PGAS batalkan bangun infrastruktur gas di Semarang
A
A
A
Sindonews.com – PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) menyatakan telah membatalkan rencana pengembangan infrastruktur gas bumi di Semarang. Hal tersebut lantaran akan menggunakan konsep unbundling. Pasalnya, pembangunan infrastruktur gas bumi akan sulit dilakukan dengan skema unbundling.
Head Of Corporate Communication PGAS, Ridha Ababil mengatakan, penerapan unbundling akan membatasi kemampuan perusahaan untuk melakukan investasi baru. Dirinya mengambil contoh pada 2002 PGN diwajibkan untuk melakukan unbundling pada pipa Transmisi Sumatera Tengah jalur Grissik-Duri dan Grissik-Singapura serta melahirkan PT Transportasi Gas Indonesia (TGI).
“Akibat unbundling itu, hingga kini TGI sulit membangun infrastruktur baru, karena struktur toll fee yang ditetapkan terus menurun,” kata Ridha dalam media gathering PGAS di Restoran Penang Bistro, Kebon Sirih, Jakarta, Selasa (8/10/2013).
Ridha melanjutkan, pada awal tahun 2002, Invesment Return Rate (IRR) ditetapkan sekitar 12 persen, lalu menurun menjadi 9 persen dan kini hanya sekitar 6 persen. Konsep unbundling yang diterapkan pada berbagai proyek pipa seperti Kalimantan-Jawa, Cirebon-Semarang juga membuat proyek ini tak kunjung dibangun, meski sudah ditetapkan pemenang tendernya sejak 2006.
“Untuk menjamin investasi yang penuh risiko seperti pembangunan infrastruktur pipa ini PGN melakukan subsidi silang dengan kegiatan niaga, jika skema bundling diubah menjadi unbundling maka pembangunan infrastruktur akan terhenti,” tambahnya.
Kendati demikian, sambung Ridha, dengan diubahnya skema bundling menjadi unbundling membuat perusahaan transportasi seperti TGI tidak mampu membagung infrastruktur.
“Tanpa dukungan kegiatan niaga, tidak ada perusahaan transportasi yang mampu membangun infrastruktur, PGN di sini menempatkan posisi strateginya sebagai aggregator infrastruktur cost,” pungkasnya.
Head Of Corporate Communication PGAS, Ridha Ababil mengatakan, penerapan unbundling akan membatasi kemampuan perusahaan untuk melakukan investasi baru. Dirinya mengambil contoh pada 2002 PGN diwajibkan untuk melakukan unbundling pada pipa Transmisi Sumatera Tengah jalur Grissik-Duri dan Grissik-Singapura serta melahirkan PT Transportasi Gas Indonesia (TGI).
“Akibat unbundling itu, hingga kini TGI sulit membangun infrastruktur baru, karena struktur toll fee yang ditetapkan terus menurun,” kata Ridha dalam media gathering PGAS di Restoran Penang Bistro, Kebon Sirih, Jakarta, Selasa (8/10/2013).
Ridha melanjutkan, pada awal tahun 2002, Invesment Return Rate (IRR) ditetapkan sekitar 12 persen, lalu menurun menjadi 9 persen dan kini hanya sekitar 6 persen. Konsep unbundling yang diterapkan pada berbagai proyek pipa seperti Kalimantan-Jawa, Cirebon-Semarang juga membuat proyek ini tak kunjung dibangun, meski sudah ditetapkan pemenang tendernya sejak 2006.
“Untuk menjamin investasi yang penuh risiko seperti pembangunan infrastruktur pipa ini PGN melakukan subsidi silang dengan kegiatan niaga, jika skema bundling diubah menjadi unbundling maka pembangunan infrastruktur akan terhenti,” tambahnya.
Kendati demikian, sambung Ridha, dengan diubahnya skema bundling menjadi unbundling membuat perusahaan transportasi seperti TGI tidak mampu membagung infrastruktur.
“Tanpa dukungan kegiatan niaga, tidak ada perusahaan transportasi yang mampu membangun infrastruktur, PGN di sini menempatkan posisi strateginya sebagai aggregator infrastruktur cost,” pungkasnya.
(gpr)