Apindo Karawang takut pabrik tutup massal
A
A
A
Sindonews.com - Upah Minimum Kota (UMK) kabupaten Karawang merupakan salah satu yang tertinggi di Jawa barat atau mungkin di Nasional dengan besaran UMK sebesar Rp2.447.445.
Namun begitu, pihak Asosiasi Pengusahan Indonesia (Apindo) Karawang mengaku prihatin terhadap kenaikan tersebut. Pihaknya mengkhawatirkan akan mengakibatkan penutupan perusahaan secara massal di Kabupaten Karawang.
"Kami prihatin, dalam arti dengan adanya keputusan UMK Karawang sebesar Rp2,4 juta ini akan berakibat fatal yaitu penutupan perusahaan yang tidak sanggup, seperti khususnya di sektor textile, sandang dan kulit (TSK)," kata Ketua Apindo Karawang, Syamsuri saat dihubungi, Jumat (22/11/2013).
Dikatakan, sebelumnya ada peluang dari serikat pekerja Karawang (SPK) yang memberikan peluang untuk UMK sektor textile sebesar Rp2,1 juta. "Itu sudah ditandatangani dan sudah disampaikan ke Dewan Pengupahan kabupaten Karawang, namun pemerintah tidak tegas," ujarnya.
Pihaknya berusaha untuk menyelamatkan perusahaan sektor TSK tersebut, pasalnya sebelumnya saat UMK di posisi Rp2.030.000 saja, sektor TSK masih saja ada perusahaan yang melakukan penangguhan. "Apalagi sekarang, kan pengkabulan UMK juga syaratnya mesti ada akuntan publik juga," ujarnya.
Meski begitu, pihaknya berharap perusahaan di Kabupaten Karawang dapat menyanggupi UMK saat ini, namun jika ada pemberhentian pekerja (PHK) pihaknya tidak mau bertanggung jawab terhadap hal itu. "Contohnya saja PT Masari, itu udah berhenti beroperasi karena tidak sanggup. Nah, dari situ saja berapa pekerja yang menganggur kini," katanya.
Peranan pemerintah dalam hal penentuan UMK ini sangat penting, sementara itu pihaknya mengungkapkan sebelumnya pada saat penetapan UMK tidak sesuai dengan Impres 9 tahun 2013 tentang UMK dan KHL. "Secara impres itu UMK sama dengan 10 persen KHL, sedang KHL di Karawang itu Rp2,1 juta sementara UMK-nya Rp2,4 juta. Ini ada sesuatu hal yang salah," ujarnya.
Awalnya pihak Apindo, lanjutnya, mengajukan UMK sebesar Rp2,1 juta, angka tersebut menurutnya hanya gaji pokok saja. "Itu hanya gaji pokok saja belum yang lain seperti lemburan dan lainnya, kan kalau ditotal bisa saja sampai Rp2,9 juta," katanya.
Selain itu, lanjutnya, ada intervensi saat penetapan UMK. "Kalau tidak ada intervensi mah enggak mungkin ada demo dan orasi buruh, ada penekanan massa di sana. Kalau kami sih itu boleh saja tapi harus sesuai dengan mekanisme penetapan UMK, sesuai dengan UU yang berlaku," ujarnya.
Mungkin saat ini, tambahnya, UMK di atas KHL tapi apakah SPK dapat bertanggung jawab terhadap PHK. "Jika itu terjadi siapa yang bertanggung jawab?" tanyanya.
Namun begitu, pihak Asosiasi Pengusahan Indonesia (Apindo) Karawang mengaku prihatin terhadap kenaikan tersebut. Pihaknya mengkhawatirkan akan mengakibatkan penutupan perusahaan secara massal di Kabupaten Karawang.
"Kami prihatin, dalam arti dengan adanya keputusan UMK Karawang sebesar Rp2,4 juta ini akan berakibat fatal yaitu penutupan perusahaan yang tidak sanggup, seperti khususnya di sektor textile, sandang dan kulit (TSK)," kata Ketua Apindo Karawang, Syamsuri saat dihubungi, Jumat (22/11/2013).
Dikatakan, sebelumnya ada peluang dari serikat pekerja Karawang (SPK) yang memberikan peluang untuk UMK sektor textile sebesar Rp2,1 juta. "Itu sudah ditandatangani dan sudah disampaikan ke Dewan Pengupahan kabupaten Karawang, namun pemerintah tidak tegas," ujarnya.
Pihaknya berusaha untuk menyelamatkan perusahaan sektor TSK tersebut, pasalnya sebelumnya saat UMK di posisi Rp2.030.000 saja, sektor TSK masih saja ada perusahaan yang melakukan penangguhan. "Apalagi sekarang, kan pengkabulan UMK juga syaratnya mesti ada akuntan publik juga," ujarnya.
Meski begitu, pihaknya berharap perusahaan di Kabupaten Karawang dapat menyanggupi UMK saat ini, namun jika ada pemberhentian pekerja (PHK) pihaknya tidak mau bertanggung jawab terhadap hal itu. "Contohnya saja PT Masari, itu udah berhenti beroperasi karena tidak sanggup. Nah, dari situ saja berapa pekerja yang menganggur kini," katanya.
Peranan pemerintah dalam hal penentuan UMK ini sangat penting, sementara itu pihaknya mengungkapkan sebelumnya pada saat penetapan UMK tidak sesuai dengan Impres 9 tahun 2013 tentang UMK dan KHL. "Secara impres itu UMK sama dengan 10 persen KHL, sedang KHL di Karawang itu Rp2,1 juta sementara UMK-nya Rp2,4 juta. Ini ada sesuatu hal yang salah," ujarnya.
Awalnya pihak Apindo, lanjutnya, mengajukan UMK sebesar Rp2,1 juta, angka tersebut menurutnya hanya gaji pokok saja. "Itu hanya gaji pokok saja belum yang lain seperti lemburan dan lainnya, kan kalau ditotal bisa saja sampai Rp2,9 juta," katanya.
Selain itu, lanjutnya, ada intervensi saat penetapan UMK. "Kalau tidak ada intervensi mah enggak mungkin ada demo dan orasi buruh, ada penekanan massa di sana. Kalau kami sih itu boleh saja tapi harus sesuai dengan mekanisme penetapan UMK, sesuai dengan UU yang berlaku," ujarnya.
Mungkin saat ini, tambahnya, UMK di atas KHL tapi apakah SPK dapat bertanggung jawab terhadap PHK. "Jika itu terjadi siapa yang bertanggung jawab?" tanyanya.
(gpr)