BI gelar kompetisi Bertarung Inovasi Sambal Anak Negeri
A
A
A
TERDAPAT kebiasaan di masyarakat kita, kalau makan nasi tidak ditemani sambal rasanya ada yang kurang. Sambalpun harus dibuat dari cabai segar agar cita rasanya “lebih mantap”. Begitu kira-kira gambaran masyarakat penyuka sambal di tanah air.
Gambaran tersebut rasanya tidak berlebihan. Berbagai jenis sambal ada di bumi nusantara dengan bermacam-macam sebutannya, mulai dari sambal balado, sambal roa, sambal bajak, sambal oncom, sambal kenari, sambal terasi, sambal cabai ijo, sambal tempe, dan lainnya, dari tingkat kepedasan yang biasa, hingga sangat pedas. Sambal-sambal ini dijual di warung-warung, kedai, toko, swalayan, rumah makan mulai dari kaki lima hingga restoran besar.
Menilik bahan dasar dari seluruh sambal tersebut adalah cabai, pernahkan kita berpikir untuk mengurangi konsumsi sambal di saat pasokan cabai sedang berkurang, atau bila petani cabai sedang gagal panen, atau waktu harga cabai meroket? Dapat dipastikan sebagian dari kita menjawab “tidak pernah”. Kebiasaan konsumsi yang besar, termasuk pada saat harga cabai melonjak karena berkurangnya pasokan cabai segar, menyebabkan cabai menjadi salah satu komoditas yang harganya berfluktuasi sehingga berkontribusi signifikan terhadap angka inflasi.
Berlatar belakang hal-hal tersebut, Bank Indonesia (BI) menyelenggarakan kompetisi nasional “Bertarung Inovasi Sambal Anak Negeri” bekerja sama dengan Kementerian Pertanian, Kementerian Koperasi dan UKM, serta Carrefour. Bank Indonesia menggagas kompetisi sambal nasional ini dalam upaya mengajak masyarakat menggeser kebiasaan mengkonsumsi cabai segar menjadi cabai olahan, sehingga mengurangi ketergantungan terhadap pasokan cabai segar.
Pada akhirnya, pergeseran kebiasaan ini akan mendukung tugas BI dalam upaya pengendalian inflasi. Di samping itu, melalui kompetisi ini Bank Indonesia juga turut mendorong gerakan kewirausahaan nasional generasi muda yang bertumpu pada inovasi.
"Kompetisi Sambal Anak Negeri" yang berlangsung 20 September hingga 20 November 2013, ternyata mendapat respon yang sangat positif dari kalangan masyarakat. Begitu kompetisi, panitia langsung kebanjiran peminat dari kalangan pengusaha-pengusaha sambal. Sampai dengan batas akhir pendaftaran, yaitu 16 Oktober 2013 (cap pos), 108 pengusaha sambal mendaftarkan diri untuk mengikuti kompetisi.
Melalui seleksi administrasi dan seleksi produk, terpilih 20 finalis yang dinyatakan lulus dari segi rasa, teknologi, maupun kemasan. Mereka kemudian dibekali dengan pelatihan kewirausahaan selama 1 minggu. Dalam pelatihan ini finalis dibekali dengan ilmu mengenai perencanaan keuangan, kreativitas dunia usaha, peluang pasar, inovasi, kebersihan mutu dll. Finalis diharapkan dapat meningkatkan motivasi dan mengembangkan bisnisnya, hingga menjadi entrepreneur yang siap memasuki pasar modern.
Setelah beradu model bisnis di hadapan juri, terpilih 3 (tiga) peserta terbaik. Mereka adalah Dewi Amalia (Sambal Goreng Jeng Dewi – Garut), Yohanes Lahidin (Sambal Roa Jago – Bandung) dan Yohannes Kurnian (Sambel Emak Ti – Surabaya). Selain berpeluang menjadi mitra pasar modern, pemenang mendapatkan hadiah dengan total nilai sebesar Rp50 juta. Penganugerahan pemenang tersebut telah dilaksanakan pada 20 November 2013 saat pembukaan Global Entrepreneurship Week (GEW) 2013 di Bank Indonesia.
Kompetisi “Bertarung Inovasi Sambal Anak Negeri” ini diharapkan dapat membantu menyebarluaskan budaya masyarakat untuk mengkonsumsi sambal olahan, sehingga semakin banyak masyarakat yang tidak tergantung dengan cabai segar. Dengan demikian, persoalan inflasi yang disebabkan oleh komoditas “pedas” ini akan menjadi lebih terkendali. Wirausaha muda Indonesia pun akan menjadi wirausaha kompeten dan mampu menembus pasar global.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo melihat sambal
olahan peserta "Kompetisi Sambal Anak Negeri".
