Cara ini dinilai bisa ciptakan kemandirian pangan

Rabu, 04 Desember 2013 - 09:25 WIB
Cara ini dinilai bisa...
Cara ini dinilai bisa ciptakan kemandirian pangan
A A A
Sindonews.com - Indonesia bisa terbebas dari praktik impor pangan bila pemerintah serius memainkan perannya memberikan permodalan kepada para petani di level bawah. Salah satu upaya dengan membentuk bank pertanian.

Selain itu, paradigma bahwa rentenir dianggap sebagai 'pahlawan' bagi petani juga harus dihilangkan. Dengan demikian, banyak petani yang terjerat utang rentenir, meskipun pinjaman dana yang diberikan kepada petani bunganya bisa mencapai 70 persen per tahun.

"Ini karena Indonesia tidak memiliki bank pertanian yang mau meminjamkan uang kepada petani dari mulai Rp50.000–Rp500 juta tanpa agunan," kata praktisi perbankan Jeffry Wurangian di Depok, Rabu (4/12/2013).

Dia mengatakan, bank pertanian akan sangat membantu petani. Seperti halnya di Vietnam dan China yang menjadi negara pengekspor hasil pertanian. Kedua negara itu memiliki bank pertanian yang sukses.

"Bank negara terbesar di Vietnam justru bank pertaniannya. Bahkan nasabah bank pertanian di China lebih dari 300 juta nasabah," ujar dia.

Saat ini, menurut dia, petani Indonesia sangat menderita dengan Undang-Undang (UU) Perbankan yang hanya membagi bank menjadi Bank UMUM dan BPR. Dengan meminjam di bank umum, petani diperlakukan sama dengan nasabah lain, seperti pengusaha butik baju dalam hal persyaratan dan hukuman bila tidak membayar pinjaman tepat waktu.

Padahal, petani bekerja menurut siklus yang waktunya tidak menentu, sehingga pengembalian pinjaman yang telat tidak dapat langsung divonis kredit macet.

"Dengan adanya modal, petani lokal kita dapat berproduksi dengan baik sesuai harapan, sehingga kemandirian pangan tidak hanya menjadi slogan di berbagai spanduk atau laporan pemerintah," tutur Jeffry.

Pakar perencanaan pembangunan Rino Wicaksono menambahkan, kegiatan impor yang konsisten dan besar-besaran saat ini akan mendorong terjadinya kepunahan masyarakat tani Indonesia.

Di banyak negara maju, seperti Jepang dan Amerika Serikat, petani menduduki posisi sangat istimewa karena petani di sana benar-benar pemilik lahan pertanian (farmer), bukan buruh tani (peasant).

"Pemerintahnya juga menyubsidi hingga 50 persen kebutuhan petani untuk menanam," kata dia.

Kondisi yang menguntungkan para petani di luar negeri, salah satunya karena model sistem birokrasi aparat pemerintahan di luar negeri yang tidak lagi berorientasi government officer, namun civil servant. Birokrat di luar negeri sudah tidak lagi berorientasi memerintah, tetapi melayani.

"Ini yang kemudian membuat keberadaan aparat justru membantu petani," tutur dia.
(rna)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6951 seconds (0.1#10.140)