Apindo: Seharusnya UMP sesuai KHL
A
A
A
Sindonews.com - Upah Minimum Provinsi (UMP) seharusnya sama dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yaitu sebesar Rp2.299.860, setelah itu ditambahkan lagi oleh masing-masing perusahaan sesuai tingkat kinerja masing-masing pekerja sehingga akan berbeda-beda upah yang diterima.
Sekjen Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Suryadi mengatakan, bahwa negara Indonesia tidaklah memakai sistem komunis, di mana semua pekerja dibayar sama, padahal tingkat pendidikan atau porsi kerjanya berbeda-beda.
"Enggak fair dong, kalau lulusan SD dibayar sama dengan lulusan Sarjana, semua pasti berbeda," kata dia saat dihubungi Sindonews, Minggu (3/11/2013).
Dia mencontohkan, China yang dulu memakai sistem komunis sudah lama ditinggalkan dan beralih ke sistem kapitalis dalam memberi upah pekerja yang memberi bayaran sesuai dengan kemampuan, pendidikan, kinerja serta kejujurannya sehingga mereka sekarang menjadi negara maju.
Pihaknya mengakui, bisa saja para pekerja dibayar mahal jika sumber daya manusia di suatu tempat itu minim. Misalnya di Semarang, karena kurang SDM maka mereka dibayar lebih, jika SDM melimpah pasti dibayar sesuai ketentuan. Karena banyak yang bisa mengerjakan pekerjaan itu.
Apindo juga berharap dengan keadaan demo seperti ini diharapkan buruh juga memikirkan bahwa jika keadaan belum stabil dapat membuat para investor kabur.
"Kita berharap keadaan kembali stabil, kalau begini tidak menutup kemungkinan investor merasa tidak aman dan menarik investasi," ungkapnya.
Selain itu, Apindo tidak mempermasalahkan jika pada akhirnya buruh kembali melakukan aksi penolakan terkait dengan keputusan Gubernur DKI Jakarta yang menetapkan UMP sebesar Rp2,4 juta. Apindo mempersilakan namun dengan cara demo yang tidak anarkis, tidak menutup jalan dan tidak sweeping.
"Jika demo itu anarkis itu kan berarti tindak pidana, demo lah yang tertib dan teratur, kan kita negara hukum," pungkas dia.
Sekjen Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Suryadi mengatakan, bahwa negara Indonesia tidaklah memakai sistem komunis, di mana semua pekerja dibayar sama, padahal tingkat pendidikan atau porsi kerjanya berbeda-beda.
"Enggak fair dong, kalau lulusan SD dibayar sama dengan lulusan Sarjana, semua pasti berbeda," kata dia saat dihubungi Sindonews, Minggu (3/11/2013).
Dia mencontohkan, China yang dulu memakai sistem komunis sudah lama ditinggalkan dan beralih ke sistem kapitalis dalam memberi upah pekerja yang memberi bayaran sesuai dengan kemampuan, pendidikan, kinerja serta kejujurannya sehingga mereka sekarang menjadi negara maju.
Pihaknya mengakui, bisa saja para pekerja dibayar mahal jika sumber daya manusia di suatu tempat itu minim. Misalnya di Semarang, karena kurang SDM maka mereka dibayar lebih, jika SDM melimpah pasti dibayar sesuai ketentuan. Karena banyak yang bisa mengerjakan pekerjaan itu.
Apindo juga berharap dengan keadaan demo seperti ini diharapkan buruh juga memikirkan bahwa jika keadaan belum stabil dapat membuat para investor kabur.
"Kita berharap keadaan kembali stabil, kalau begini tidak menutup kemungkinan investor merasa tidak aman dan menarik investasi," ungkapnya.
Selain itu, Apindo tidak mempermasalahkan jika pada akhirnya buruh kembali melakukan aksi penolakan terkait dengan keputusan Gubernur DKI Jakarta yang menetapkan UMP sebesar Rp2,4 juta. Apindo mempersilakan namun dengan cara demo yang tidak anarkis, tidak menutup jalan dan tidak sweeping.
"Jika demo itu anarkis itu kan berarti tindak pidana, demo lah yang tertib dan teratur, kan kita negara hukum," pungkas dia.
(izz)