Jamsostek kaji biaya operasional BPJS dari dua aspek
A
A
A
Sindonews.com - PT Jamsostek (Persero) telah mempersiapkan kajian biaya operasional BPJS Ketenagakerjaan dari dua aspek yakni aspek kecukupan dan aspek kelayakan.
Direktur Utama Jamsostek Elvyn G Masassya mengatakan, untuk aspek kecukupan mencakup keseluruhan kebutuhan biaya penyelenggaraan program dan menjamin kelangsungan hidup BPJS. “Aspek ini menganut sistem pembiayaan total cost plus,” ujar Elvyn dalam keterangan tertulisnya, Senin (7/10/2013).
Untuk aspek kelayakan, lanjut Elvyn, dengan mempertimbangkan persepsi publik dan menghindari potensi volatilitas yang tinggi akibat market risk. Jika aspek kelayakan yang diimplementasikan, maka biaya operasional BPJS Ketenagakerjaan akan diambil dari 2 persen dana kelolaan Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP) serta 10 persen dari iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JK).
Menurut Elvyn, jika skema aspek kelayakan yang diberlakukan, maka dana operasional BPJS Ketenagakerjaan 2014 disimulasikan sebesar Rp3,447 triliun. Jumlah tersebut didapat dari 2 persen dana kelolaan JHT tahun depan yang mencapai Rp147,7 triliun atau sekitar Rp2,954 triliun, 10 persen dari iuran JKK 2014 yang mencapai Rp3,475 triliun atau sebesar Rp347 miliar dan 10 persen dari iuran JK 2014 yang mencapai Rp1,452 triliun atau sebesar Rp145,286 miliar.
Elvyn mengungkapkan, dengan proyeksi beban usaha tahun 2014 sebesar Rp3,246 triliun, maka tahun depan BPJS Ketenagakerjaan akan memperoleh surplus dana sebesar Rp201,565 miliar.
Untuk 2015, jumlah dana operasional akan semakin besar dengan adanya dana kelolaan dari Jaminan Pensiun. Diperkirakan dana operasional 2015 sebesar Rp4,285 triliun dengan surplus mencapai Rp341,834 miliar.
Direktur Utama Jamsostek Elvyn G Masassya mengatakan, untuk aspek kecukupan mencakup keseluruhan kebutuhan biaya penyelenggaraan program dan menjamin kelangsungan hidup BPJS. “Aspek ini menganut sistem pembiayaan total cost plus,” ujar Elvyn dalam keterangan tertulisnya, Senin (7/10/2013).
Untuk aspek kelayakan, lanjut Elvyn, dengan mempertimbangkan persepsi publik dan menghindari potensi volatilitas yang tinggi akibat market risk. Jika aspek kelayakan yang diimplementasikan, maka biaya operasional BPJS Ketenagakerjaan akan diambil dari 2 persen dana kelolaan Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP) serta 10 persen dari iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JK).
Menurut Elvyn, jika skema aspek kelayakan yang diberlakukan, maka dana operasional BPJS Ketenagakerjaan 2014 disimulasikan sebesar Rp3,447 triliun. Jumlah tersebut didapat dari 2 persen dana kelolaan JHT tahun depan yang mencapai Rp147,7 triliun atau sekitar Rp2,954 triliun, 10 persen dari iuran JKK 2014 yang mencapai Rp3,475 triliun atau sebesar Rp347 miliar dan 10 persen dari iuran JK 2014 yang mencapai Rp1,452 triliun atau sebesar Rp145,286 miliar.
Elvyn mengungkapkan, dengan proyeksi beban usaha tahun 2014 sebesar Rp3,246 triliun, maka tahun depan BPJS Ketenagakerjaan akan memperoleh surplus dana sebesar Rp201,565 miliar.
Untuk 2015, jumlah dana operasional akan semakin besar dengan adanya dana kelolaan dari Jaminan Pensiun. Diperkirakan dana operasional 2015 sebesar Rp4,285 triliun dengan surplus mencapai Rp341,834 miliar.
(gpr)