Pengusaha Jabar kaji relokasi usaha ke luar negeri
A
A
A
Sindonews.com - Industri di Jawa Barat mulai berencana melakukan survei ke sejumlah negera di kawasan ASEAN, sebagai langkah merelokasi usahanya ke negara dengan upah tenaga kerja murah.
Hal tersebut ditegaskan Ketua DPD Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jabar Deddy Widjaya di Bandung, Selasa (26/11/2013).
Menurut dia, Surat Keputusan Gubernur Nomor 561/Kep.1636-Bangsos/2014 tentang upah minimum kota/kabupaten dinilai terlalu memberatkan pelaku industri di kawasan ini. Kenaikan UMK dinilai terlalu tinggi dan memberatkan industri padat karya.
Atas kondisi tersebut, sejumlah pengusaha yang saat ini berinvestasi di Jabar mengaku telah bersiap mencari kawasan baru untuk melanjutkan usahanya. Pengusaha, lanjut dia, mulai melirik beberapa negara di ASEAN seperti Myanmar, Vietnam, dan Filipina. “Tahun depan, gelombang studi banding investor yang berinvestasi di Indonesia diperkirakan akan terjadi,” jelas Deddy.
Diakui Deddy, mereka akan mempelajari iklim investasi, besaran upah, hingga proses perizinan. Apabila semua unsur tersebut meringankan pelaku usaha, tidak menutup kemungkinan, akan terjadi relokasi pabrik/industri dari Indonesia.
Upaya tersebut terpaksa dilakukan melihat tingginya upah tenaga kerja di Indonesia. Apalagi untuk industri padat karya, komponen upah mencapi 28 persen dari total biaya operasional perusahaan.
Industri di Jawa Barat, lanjut Deddy, tidak memiliki pilihan lain selain merelokasi pabriknya ke daerah/negara lain atau menyerap tenaga kerja asing yang dinilai produktivitasnya lebih baik.
“Pilihan kami cuman dua, merelokasi pabrik atau menyerap tenaga kerja dari luar negeri yang produktivitasnya lebih baik,” pungkas dia.
Menurut Deddy, goyangnya iklim usaha di Jawa Barat setelah UMK 2014 ditetapkan. Kenaikan UMK dinilai memberatkan pelaku usaha. Bahkan, Apindo menyayangkan besaran UMK Kabupaten Karawang sebesar Rp2,4 juta. Angka tersebut melebihi UMK DKI Jakarta sekitar Rp2,2 juta. Padahal, biaya hidup di Jakarta lebih tinggi dari Karawang.
Hal tersebut ditegaskan Ketua DPD Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jabar Deddy Widjaya di Bandung, Selasa (26/11/2013).
Menurut dia, Surat Keputusan Gubernur Nomor 561/Kep.1636-Bangsos/2014 tentang upah minimum kota/kabupaten dinilai terlalu memberatkan pelaku industri di kawasan ini. Kenaikan UMK dinilai terlalu tinggi dan memberatkan industri padat karya.
Atas kondisi tersebut, sejumlah pengusaha yang saat ini berinvestasi di Jabar mengaku telah bersiap mencari kawasan baru untuk melanjutkan usahanya. Pengusaha, lanjut dia, mulai melirik beberapa negara di ASEAN seperti Myanmar, Vietnam, dan Filipina. “Tahun depan, gelombang studi banding investor yang berinvestasi di Indonesia diperkirakan akan terjadi,” jelas Deddy.
Diakui Deddy, mereka akan mempelajari iklim investasi, besaran upah, hingga proses perizinan. Apabila semua unsur tersebut meringankan pelaku usaha, tidak menutup kemungkinan, akan terjadi relokasi pabrik/industri dari Indonesia.
Upaya tersebut terpaksa dilakukan melihat tingginya upah tenaga kerja di Indonesia. Apalagi untuk industri padat karya, komponen upah mencapi 28 persen dari total biaya operasional perusahaan.
Industri di Jawa Barat, lanjut Deddy, tidak memiliki pilihan lain selain merelokasi pabriknya ke daerah/negara lain atau menyerap tenaga kerja asing yang dinilai produktivitasnya lebih baik.
“Pilihan kami cuman dua, merelokasi pabrik atau menyerap tenaga kerja dari luar negeri yang produktivitasnya lebih baik,” pungkas dia.
Menurut Deddy, goyangnya iklim usaha di Jawa Barat setelah UMK 2014 ditetapkan. Kenaikan UMK dinilai memberatkan pelaku usaha. Bahkan, Apindo menyayangkan besaran UMK Kabupaten Karawang sebesar Rp2,4 juta. Angka tersebut melebihi UMK DKI Jakarta sekitar Rp2,2 juta. Padahal, biaya hidup di Jakarta lebih tinggi dari Karawang.
(gpr)