Cuaca ekstrem, produksi mangga Cirebon turun
A
A
A
Sindonews.com - Kemarau ekstrem dengan suhu mencapai 37 derajat celcius selama beberapa bulan terakhir menyebabkan produksi mangga gedong gincu di Cirebon menurun drastis hingga sekitar 50 persen.
Ketua Kelompok Tani Ciloa, Desa/Kecamatan Greged, Kabupaten Cirebon, Idris menyebutkan, pada situasi cuaca kondusif produksi mangga dari pohon berusia 12 tahun mencapai 6 ton/hektar. Namun, akibat kemarau ekstrem kini produksi maksimal hanya 3 ton/hektar atau turun sekitar 50 persen.
"Suhu yang baik untuk produksi mangga gedong gincu berkisar 35-36 derajat celcius," kata dia, Senin (4/11/2013).
Di atas suhu tersebut, petani mangga praktis kesulitan melakukan rekayasa pengobatan agar bunga mangga tidak rontok. Sementara di musim penghujan dengan suhu dingin, lanjut dia, petani masih dapat melakukan penyemprotan rutin.
Dia mengungkapkan, sejak tiga tahun belakangan petani mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon mengalami penurunan produksi akibat cuaca tak menentu. Apalagi, situasi tersebut terjadi baik saat musim hujan maupun kemarau.
Kondisi itu pun berdampak pada harga jual mangga di tingkat petani yang naik hampir 40 persen dari harga normal. Dia menyebutkan, maksimal harga gedong gincu di tingkat petani sebelumnya Rp15.000/kg, namun kini Rp25.000/kg.
Dia pun berharap pemerintah memberikan solusi kepada para petani untuk mengatasi masalah produksi yang terkena dampak kemarau ekstrem. Salah satunya dengan menyediakan obat semprot yang berfungsi sebagai perekat bunga agar tidak rontok saat suhu tinggi.
"Kami masih kesulitan mendapat obat semprot yang cocok untuk menurunkan suhu tanaman, agar produksi mangga tidak terlalu terpengaruh suhu tinggi," ujar dia.
Produksi yang buruk juga membuat salah seorang eksportir yang juga petani mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon, Sahril Sidik tak mengekspor mangga seperti biasanya. Kondisi itu bahkan telah berlangsung dalam dua tahun terakhir ini.
Sahril sendiri rata-rata mengekspor 1.000-3.000 ton/tahun. "Produksi mangga gedong gincu dua tahun ini memang turun, selain cuaca ekstrem juga karena hama. Jadi kami tak bisa ekspor," beber dia.
Ketua Kelompok Tani Ciloa, Desa/Kecamatan Greged, Kabupaten Cirebon, Idris menyebutkan, pada situasi cuaca kondusif produksi mangga dari pohon berusia 12 tahun mencapai 6 ton/hektar. Namun, akibat kemarau ekstrem kini produksi maksimal hanya 3 ton/hektar atau turun sekitar 50 persen.
"Suhu yang baik untuk produksi mangga gedong gincu berkisar 35-36 derajat celcius," kata dia, Senin (4/11/2013).
Di atas suhu tersebut, petani mangga praktis kesulitan melakukan rekayasa pengobatan agar bunga mangga tidak rontok. Sementara di musim penghujan dengan suhu dingin, lanjut dia, petani masih dapat melakukan penyemprotan rutin.
Dia mengungkapkan, sejak tiga tahun belakangan petani mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon mengalami penurunan produksi akibat cuaca tak menentu. Apalagi, situasi tersebut terjadi baik saat musim hujan maupun kemarau.
Kondisi itu pun berdampak pada harga jual mangga di tingkat petani yang naik hampir 40 persen dari harga normal. Dia menyebutkan, maksimal harga gedong gincu di tingkat petani sebelumnya Rp15.000/kg, namun kini Rp25.000/kg.
Dia pun berharap pemerintah memberikan solusi kepada para petani untuk mengatasi masalah produksi yang terkena dampak kemarau ekstrem. Salah satunya dengan menyediakan obat semprot yang berfungsi sebagai perekat bunga agar tidak rontok saat suhu tinggi.
"Kami masih kesulitan mendapat obat semprot yang cocok untuk menurunkan suhu tanaman, agar produksi mangga tidak terlalu terpengaruh suhu tinggi," ujar dia.
Produksi yang buruk juga membuat salah seorang eksportir yang juga petani mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon, Sahril Sidik tak mengekspor mangga seperti biasanya. Kondisi itu bahkan telah berlangsung dalam dua tahun terakhir ini.
Sahril sendiri rata-rata mengekspor 1.000-3.000 ton/tahun. "Produksi mangga gedong gincu dua tahun ini memang turun, selain cuaca ekstrem juga karena hama. Jadi kami tak bisa ekspor," beber dia.
(gpr)