KTM WTO ke-9 menjadi terobosan untuk selesaikan DDA

Rabu, 11 Desember 2013 - 10:51 WIB
KTM WTO ke-9 menjadi...
KTM WTO ke-9 menjadi terobosan untuk selesaikan DDA
A A A
Sindonews.com - Disepakatinya Paket Bali setelah melalui proses perundingan yang tidak mudah di perhelatan KTM WTO ke-9 di Nusa Dua, Bali, telah berakhir pada 7 Desember 2013, disambut baik berbagai pihak, mulai dari pemerintah negara anggota hingga kalangan bisnis, akademisi, dan pemerhati umumnya.

“Inilah untuk pertama kalinya sejak terbentuk pada 1 Januari 1995 dan diluncurkannya Perundingan Putaran Doha pada tahun 2001, WTO dapat menghasilkan kesepakatan penting,” jelas Direktur Kerja Sama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, Iman Pambagyo dalam siaran persnya, Rabu (11/12/2013).

Seperti diketahui, perundingan di bawah Doha Development Agenda (DDA) diluncurkan untuk mengobati berbagai kekurangan yang ditemukan pada perjanjian-perjanjian WTO yang diselesaikan melalui Perundingan Putaran Uruguay tahun 1986-1994.

Setelah 19 tahun berjalan, semakin dirasakan bahwa perjanjian-perjanjian lama perlu disempurnakan dan perjanjian baru perlu dirundingkan agar sejalan dengan kemajuan teknologi, aspirasi negara berkembang untuk menaiki matarantai nilai perdagangan dunia, tekanan jumlah penduduk yang meningkat, perubahan cuaca yang mempengaruhi produksi di sektor pertanian, dan perkembangan lainnya yang tidak diantisipasi sebelumnya.

Kesepakat pada KTM WTO di Bali (yang dikenal sebagai Paket Bali) hanya mewakili tidak lebih dari 10 persen isu yang diamanatkan dalam DDA. Secara keseluruhan terdapat 19 isu DDA yang seharusnya diselesaikan pada tahun 2005 berdasarkan pendekatan single undertaking, yakni tidak ada kesepakatan sampai semua disepakati.

Mengingat perundingan DDA terus mengalami kebuntuan, maka dalam KTM ke-9 negara anggota sepakat untuk membatasi isu perundingan yang dikemas ke dalam suatu paket.

Paket Bali memuat tiga elemen dari DDA, yakni Perjanjian Fasilitasi Perdagangan, beberapa isu di bawah perundingan sektor pertanian (yakni menyangkut penambahan “general services” yang dibebaskan dari ketentuan pembatasan subsidi, public stockholding for food security purposes, pengertian mengenai administrasi Tariff-Rate Quota dari Perjanjian Pertanian, dan persaingan ekspor/subsidi ekspor), dan isu-isu pembangunan dan negara kurang berkembang (terdiri dari preferensi Ketentuan Asal Barang, operasionalisasi kemudahan akses pasar jasa, akses pasar Duty Free, Quota Free (DFQF), dan mekanisme monitoring penerapan S&D).

Perjanjian Fasilitasi Perdagangan merupakan penjanjian multilateral pertama yang dihasilkan oleh WTO sejak organisasi ini terbentuk. Melalui perjanjian ini, negara anggota berkomitmen untuk melakukan penyederhanaan dan peningkatan transparansi berbagai ketentuan yang mengatur ekspor, impor, dan barang dalam proses transit sehingga kegiatan perdagangan dunia dapat menjadi semakin cepat, mudah, dan murah.
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1368 seconds (0.1#10.140)