan internet ke masyarakat di masa depan. Bahkan jika semua ISP benar-benar dianggap melanggar aturan, maka bisa jadi akan ada "kiamat internet" di Indonesia. Padahal, industri ini sudah memberikan banyak kontribusi kepada negara.
Sapto mencatat, industri ini sudah memberikan kontribusi sebesar Rp150 triliun, atau kurang lebih 10 persen dari total APBN. Sejak 2010, tiap tahun industri ini menyumbang pendapatan bukan pajak lewat Universal Service Obligation (USO) Rp1,36 triliun-Rp1,82 triliun ke negara.
Pengamat hukum telekomunikasi dari UI, Edmon Makarim, yang juga hadir dalam diskusi menilai tuntutan Kejaksaan dan putusan hakim Tipikor terhadap Indosat-M2 adalah salah. Kejaksaan telah inskonstitusional menuntut karena mengabaikan UU Telekomunikasi, dan hakim terbukti tidak punya keyakinan dalam memutus.
"Kalau ada orang yang bilang IM2 salah, kita tanya saja apakah HP-nya ada layanan internet atau tidak? Kalau ada, kita anggap dia tidak konsisten karena pakai internet hasil korupsi," tegas Edmon.
Edmon melanjutkan, seharusnya negara mensupport bisnis ini sehingga nilai investasi telekomunikasi semakin bertambah, bukan malah menimbulkan keresahan. Untuk menyelesaikan ancaman dampak ekonomi jangka panjang, presiden semestinya tidak diam dan bersikap lebih tegas.
Diskusi yang digelar atas inisiatif Forum Mahasiswa Peduli Internet (FMPI) tersebut, dihadiri kurang lebih 300 orang yang sebagian besar mahasiswa dari berbagai universitas di Jabodetabek seperti, UI, Gunadarma, Bina Sarana Informatika (BSI), Universitas Pancasila (UP), Trisakti dan Bina Nusantara (Binus).
FMPI juga mengundang Rizal Edy Halim, pengamat ekonomi dari UI dan pihak Kejaksaan Agung untuk hadir dalam diskusi. Namun, pihak Kejaksaan tidak mengutus satupun perwakilan untuk hadir.
"Kami sayangkan, kami mengubungi lagi lewat telepon dan SMS untuk minta konfirmasi, namun tidak ada jawaban," ungkap Al Akbar, Ketua FMPI.
Sekedar informasi pada Juli lalu, pengadilan Tipikor menghukum Indar 4 tahun kurungan, denda Rp200 juta subsider 3 bulan penjara. Hakim juga memutus IM2 harus bayar denda sebesar Rp1,3 triliun. Hakim menilai kerja sama sewa bandwith antara Indosat-IM2 mengandung unsur korupsi.
Kekhawatiran tersebut muncul dalam diskusi nasional telekomunikasi bertema, "Perkembangan Dunia Telekomunikasi dan Investasi pasca Putusan Pengadilan Tipikor IM2" yang digelar di gedung Pusat Studi Jepang Universitas Indonesia (UI), Senin (30/9/2013).
"Apa efek dari putusan hakim tersebut? Akan berdampak kepada seluruh anggota, kami semua bisa jadi tersangka," ungkap Sekertaris Jendral, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Sapto Anggoro.
Sapto melanjutkan, hampir semua ISP di Indonesia menjalankan model bisnis yang mirip dengan kerja sama Indosat-IM2. Rata-rata, para ISP menggandeng penyelenggara jaringan untuk menjual layanan. Artinya, putusan IM2 akan menyebabkan para pengusaha takut bertindak.
Saat ini jumlah anggota APJJI mencapai 250 perusahaan, sebanyak 90 persen berstatus UKM dan 10 persen berkapasitas besar. Karena takut, Sapto mengatakan, saat ini sebagian besar perusahaan terpaksa wait and see terlebih dahulu sebelum menjalankan aksi bisnisnya.
Ketakutan ini berdampak pada keterlambatan layanan internet ke masyarakat di masa depan. Bahkan jika semua ISP benar-benar dianggap melanggar aturan, maka bisa jadi akan ada "kiamat internet" di Indonesia. Padahal, industri ini sudah memberikan banyak kontribusi kepada negara.
Sapto mencatat, industri ini sudah memberikan kontribusi sebesar Rp150 triliun, atau kurang lebih 10 persen dari total APBN. Sejak 2010, tiap tahun industri ini menyumbang pendapatan bukan pajak lewat Universal Service Obligation (USO) Rp1,36 triliun-Rp1,82 triliun ke negara.
Pengamat hukum telekomunikasi dari UI, Edmon Makarim, yang juga hadir dalam diskusi menilai tuntutan Kejaksaan dan putusan hakim Tipikor terhadap Indosat-M2 adalah salah. Kejaksaan telah inskonstitusional menuntut karena mengabaikan UU Telekomunikasi, dan hakim terbukti tidak punya keyakinan dalam memutus.
"Kalau ada orang yang bilang IM2 salah, kita tanya saja apakah HP-nya ada layanan internet atau tidak? Kalau ada, kita anggap dia tidak konsisten karena pakai internet hasil korupsi," tegas Edmon.
Edmon melanjutkan, seharusnya negara mensupport bisnis ini sehingga nilai investasi telekomunikasi semakin bertambah, bukan malah menimbulkan keresahan. Untuk menyelesaikan ancaman dampak ekonomi jangka panjang, presiden semestinya tidak diam dan bersikap lebih tegas.
Diskusi yang digelar atas inisiatif Forum Mahasiswa Peduli Internet (FMPI) tersebut, dihadiri kurang lebih 300 orang yang sebagian besar mahasiswa dari berbagai universitas di Jabodetabek seperti, UI, Gunadarma, Bina Sarana Informatika (BSI), Universitas Pancasila (UP), Trisakti dan Bina Nusantara (Binus).
FMPI juga mengundang Rizal Edy Halim, pengamat ekonomi dari UI dan pihak Kejaksaan Agung untuk hadir dalam diskusi. Namun, pihak Kejaksaan tidak mengutus satupun perwakilan untuk hadir.
"Kami sayangkan, kami mengubungi lagi lewat telepon dan SMS untuk minta konfirmasi, namun tidak ada jawaban," ungkap Al Akbar, Ketua FMPI.
Sekedar informasi pada Juli lalu, pengadilan Tipikor menghukum Indar 4 tahun kurungan, denda Rp200 juta subsider 3 bulan penjara. Hakim juga memutus IM2 harus bayar denda sebesar Rp1,3 triliun. Hakim menilai kerja sama sewa bandwith antara Indosat-IM2 mengandung unsur korupsi.
(gpr)