Gambaran tersebut rasanya tidak berlebihan. Berbagai jenis sambal ada di bumi nusantara dengan bermacam-macam sebutannya, mulai dari sambal balado, sambal roa, sambal bajak, sambal oncom, sambal kenari, sambal terasi, sambal cabai ijo, sambal tempe, dan lainnya, dari tingkat kepedasan yang biasa, hingga sangat pedas. Sambal-sambal ini dijual di warung-warung, kedai, toko, swalayan, rumah makan mulai dari kaki lima hingga restoran besar.
Menilik bahan dasar dari seluruh sambal tersebut adalah cabai, pernahkan kita berpikir untuk mengurangi konsumsi sambal di saat pasokan cabai sedang berkurang, atau bila petani cabai sedang gagal panen, atau waktu harga cabai meroket? Dapat dipastikan sebagian dari kita menjawab “tidak pernah”. Kebiasaan konsumsi yang besar, termasuk pada saat harga cabai melonjak karena berkurangnya pasokan cabai segar, menyebabkan cabai menjadi salah satu komoditas yang harganya berfluktuasi sehingga berkontribusi signifikan terhadap angka inflasi.
Berlatar belakang hal-hal tersebut, Bank Indonesia (BI) menyelenggarakan kompetisi nasional “Bertarung Inovasi Sambal Anak Negeri” bekerja sama dengan Kementerian Pertanian, Kementerian Koperasi dan UKM, serta Carrefour. Bank Indonesia menggagas kompetisi sambal nasional ini dalam upaya mengajak masyarakat menggeser kebiasaan mengkonsumsi cabai segar menjadi cabai olahan, sehingga mengurangi ketergantungan terhadap pasokan cabai segar.
Pada akhirnya, pergeseran kebiasaan ini akan mendukung tugas BI dalam upaya pengendalian inflasi. Di samping itu, melalui kompetisi ini Bank Indonesia juga turut mendorong gerakan kewirausahaan nasional generasi muda yang bertumpu pada inovasi.
"Kompetisi Sambal Anak Negeri" yang berlangsung 20 September hingga 20 November 2013, ternyata mendapat respon yang sangat positif dari kalangan masyarakat. Begitu kompetisi, panitia langsung kebanjiran peminat dari kalangan pengusaha-pengusaha sambal. Sampai dengan batas akhir pendaftaran, yaitu 16 Oktober 2013 (cap pos), 108 pengusaha sambal mendaftarkan diri untuk mengikuti kompetisi.
Melalui seleksi administrasi dan seleksi produk, terpilih 20 finalis yang dinyatakan lulus dari segi rasa, teknologi, maupun kemasan. Mereka kemudian dibekali dengan pelatihan kewirausahaan selama 1 minggu. Dalam pelatihan ini finalis dibekali dengan ilmu mengenai perencanaan keuangan, kreativitas dunia usaha, peluang pasar, inovasi, kebersihan mutu dll. Finalis diharapkan dapat meningkatkan motivasi dan mengembangkan bisnisnya, hingga menjadi entrepreneur yang siap memasuki pasar modern.
Setelah beradu model bisnis di hadapan juri, terpilih 3 (tiga) peserta terbaik. Mereka adalah Dewi Amalia (Sambal Goreng Jeng Dewi – Garut), Yohanes Lahidin (Sambal Roa Jago – Bandung) dan Yohannes Kurnian (Sambel Emak Ti – Surabaya). Selain berpeluang menjadi mitra pasar modern, pemenang mendapatkan hadiah dengan total nilai sebesar Rp50 juta. Penganugerahan pemenang tersebut telah dilaksanakan pada 20 November 2013 saat pembukaan Global Entrepreneurship Week (GEW) 2013 di Bank Indonesia.
Kompetisi “Bertarung Inovasi Sambal Anak Negeri” ini diharapkan dapat membantu menyebarluaskan budaya masyarakat untuk mengkonsumsi sambal olahan, sehingga semakin banyak masyarakat yang tidak tergantung dengan cabai segar. Dengan demikian, persoalan inflasi yang disebabkan oleh komoditas “pedas” ini akan menjadi lebih terkendali. Wirausaha muda Indonesia pun akan menjadi wirausaha kompeten dan mampu menembus pasar global.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo melihat sambal
olahan peserta "Kompetisi Sambal Anak Negeri".
(dmd)