Kasus Asian Agri hanya administrasi pajak
A
A
A
Sindonews.com - Sejumlah pakar menilai kasus yang menimpa Asian Agri merupakan administrasi pajak, karena masalahnya berawal dari sengketa pajak.
”Tidak benar, kalau menyebut kasus ini sebagai pidana pajak karena Dirjen Pajak tidak pernah memeriksa SPT Asian Agri,” kata pakar hukum pidana, Romli Atmasasmita di Bakoel Coffie, Jakarta (26/10/2013).
Selain itu, kata Romli, jika ini merupakan pidana pajak, kedua belah pihak seharusnya diperiksa. Artinya sudah dapat dipastikan ada oknum pajak yang terlibat. “Hingga kini tidak ada oknum pajak yang diperiksa dalam kasus tersebut,” ujarnya.
Romli mengungkapkan, masih banyak persoalan yang mengganjal dalam keputusan tersebut. Misalnya, pengadilan mendakwa perusahaaan bersalah tanpa mengadilinya. ”Ada kesan keputusan MA lebih merupakan opini daripada produk hukum. Mereka mengganggap karena perusahaan memperoleh keuntungan dari tindakan hukum yang dilakukan Suwir Laut, dan langsung memutuskan perusahaan bersalah,” kata Romli.
Pendapat senada diungkapkan pengamat pajak, Yustinus Prastowo. Menurut dia, UU pajak harus mendukung kepatuhan Wajib Pajak (WP) untuk mengumpulkan penerimaan negara. “Sanksi pidana merupakan upaya terakhir jika seluruh upaya sudah dilakukan. Artinya, sanksi itu bisa dilakukan jika kesempatan membayar sanksi finansial sudah maksimal oleh kedua belah pihak," jelasnya.
Prastowo juga menilai putusan MA membingungkan karena tidak menjelaskan apakah sanksi denda yang ditetapkan sudah termasuk pokok dana terutang. “Kalau putusan MA sudah inkrah, kenapa Dirjen Pajak mengeluarkan SAPKBP atas dasar putusan MA terhadap jenis pajak sehingga perlu pembuktian material atas transfer pricing,” tandasnya.
”Tidak benar, kalau menyebut kasus ini sebagai pidana pajak karena Dirjen Pajak tidak pernah memeriksa SPT Asian Agri,” kata pakar hukum pidana, Romli Atmasasmita di Bakoel Coffie, Jakarta (26/10/2013).
Selain itu, kata Romli, jika ini merupakan pidana pajak, kedua belah pihak seharusnya diperiksa. Artinya sudah dapat dipastikan ada oknum pajak yang terlibat. “Hingga kini tidak ada oknum pajak yang diperiksa dalam kasus tersebut,” ujarnya.
Romli mengungkapkan, masih banyak persoalan yang mengganjal dalam keputusan tersebut. Misalnya, pengadilan mendakwa perusahaaan bersalah tanpa mengadilinya. ”Ada kesan keputusan MA lebih merupakan opini daripada produk hukum. Mereka mengganggap karena perusahaan memperoleh keuntungan dari tindakan hukum yang dilakukan Suwir Laut, dan langsung memutuskan perusahaan bersalah,” kata Romli.
Pendapat senada diungkapkan pengamat pajak, Yustinus Prastowo. Menurut dia, UU pajak harus mendukung kepatuhan Wajib Pajak (WP) untuk mengumpulkan penerimaan negara. “Sanksi pidana merupakan upaya terakhir jika seluruh upaya sudah dilakukan. Artinya, sanksi itu bisa dilakukan jika kesempatan membayar sanksi finansial sudah maksimal oleh kedua belah pihak," jelasnya.
Prastowo juga menilai putusan MA membingungkan karena tidak menjelaskan apakah sanksi denda yang ditetapkan sudah termasuk pokok dana terutang. “Kalau putusan MA sudah inkrah, kenapa Dirjen Pajak mengeluarkan SAPKBP atas dasar putusan MA terhadap jenis pajak sehingga perlu pembuktian material atas transfer pricing,” tandasnya.
(dmd)