Apindo sebut BPJS justru membingungkan pengusaha
A
A
A
Sindonews.com - Hadirnya jaminan kesehatan berskala nasional yang terangkum dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) malah dianggap Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) akan membingungkan dan memberatkan pengusaha.
Ketua Bidang Pengupahan Apindo Hariyadi B Sukamdani mengatakan, mayoritas pengusaha sudah menghitung ongkos jaminan kesehatan di dalam kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan kehadiran BPJS akan membuat pengusaha kembali menalangi ongkos jaminan kesehatan para pekerjanya.
"Berat. PTKP yang di dalam iuran premi perusahaan batasnya hanya 4,7 persen. Di samping upah mnimum dan susulan juga dibebani jaminan kesehatan yang tinggi di samping jaminan pensiun nanti pada 2015," jelas Hariyadi di Gedung Permata Kuningan, Jakarta, Kamis (19/12/2013).
Dia merinci, biasanya pengusaha di sektor padat karya mengalokasikan biaya ketenagakerjaan dengan porsi 36 persen untuk antisipasi kenaikan upah, dana cadangan mencapai 10 persen, pesangon 10 persen, dan 10 persennya lagi untuk jaminan sosial seperti kesehatan.
"Berlakunya jaminan kesehatan, walaupun belum ditetapkan angkanya tapi sebelumnya kami sudah sinkron di Setkab jadi 4 persen ditanggung pengusaha dan 0,5 persen pekerja. Juli nanti yang ditanggung pekerja jadi 1 persen," lanjutnya.
Hal ini ditambah banyak perusahaan yang mendaftarkan asuransi kesehatan di luar Jamsostek yang akan menjadi BPJS Ketenagakerjaan pada 1 Januari 2015 nanti, dan Hariyadi mengaku bingung apabila perusahaan-perusahaan tersebut dipaksa masuk ke dalam BPJS Ketenagakerjaan.
"Jadi mereka seperti membayar 2 kali. Tapi Apindo akan coba mengikuti adanya dulu seperti apa sampai dengan ada kejelasan," pungkasnya.
Ketua Bidang Pengupahan Apindo Hariyadi B Sukamdani mengatakan, mayoritas pengusaha sudah menghitung ongkos jaminan kesehatan di dalam kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan kehadiran BPJS akan membuat pengusaha kembali menalangi ongkos jaminan kesehatan para pekerjanya.
"Berat. PTKP yang di dalam iuran premi perusahaan batasnya hanya 4,7 persen. Di samping upah mnimum dan susulan juga dibebani jaminan kesehatan yang tinggi di samping jaminan pensiun nanti pada 2015," jelas Hariyadi di Gedung Permata Kuningan, Jakarta, Kamis (19/12/2013).
Dia merinci, biasanya pengusaha di sektor padat karya mengalokasikan biaya ketenagakerjaan dengan porsi 36 persen untuk antisipasi kenaikan upah, dana cadangan mencapai 10 persen, pesangon 10 persen, dan 10 persennya lagi untuk jaminan sosial seperti kesehatan.
"Berlakunya jaminan kesehatan, walaupun belum ditetapkan angkanya tapi sebelumnya kami sudah sinkron di Setkab jadi 4 persen ditanggung pengusaha dan 0,5 persen pekerja. Juli nanti yang ditanggung pekerja jadi 1 persen," lanjutnya.
Hal ini ditambah banyak perusahaan yang mendaftarkan asuransi kesehatan di luar Jamsostek yang akan menjadi BPJS Ketenagakerjaan pada 1 Januari 2015 nanti, dan Hariyadi mengaku bingung apabila perusahaan-perusahaan tersebut dipaksa masuk ke dalam BPJS Ketenagakerjaan.
"Jadi mereka seperti membayar 2 kali. Tapi Apindo akan coba mengikuti adanya dulu seperti apa sampai dengan ada kejelasan," pungkasnya.
(gpr)