BI komitmen perdalam pasar keuangan
A
A
A
Sindonews.com - Tantangan ekonomi yang dihadapi Indonesia sepanjang 2013, tidaklah mudah. Tantangan tersebut, antara lain ketidakpastian mengenai kecepatan pemulihan ekonomi global yang menunjukkan pelambatan dan tidak sesuai harapan. Untuk itu, Bank Indonesia (BI) berkomitmen memperdalam pasar keuangan.
Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi global 2013 sebesar 2,94 persen atau lebih rendah dari perkiraan sebelumnya. Begitu pula lembaga internasional lain, yang memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia. International Monetary Fund (IMF) dan Consensus Forecast merevisi turun prediksi pertumbuhan ekonomi dunia masing-masing menjadi 2,90 persen dan 2,98 persen.
Selain itu, terjadi pergeseran landskap ekonomi global. Di mana ekonomi Amerika Serikat (AS) mulai menguat, ekonomi Eropa yang berpeluang lepas dari krisis, sedangkan ekonomi emerging market justru melambat. Ketidakpastian kebijakan di AS dan ketidakpastian perkembangan harga komoditas menyebabkan penurunan kinerja ekonomi Indonesia juga menambah tekanan bagi perekonomian nasional. Apalagi baru-baru ini, The Fed juga telah memberikan kepastian pengurangan stimulus moneter hingga USD 10 miliar per bulan yang akan dimulai Januari 2014.
Di sisi domestik, perekonomian kita masih dibayangi oleh defisit transaksi berjalan. Defisit transaksi berjalan telah kita alami selama 26 bulan atau delapan kuartal. Seperti diketahui, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan III 2013 masih mencatat defisit dipengaruhi penurunan surplus Transaksi Modal Finansial. Meski defisit Transaksi Berjalan menurun dipengaruhi penurunan impor non-migas dan mengecilnya defisit neraca jasa dan neraca pendapatan. Namun impor migas masih meningkat.
Berbagai tekanan tersebut menyebabkan perekonomian Indonesia berada dalam tren melambat. Pertumbuhan ekonomi triwulan III 2013 tercatat 5,6 persen (yoy), melambat dari triwulan II 2013 5,8 persen (yoy). Sementara pertumbuhan ekonomi 2013 diperkirakan hanya sekitar 5,7 persen. Angka tersebut lebih rendah dibanding capaian 2012 sebesar 6,2 persen.
Besarnya defisit transaksi berjalan tersebut dapat menekan nilai tukar rupiah yang kemudian berisiko meningkatkan inflasi, dan akhirnya menghambat kesinambungan pertumbuhan ekonomi (long term sustainable growth).
BI telah merespon berbagai tantangan yang dihadapi melalui kebijakan moneter dan makroprudensial. Selain itu penguatan koordinasi dengan Pemerintah senantiasa dilakukan guna menjawab berbagai permasalahan struktural untuk pengendalian inflasi dan penyehatan postur Neraca Pembayaran.
Respon yang dilakukan BI difokuskan pada upaya menjaga stabilitas ekonomi sehingga proses koreksi dalam jangka pendek tetap terkendali. Kebijakan diarahkan untuk memastikan inflasi tetap terkendali, nilai tukar rupiah terjaga pada kondisi fundamentalnya, serta defisit neraca transaksi berjalan dapat ditekan menuju tingkat yang sehat.
Arah kebijakan BI ditujukan untuk memperkuat bauran kebijakan BI. Antara lain menaikkan suku bunga BI Rate sebesar 175 bps menjadi 7,50 persen selama Juni-Desember 2013. Selain itu, BI juga melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah dan memperkuat kebijakan makroprudensial.
BI memperkuat kerja sama antar bank sentral dalam kebijakan moneter dan stabilitas sistem keuangan. Selain itu, BI terus melakukan koordinasi dengan Pemerintah.
BI menilai pergerakan nilai tukar rupiah pada Oktober 2013 cukup stabil dan bergerak sesuai fundamental. Secara point to point menguat sebesar 2,73 persen (mtm) menjadi Rp11.273 per USD (dolar AS).
Sementara posisi cadangan devisa pada Oktober 2013 tercatat sebesar 97,0 miliar dolar AS atau setara dengan 5,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Selain itu, kondisi perekenomian dilihat dari indikator inflasi juga dinilai menunjukkan perbaikan. Inflasi masih berada dalam tren menurun. BI mencatat pada November, inflasi mencapai 0,12 persen (month to month/mtm) atau 8,37 persen (yoy). Inflasi yang rendah dipengaruhi masih berlanjutnya deflasi di kelompok volatile food, yakni deflasi 0,57 persen (mtm) pada November 2013, akibat koreksi harga cabai terutama di Jawa dan Kawasan Timur Indonesia (KTI), serta penurunan harga daging ayam ras di hampir seluruh wilayah Indonesia.
