OJK siapkan draft aturan GCG untuk 2014
A
A
A
Sindonews.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang menyiapkan draft roadmap tata kelola perusahaan (good corporate governance/GCG) untuk perusahaan lembaga keuangan di Indonesia agar sejajar dengan perusahaan internasional. Menurut pejabat OJK, roadmap GCG tersebut akan diterbitkan pada Januari 2014 mendatang.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad mengatakan, dengan roadmap ini, perusahaan di Indonesia akan memiliki konsep GCG yang berisi konsep pengaturan direksi dan komisaris yang sehat. Dengan semua inisiatif ini, industri keuangan Indonesia diharapkan siap menyongsong ASEAN Economic Community (AEC) pada 2015 mendatang.
"Dalam penyusunannyapun kami melibatkan banyak pihak, seperti asosiasi-asosiasi. Hal ini perlu agar roadmap ini merupakan hasil (masukan) dari banyak pihak," ujar Muliaman di Jakarta, Rabu (4/12/2013).
Dia mengatakan, OJK juga menggandeng International Financial Corporation (IFC). Bersama dengan IFC, OJK mengindentifikasi permasalahan dan kerangka peraturan di Indonesia, yang meliputi, hak pemegang saham, perlindungan atas pemegang saham minoritas, praktik pengurus perusahaan, keterbukaan dan transparansi.
"Salah satu yang pertama terkait gap (batasan) pasar modal. Nanti kalau ada yang tidak sesuai akan dievaluasi," ujar dia.
GCG juga erat kaitannya dengan tingkat kepercayaan investor. Untuk menarik minat para investor dalam berinvestasi, salah satu upaya yang harus dilakukan adalah meningkatkan tata kelola perusahaan.
Penerbitan roadmap ini awalnya akan diterbitkan pada pertengahan tahun 2013. Namun OJK menundanya agar berbagai pihak termasuk industri turut serta memberi masukan dalan perumusan regulasi tersebut. Regulator juga mengkaji kembali aturan GCG karena ada beberapa hal yang perlu disempurnakan dan keberatan dari pelaku industri.
Ketua Umum Asosiasi Penilai Kerugian Asuransi Indonesia (APKAI) Budi S Maharesi sebelumnya menyatakan ada beberapa hal dalam peraturan tersebut yang sulit dilakukan perusahaan penilai kerugian, seperti ketentuan tentang jumlah anggota direksi dan komisaris. "Aturannya mewajibkan kami memiliki paling sedikit dua orang direksi dan komisaris," kata Budi.
Menurut Budi, tidak semua perusahaan penilai kerugian yang memiliki memiliki tenaga adjuster puluhan orang. Bahkan, ada perusahaan penilai kerugian yang hanya memiliki satu hingga dua tenaga adjuster. Perusahaan penilai kerugian sangat keberatan dengan aturan tersebut karena penambahan jumlah direksi dan komisaris akan menambah biaya operasional perusahaan.
Budi mengatakan, perusahaan besar yang memiliki puluhan tenaga adjuster tidak akan keberatan dengan ketentuan yang tertuang dalam aturan tersebut. Perusahaan penilai kerugian memiliki konsep yang berbeda dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas.
"Kami tidak menghimpun dan mengelola dana, perusahaan juga tidak menerbitkan surat pengakuan utang sehingga tidak wajib memiliki dua orang direksi," ungkap dia.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad mengatakan, dengan roadmap ini, perusahaan di Indonesia akan memiliki konsep GCG yang berisi konsep pengaturan direksi dan komisaris yang sehat. Dengan semua inisiatif ini, industri keuangan Indonesia diharapkan siap menyongsong ASEAN Economic Community (AEC) pada 2015 mendatang.
"Dalam penyusunannyapun kami melibatkan banyak pihak, seperti asosiasi-asosiasi. Hal ini perlu agar roadmap ini merupakan hasil (masukan) dari banyak pihak," ujar Muliaman di Jakarta, Rabu (4/12/2013).
Dia mengatakan, OJK juga menggandeng International Financial Corporation (IFC). Bersama dengan IFC, OJK mengindentifikasi permasalahan dan kerangka peraturan di Indonesia, yang meliputi, hak pemegang saham, perlindungan atas pemegang saham minoritas, praktik pengurus perusahaan, keterbukaan dan transparansi.
"Salah satu yang pertama terkait gap (batasan) pasar modal. Nanti kalau ada yang tidak sesuai akan dievaluasi," ujar dia.
GCG juga erat kaitannya dengan tingkat kepercayaan investor. Untuk menarik minat para investor dalam berinvestasi, salah satu upaya yang harus dilakukan adalah meningkatkan tata kelola perusahaan.
Penerbitan roadmap ini awalnya akan diterbitkan pada pertengahan tahun 2013. Namun OJK menundanya agar berbagai pihak termasuk industri turut serta memberi masukan dalan perumusan regulasi tersebut. Regulator juga mengkaji kembali aturan GCG karena ada beberapa hal yang perlu disempurnakan dan keberatan dari pelaku industri.
Ketua Umum Asosiasi Penilai Kerugian Asuransi Indonesia (APKAI) Budi S Maharesi sebelumnya menyatakan ada beberapa hal dalam peraturan tersebut yang sulit dilakukan perusahaan penilai kerugian, seperti ketentuan tentang jumlah anggota direksi dan komisaris. "Aturannya mewajibkan kami memiliki paling sedikit dua orang direksi dan komisaris," kata Budi.
Menurut Budi, tidak semua perusahaan penilai kerugian yang memiliki memiliki tenaga adjuster puluhan orang. Bahkan, ada perusahaan penilai kerugian yang hanya memiliki satu hingga dua tenaga adjuster. Perusahaan penilai kerugian sangat keberatan dengan aturan tersebut karena penambahan jumlah direksi dan komisaris akan menambah biaya operasional perusahaan.
Budi mengatakan, perusahaan besar yang memiliki puluhan tenaga adjuster tidak akan keberatan dengan ketentuan yang tertuang dalam aturan tersebut. Perusahaan penilai kerugian memiliki konsep yang berbeda dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas.
"Kami tidak menghimpun dan mengelola dana, perusahaan juga tidak menerbitkan surat pengakuan utang sehingga tidak wajib memiliki dua orang direksi," ungkap dia.
(gpr)