WTO sengsarakan petani di negara berkembang
A
A
A
Sindonews.com - Konferensi Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang digelar di Nusa Dua, Bali, pada 3-6 Desember 2013 dinilai banyak menguntungkan negara maju. Sementara bagi negara berkembang khususnya masyarakat petani mengalami kerugian besar.
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang penduduknya sebagian besar masih mencari kehidupan dari bertani harus mampu memberikan perlindungan dari liberalisasi perdagangan, pertumbuhan tanpa batas dan eksploitasi liar Sumber Daya Alam (SDA) serta Sumber Daya Manusia (SDM) yang dihasilkan WTO.
"Kebebasan impor tanpa batas dan memotong subsidi untuk petani lokal adalah bentuk neokolonialisme-imperialisme terhadap negara berkembang, maka harus ditolak karena sudah terbukti menyengsarakan petani," kata Marwan dalam siaran persnya, Sabtu (7/12/2013).
Bentuk perlindungan yang bisa dilakukan, kata dia, dengan memberikan subsidi besar terhadap produksi pangan nasional guna memberdayakan petani sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18/2012 tentang Pangan.
Karena itu, Marwan berharap Indonesia bisa menjadi negara penggagas untuk melindungi petani dari kesimpulan forum tersebut.
"Mendukung sikap India yang tetap ingin meningkatkan subsidi cadangan pangan dari 10 persen menjadi 15 persen pada produksi nasional demi kesejahteraan petani," pungkasnya.
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang penduduknya sebagian besar masih mencari kehidupan dari bertani harus mampu memberikan perlindungan dari liberalisasi perdagangan, pertumbuhan tanpa batas dan eksploitasi liar Sumber Daya Alam (SDA) serta Sumber Daya Manusia (SDM) yang dihasilkan WTO.
"Kebebasan impor tanpa batas dan memotong subsidi untuk petani lokal adalah bentuk neokolonialisme-imperialisme terhadap negara berkembang, maka harus ditolak karena sudah terbukti menyengsarakan petani," kata Marwan dalam siaran persnya, Sabtu (7/12/2013).
Bentuk perlindungan yang bisa dilakukan, kata dia, dengan memberikan subsidi besar terhadap produksi pangan nasional guna memberdayakan petani sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18/2012 tentang Pangan.
Karena itu, Marwan berharap Indonesia bisa menjadi negara penggagas untuk melindungi petani dari kesimpulan forum tersebut.
"Mendukung sikap India yang tetap ingin meningkatkan subsidi cadangan pangan dari 10 persen menjadi 15 persen pada produksi nasional demi kesejahteraan petani," pungkasnya.
(dmd)