Inflasi inti November 2013 juga melambat menjadi 0,20 persen (mtm), dari bulan sebelumnya sebesar 0,34 persen (mtm). BI memperkirakan inflasi 2013 akan di bawah 9 persen dan menurun pada kisaran target 4,5±1 persen pada 2014. Stabilitas sistem keuangan juga dinilai tetap terjaga dengan dukungan ketahanan industri perbankan yang tetap solid. [Ria Martati/Info]
Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi global 2013 sebesar 2,94 persen atau lebih rendah dari perkiraan sebelumnya. Begitu pula lembaga internasional lain, yang memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia. International Monetary Fund (IMF) dan Consensus Forecast merevisi turun prediksi pertumbuhan ekonomi dunia masing-masing menjadi 2,90 persen dan 2,98 persen.
Selain itu, terjadi pergeseran landskap ekonomi global. Di mana ekonomi Amerika Serikat (AS) mulai menguat, ekonomi Eropa yang berpeluang lepas dari krisis, sedangkan ekonomi emerging market justru melambat. Ketidakpastian kebijakan di AS dan ketidakpastian perkembangan harga komoditas menyebabkan penurunan kinerja ekonomi Indonesia juga menambah tekanan bagi perekonomian nasional. Apalagi baru-baru ini, The Fed juga telah memberikan kepastian pengurangan stimulus moneter hingga USD 10 miliar per bulan yang akan dimulai Januari 2014.
Di sisi domestik, perekonomian kita masih dibayangi oleh defisit transaksi berjalan. Defisit transaksi berjalan telah kita alami selama 26 bulan atau delapan kuartal. Seperti diketahui, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan III 2013 masih mencatat defisit dipengaruhi penurunan surplus Transaksi Modal Finansial. Meski defisit Transaksi Berjalan menurun dipengaruhi penurunan impor non-migas dan mengecilnya defisit neraca jasa dan neraca pendapatan. Namun impor migas masih meningkat.
Berbagai tekanan tersebut menyebabkan perekonomian Indonesia berada dalam tren melambat. Pertumbuhan ekonomi triwulan III 2013 tercatat 5,6 persen (yoy), melambat dari triwulan II 2013 5,8 persen (yoy). Sementara pertumbuhan ekonomi 2013 diperkirakan hanya sekitar 5,7 persen. Angka tersebut lebih rendah dibanding capaian 2012 sebesar 6,2 persen.
Besarnya defisit transaksi berjalan tersebut dapat menekan nilai tukar rupiah yang kemudian berisiko meningkatkan inflasi, dan akhirnya menghambat kesinambungan pertumbuhan ekonomi (long term sustainable growth).
BI telah merespon berbagai tantangan yang dihadapi melalui kebijakan moneter dan makroprudensial. Selain itu penguatan koordinasi dengan Pemerintah senantiasa dilakukan guna menjawab berbagai permasalahan struktural untuk pengendalian inflasi dan penyehatan postur Neraca Pembayaran.
Respon yang dilakukan BI difokuskan pada upaya menjaga stabilitas ekonomi sehingga proses koreksi dalam jangka pendek tetap terkendali. Kebijakan diarahkan untuk memastikan inflasi tetap terkendali, nilai tukar rupiah terjaga pada kondisi fundamentalnya, serta defisit neraca transaksi berjalan dapat ditekan menuju tingkat yang sehat.
Arah kebijakan BI ditujukan untuk memperkuat bauran kebijakan BI. Antara lain menaikkan suku bunga BI Rate sebesar 175 bps menjadi 7,50 persen selama Juni-Desember 2013. Selain itu, BI juga melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah dan memperkuat kebijakan makroprudensial.
BI memperkuat kerja sama antar bank sentral dalam kebijakan moneter dan stabilitas sistem keuangan. Selain itu, BI terus melakukan koordinasi dengan Pemerintah.
BI menilai pergerakan nilai tukar rupiah pada Oktober 2013 cukup stabil dan bergerak sesuai fundamental. Secara point to point menguat sebesar 2,73 persen (mtm) menjadi Rp11.273 per USD (dolar AS).
Sementara posisi cadangan devisa pada Oktober 2013 tercatat sebesar 97,0 miliar dolar AS atau setara dengan 5,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Selain itu, kondisi perekenomian dilihat dari indikator inflasi juga dinilai menunjukkan perbaikan. Inflasi masih berada dalam tren menurun. BI mencatat pada November, inflasi mencapai 0,12 persen (month to month/mtm) atau 8,37 persen (yoy). Inflasi yang rendah dipengaruhi masih berlanjutnya deflasi di kelompok volatile food, yakni deflasi 0,57 persen (mtm) pada November 2013, akibat koreksi harga cabai terutama di Jawa dan Kawasan Timur Indonesia (KTI), serta penurunan harga daging ayam ras di hampir seluruh wilayah Indonesia.
Inflasi inti November 2013 juga melambat menjadi 0,20 persen (mtm), dari bulan sebelumnya sebesar 0,34 persen (mtm). BI memperkirakan inflasi 2013 akan di bawah 9 persen dan menurun pada kisaran target 4,5±1 persen pada 2014. Stabilitas sistem keuangan juga dinilai tetap terjaga dengan dukungan ketahanan industri perbankan yang tetap solid. [Ria Martati/Info]
(dmd)