Insentif pajak eksplorasi migas kewenangan Ditjen Pajak
A
A
A
Sindonews.com - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan kewenangan pemberian insentif pengenaan pajak bumi dan bangunan (PBB) untuk kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi (migas) berada di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Edy Hermantoro mengatakan, Kementerian ESDM tidak berhak mengabulkan keinginan kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) terkait pemberian insentif ini. Saat ini, permintaan KKKS ini sedang ditindaklanjuti di Ditjen Pajak.
"Mereka sedang melakukan pengisian Surat Pemberitaan Objek Pajak (SPOP) yang akan berakhir di Desember 2013 ini. Semua tergantung di sana, kita hanya bisa menunggu dari Dirjen Pajaknya," kata dia di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (17/12/2013).
Menurut dia, pengisian SPOP bermaksud mempercepat proses tindak lanjut kepastian insentif pajak bagi investor migas.
"SPOP untuk memilah milah mana saja wilayah yang dikenakan pajak, sehingga tidak terlalu memberatkan KKKS. Jadi, nanti dia yang akan periksa dan seleksi pajak mana saja yang dikenakan. Bukan kita yang urus," jelas dia.
Seperti diketahui, pengenaan PBB dianggap memberatkan KKKS yang melakukan eksplorasi di laut dalam (offshore). Direktur Eksekutif Indonesia Petroleum Associate (IPA) Sammy Hamzah sebelumnya mengatakan, PBB diterapkan di wilayah lepas pantai sehingga menghambat eksplorasi migas.
Padahal eksplorasi yang dilakukan belum tentu mendapatkan hasil, jadi dianggap tidak masuk akal jika harus membayar pajak terlebih dahulu.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Edy Hermantoro mengatakan, Kementerian ESDM tidak berhak mengabulkan keinginan kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) terkait pemberian insentif ini. Saat ini, permintaan KKKS ini sedang ditindaklanjuti di Ditjen Pajak.
"Mereka sedang melakukan pengisian Surat Pemberitaan Objek Pajak (SPOP) yang akan berakhir di Desember 2013 ini. Semua tergantung di sana, kita hanya bisa menunggu dari Dirjen Pajaknya," kata dia di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (17/12/2013).
Menurut dia, pengisian SPOP bermaksud mempercepat proses tindak lanjut kepastian insentif pajak bagi investor migas.
"SPOP untuk memilah milah mana saja wilayah yang dikenakan pajak, sehingga tidak terlalu memberatkan KKKS. Jadi, nanti dia yang akan periksa dan seleksi pajak mana saja yang dikenakan. Bukan kita yang urus," jelas dia.
Seperti diketahui, pengenaan PBB dianggap memberatkan KKKS yang melakukan eksplorasi di laut dalam (offshore). Direktur Eksekutif Indonesia Petroleum Associate (IPA) Sammy Hamzah sebelumnya mengatakan, PBB diterapkan di wilayah lepas pantai sehingga menghambat eksplorasi migas.
Padahal eksplorasi yang dilakukan belum tentu mendapatkan hasil, jadi dianggap tidak masuk akal jika harus membayar pajak terlebih dahulu.
(rna)