Pajak eksplorasi laut dalam beratkan kontraktor
A
A
A
Sindonews.com - Indonesian Petroleum Association (IPA) meminta pemerintah mengevaluasi pengenaan pajak bumi bangunan (PBB) wilayah eksplorasi minyak dan gas bumi (migas) kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) di laut dalam (offshore). Lantaran tingginya pengenaan pajak dinilai membebani para kontraktor.
“Sekarang kita sedang membicarakan dengan Direktorat Jenderal Pajak dan mereka sudah menerima keberatan, keemudian saat ini sedang diproses. Mulanya jumlah PBB-nya lumayan besar Rp2,6 triliun pertahun sekarang sedang direvisi,” ujar Ketua IPA, Mahfoedz dalam acara Seminar Nasional Tentang Perpajakan, di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (21/11/2013).
Mahfoedz mengatakan, evaluasi PBB tersebut ditargetkan rampung 15 Desember 2013 mendatang. Sehingga pada tahun-tahun berikutnya diharapkan tidak lagi membebani KKKS yang melakukan eksplorasi di laut dalam.
“Mudah-mudahan 15 Desember semua keberatannya sudah diproses dan selesai. Sehingga pada tahun-tahun berikutnya tidak ada kontraktor yang komplain nunggak pajak,” jelasnya.
Lebih lanjut Mahfoedz menegaskan, apabila nantinya hasil evaluasi kebijakan tersebut tidak sesuai hasil yang diinginkan oleh KKKS dinilai akan mempengaruhi eksplorasi dan eksploitasi migas di Indonesia. Apalagi sekarang ini pemerintah sedang mengejar target lifting sebesar 840.000 barel per hari.
“Eksplorasi di laut dalam biayanya mahal, kalau sampai dikenakan PBB yang berlaku saat ini, akan semakin membebani. Seperti tahun 2009-2011 ada 12 PSC yang gagal untuk pengeboran di laut dalam jumlah investasinya mencapai USD1,9 miliar biayanya mencapai USD200 juta hilang begitu saja,” pungkas dia.
“Sekarang kita sedang membicarakan dengan Direktorat Jenderal Pajak dan mereka sudah menerima keberatan, keemudian saat ini sedang diproses. Mulanya jumlah PBB-nya lumayan besar Rp2,6 triliun pertahun sekarang sedang direvisi,” ujar Ketua IPA, Mahfoedz dalam acara Seminar Nasional Tentang Perpajakan, di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (21/11/2013).
Mahfoedz mengatakan, evaluasi PBB tersebut ditargetkan rampung 15 Desember 2013 mendatang. Sehingga pada tahun-tahun berikutnya diharapkan tidak lagi membebani KKKS yang melakukan eksplorasi di laut dalam.
“Mudah-mudahan 15 Desember semua keberatannya sudah diproses dan selesai. Sehingga pada tahun-tahun berikutnya tidak ada kontraktor yang komplain nunggak pajak,” jelasnya.
Lebih lanjut Mahfoedz menegaskan, apabila nantinya hasil evaluasi kebijakan tersebut tidak sesuai hasil yang diinginkan oleh KKKS dinilai akan mempengaruhi eksplorasi dan eksploitasi migas di Indonesia. Apalagi sekarang ini pemerintah sedang mengejar target lifting sebesar 840.000 barel per hari.
“Eksplorasi di laut dalam biayanya mahal, kalau sampai dikenakan PBB yang berlaku saat ini, akan semakin membebani. Seperti tahun 2009-2011 ada 12 PSC yang gagal untuk pengeboran di laut dalam jumlah investasinya mencapai USD1,9 miliar biayanya mencapai USD200 juta hilang begitu saja,” pungkas dia.
(gpr)