DPR dorong KPK selidiki kejanggalan merger XL-Axis

Jum'at, 13 Desember 2013 - 17:51 WIB
DPR dorong KPK selidiki kejanggalan merger XL-Axis
DPR dorong KPK selidiki kejanggalan merger XL-Axis
A A A
Sindonews.com - Setelah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) meningkatkan penilaian menjadi penilaian menyeluruh terhadap merger PT XL Axiata Tbk (EXCL) dan PT Axis Telekom Indonesia (Axis), kini giliran DPR mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyelidiki kejanggalan merger tersebut.

Anggota Komisi I DPR, Chandra TirtaWijaya mengapreasiasi keputusan KPPU yang pada akhirnya mengeluarkan keputusan untuk menunda pengajuan merger antara XL dan Axis. Sebab, dinilai berpotensi memunculkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

"Lembaga lain seperti KPK juga dapat bertindak demi mencegah terjadinya kerugian negara, karena merger dua operator itu dalam prosesnya banyak ditemukan kejanggalan. Dan tidak menutup kemungkinan adanya praktik gratifikasi kepada penyelenggaran negara," ujarnya di Jakarta, Jumat (13/12/2013).

Menurutnya, frekuensi adalah sumber daya terbatas yang dialokasikan ke operator melalui modern licensing. Jadi diberikan hak pakai namun juga diberikan kewajiban. Dia mencontohkan, lelang blok tambahan 3G terakhir dilakukan melalui beauty contest.

Untuk mendapat tambahan spektrum tersebut, operator diwajibkan melampirkan komitmen pembangunan yang mengikat. Dia mengakui, motivasi XL merger dengan Axis semata untuk mendapatkan frekuensi. Tapi yang perlu ditanyakan, apakah XL sudah menyampaikan kepada pemerintah komitmen pembangunan yang dilampirkan untuk memperoleh tambahan spektrum tersebut?.

"Jangan-jangan seperti komitmen di modern licensing, dapat izin dan frekuensinya tapi tidak menjalankan komitmennya dengan alasan tidak sanggup bangun. Jelas hal ini hanya menguntungkan XL saja," kata dia.

Menurutnya, pemberian frekuensi 1.800 MHz secara langsung adalah melanggar prosedur. Seharusnya jika mengacu kepada regulasi, frekuensi eks Axis harus ditarik dulu semuanya, baik 15 MHz di 1.800 MHz (2G) dan blok 11 dan 12 di 2.100 MHz (3G). Setelah itu baru direalokasikan kembali dengan cara seleksi dan evaluasi, sesuai Permenkominfo No 17/2005 dan PermenKominfo No 23/2010.

Jika pemerintah menginginkan pemasukan negara yang maksimal seharusnya mereka menarik kembali 1.800 MHz dan melakukan tender ulang, karena harga per Mhznya jauh lebih mahal daripada 2.100 MHz. Yang terjadi saat ini pemerintah justru memberikan 1.800 MHz kepada XL, alias melayangkan potensial keuntungan yang lebih besar.

Dengan melihat berbagai kejanggalan yang ada, Chandra tak segan mendorong KPK ikut mengawasi proses merger XL dan Axis yang jelas-jelas tidak fair dan berpotensi merugikan negara.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5908 seconds (0.1#10.140)