Pertumbuhan pasar properti di DKI mulai melambat
A
A
A
Sindonews.com - Konsultan Properti Internasional Jones Lang LaSalle menuturkan, akselerasi pertumbuhan pasar properti Indonesia, khususnya di DKI Jakarta mulai melambat memasuki paruh kedua 2013.
Pelambatan ini diakibatkan dampak fluktuasi ekonomi yang terimbas oleh gejolak bursa saham dan potensi kenaikan inflasi. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan keputusan Bank Indonesia menaikan BI Rate turut menjadi faktor pemicu menurunnya tingkat permintaan pasar. Karena daya belinya terpengaruh.
"Pelambatan yang terjadi di pasar properti dalam triwulan III ini tercermin dari menurunnya volume penjualan dan kenaikan harga yang tidak setinggi periode-periode sebelumnya," kata Head of Research Jones Lang LaSalle, Anton Sitorus dalam rilisnya, Kamis (17/10/2013).
Menurutnya, untuk mengantisipasi pelambatan ekonomi dan prospek iklim investasi ke depan, perusahaan-perusahaan pengguna gedung kantor komersial (tenant) juga terlihat menahan rencana ekspansi mereka. Ini tercermin dari menurunnya volume transaksi penyewaan ruang kantor di daerah CBD.
Walaupun terjadi pelambatan, lanjut Anton, volume permintaan pasar dan tren kenaikan harga yang terjadi masih terbilang positif bagi kinerja pelaku pasar khususnya developer dan investor.
Sementara, terkait sektor perkantoran komersial, Head of Markets Jones Lang LaSalle, Angela Wibawa mengatakan, bahwa penyerapan ruang kantor di daerah CBD dalam triwulan III mengalami penurunan dari sekitar 93,000 m2 di triwulan sebelumnya menjadi sekitar 61,000 m2.
"Namun, tingkat hunian masih tetap tinggi, bahkan naik tipis ke 93 persen karena tidak adanya penambahan pasok baru di periode ini," ujar Angela.
Dia menuturkan, permintaan di daerah Non-CBD tetap stabil. Di mana penyerapan dalam triwulan ini mencapai sekitar 39,000 m2 dengan tingkat hunian di kisaran 92 perse.
Seiring penurunan tingkat penyerapan, harga sewa pun bergerak lebih lambat dan cenderung stabil. Di mana kenaikan nilai rata-rata sewa yang terjadi lebih disebabkan melonjaknya nilai tukar rupiah yang memengaruhi tenant-tenant di gedung yang sewanya menggunakan rate dolar.
Pelambatan ini diakibatkan dampak fluktuasi ekonomi yang terimbas oleh gejolak bursa saham dan potensi kenaikan inflasi. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan keputusan Bank Indonesia menaikan BI Rate turut menjadi faktor pemicu menurunnya tingkat permintaan pasar. Karena daya belinya terpengaruh.
"Pelambatan yang terjadi di pasar properti dalam triwulan III ini tercermin dari menurunnya volume penjualan dan kenaikan harga yang tidak setinggi periode-periode sebelumnya," kata Head of Research Jones Lang LaSalle, Anton Sitorus dalam rilisnya, Kamis (17/10/2013).
Menurutnya, untuk mengantisipasi pelambatan ekonomi dan prospek iklim investasi ke depan, perusahaan-perusahaan pengguna gedung kantor komersial (tenant) juga terlihat menahan rencana ekspansi mereka. Ini tercermin dari menurunnya volume transaksi penyewaan ruang kantor di daerah CBD.
Walaupun terjadi pelambatan, lanjut Anton, volume permintaan pasar dan tren kenaikan harga yang terjadi masih terbilang positif bagi kinerja pelaku pasar khususnya developer dan investor.
Sementara, terkait sektor perkantoran komersial, Head of Markets Jones Lang LaSalle, Angela Wibawa mengatakan, bahwa penyerapan ruang kantor di daerah CBD dalam triwulan III mengalami penurunan dari sekitar 93,000 m2 di triwulan sebelumnya menjadi sekitar 61,000 m2.
"Namun, tingkat hunian masih tetap tinggi, bahkan naik tipis ke 93 persen karena tidak adanya penambahan pasok baru di periode ini," ujar Angela.
Dia menuturkan, permintaan di daerah Non-CBD tetap stabil. Di mana penyerapan dalam triwulan ini mencapai sekitar 39,000 m2 dengan tingkat hunian di kisaran 92 perse.
Seiring penurunan tingkat penyerapan, harga sewa pun bergerak lebih lambat dan cenderung stabil. Di mana kenaikan nilai rata-rata sewa yang terjadi lebih disebabkan melonjaknya nilai tukar rupiah yang memengaruhi tenant-tenant di gedung yang sewanya menggunakan rate dolar.
(izz)