Holcim terkena imbas pelemahan rupiah
A
A
A
Sindonews.com – Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) berpengaruh besar pada sektor industri secara keseluruhan, termasuk semen.
Direktur Komersial Holcim Indonesia Jan Kunigk mengatakan bahwa industri padat modal dengan biaya dalam bentuk denominasi USD akan mengalami kenaikan biaya, yang akan berdampak pada konsumen dalam bentuk kenaikan harga jual.
Nilai tukar rupiah baru-baru ini yang melemah hingga 20 persen terhadap USD merupakan bentuk reaksi terhadap defisit transaksi berjalan memicu tingginya permintaan USD karena repatriasi dan kewajiban pembayaran utang luar negeri.
Selain itu, faktor eksternal dari kekhawatiran sebagian pelaku pasar terhadap potensi pengurangan stimulus bank sentral Amerika. Hal itu ditambah tingkat inflasi hingga November telah mencapai sekitar 8,3 persen yang akan mempengaruhi kinerja.
Akibat pelemahan rupiah, Kunigk mengatakan, Holcim Indonesia mengalami kenaikan biaya yang signifikan untuk biaya iklan, distribusi, energi dan upah di tahun 2013.
"Biaya keuangan untuk perluasan Tuban juga mengalami peningkatan karena naiknya suku bunga bank dan depresiasi rupiah dari pinjaman luar negeri," kata dia dalam rilisnya, Kamis (5/12/2013).
Menurut dia, untuk mengurangi dampaknya, Holcim Indonesia terus menjalankan program internal untuk penghematan biaya seperti penghematan energi, sambil terus memberikan solusi bernilai tambah bagi konsumen dengan tetap menjaga kualitas demi mempertahankan produk Holcim tetap kompetitif.
Program-program tersebut membantu perusahaan mengurangi dampak kenaikan biaya hingga ke pihak konsumen, namun tidak semua dapat dihilangkan.
Jan menuturkan, perseroan telah memperkirakan adanya kenaikan harga jual seperti yang sudah dilakukan baru-baru ini di berbagai industri untuk merespon melemahnya rupiah dan kenaikan biaya karena inflasi di tahun 2013 dan 2014.
Pada 2014 mendatang, perusahaan berharap tingkat inflasi dapat berkisar antara 7,0-7,5 persen.
Direktur Komersial Holcim Indonesia Jan Kunigk mengatakan bahwa industri padat modal dengan biaya dalam bentuk denominasi USD akan mengalami kenaikan biaya, yang akan berdampak pada konsumen dalam bentuk kenaikan harga jual.
Nilai tukar rupiah baru-baru ini yang melemah hingga 20 persen terhadap USD merupakan bentuk reaksi terhadap defisit transaksi berjalan memicu tingginya permintaan USD karena repatriasi dan kewajiban pembayaran utang luar negeri.
Selain itu, faktor eksternal dari kekhawatiran sebagian pelaku pasar terhadap potensi pengurangan stimulus bank sentral Amerika. Hal itu ditambah tingkat inflasi hingga November telah mencapai sekitar 8,3 persen yang akan mempengaruhi kinerja.
Akibat pelemahan rupiah, Kunigk mengatakan, Holcim Indonesia mengalami kenaikan biaya yang signifikan untuk biaya iklan, distribusi, energi dan upah di tahun 2013.
"Biaya keuangan untuk perluasan Tuban juga mengalami peningkatan karena naiknya suku bunga bank dan depresiasi rupiah dari pinjaman luar negeri," kata dia dalam rilisnya, Kamis (5/12/2013).
Menurut dia, untuk mengurangi dampaknya, Holcim Indonesia terus menjalankan program internal untuk penghematan biaya seperti penghematan energi, sambil terus memberikan solusi bernilai tambah bagi konsumen dengan tetap menjaga kualitas demi mempertahankan produk Holcim tetap kompetitif.
Program-program tersebut membantu perusahaan mengurangi dampak kenaikan biaya hingga ke pihak konsumen, namun tidak semua dapat dihilangkan.
Jan menuturkan, perseroan telah memperkirakan adanya kenaikan harga jual seperti yang sudah dilakukan baru-baru ini di berbagai industri untuk merespon melemahnya rupiah dan kenaikan biaya karena inflasi di tahun 2013 dan 2014.
Pada 2014 mendatang, perusahaan berharap tingkat inflasi dapat berkisar antara 7,0-7,5 persen.
(rna)