Pertaruhan inflasi di tahun politik

Jum'at, 27 Desember 2013 - 20:27 WIB
Pertaruhan inflasi di tahun politik
Pertaruhan inflasi di tahun politik
A A A
BERBAGAI langkah dilakukan pemerintah dalam menghadapi tahun penuh tantangan 2014. Pemerintah telah menyiapkan strategi khusus agar perkonomian Indonesia mampu bertahan di tengah gejolak ekonomi global. Termasuk rencana penarikan dana likuiditas yang dilakukan Bank Sentral AS (The Fed) atau yang biasa disebut tapering off pada awal Januari.

Untuk menghadapi tahun politik, pemerintah harus putar otak dan beberapa kali lembur membicarakan berbagai rancangan ekonomi. Alhasil, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI akhirnya menyetujui Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2014 untuk menjadi Undang-Undang (UU) APBN 2014 melalui Sidang Paripurna pada 25 Oktober 2013.

Salah satu asumsi makro yang disepakati pemerintah dan DPR adalah inflasi 2014 maksimal 5,5 persen atau lebih tinggi dari pengajuan pada RUU APBN sebesar 4,5 persen.

Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) pun cukup agresif untuk menekan laju inflasi, salah satunya dengan menaikkan suku bunga BI (BI Rate) hingga 7,25 persen pada September.

Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara mengatakan, dengan BI Rate sebesar 7,25 persen ditambah tingkat suku bunga Fasilitas Simpanan Bank Indonesia (Fasbi Rate) sebesar 4,75 persen diyakini dapat menghadapi inflasi 2014.

Tingginya angka dua suku bunga tersebut dibandingkan perkiraan inflasi tahun depan sebesar 4,5 ±1 persen sudah cukup untuk meredam perkiraan inflasi.

"Jadi kalau ditanya suku bunga naik lagi itu wilayah BI. Tapi, secara umum BI Rate sudah naik 150 basis menjadi 7,25 persen ditambah fasbi itu sudah dapat cover inflasi tahun depan," jelas Mirza.

Berbicara inflasi, sepertinya tidak akan pernah habis. Tingkat kenaikan harga konsumen itu akan selalu berubah setiap bulan. Apalagi, banyak faktor yang memengaruhi perjalanan inflasi setiap waktu. Misalnya, inflasi 2013 setiap bulan selalu naik. Bahkan, hampir mencapai angka tinggi, mendekati angka 9 persen.

Jika ditengok ke belakang, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi bulanan pada Januari 2013 mencapai 1,03 persen. Sementara secara tahunan, inflasi Januari tercatat sebesar 4,57 persen.

Pada Februari 2013, BPS secara umum mencatat adanya kenaikan perkembangan harga berbagai komoditas dengan laju inflasi sebesar 0,75 persen atau tertinggi sepanjang 10 tahun terakhir. Lalu, pada Maret 2013, BPS melaporkan angka inflasi pada Maret 2013 berada di level 0,63 persen atau lebih rendah dari inflasi Februari 2013, yang berada di angka 0,75 persen.

Inflasi pun terhenti pada April, di mana pada bulan tersebut BPS mencatat deflasi selama April 2013 sebesar 0,1 persen. Terjadinya deflasi ini banyak dipengaruhi oleh panen raya beras dan gabah yang menyebabkan penurunan harga. Sepertinya, deflasi yang terjadi pada April masih berlanjut hingga Mei 2013 sebesar 0,03 persen, terutama ditunjang harga bawang putih, bawang merah dan emas yang turun.

Namun, pada Juni 2013 BPS kembali mengumumkan bahwa pada bulan ini terjadi inflasi cukup signifikan dibanding sebelumnya. "Inflasi Juni 2013 sebesar 1,03 persen. Inflasi tahun kalender 3,35 persen dan yoy (Juni 2012 berbanding Juni 2013) adalah sebesar 5,90 persen," kata Kepala BPS, Suryamin di kantornya, Jakarta, Senin (1/7/2013).

Kemudian, BPS mencatat adanya kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Juli 2013 sebesar 1,03 persen dibanding bulan sebelumnya atau dapat disebutkan mengalami inflasi 3,29 persen. Suryamin menjelaskan, inflasi tahun kalender berada pada kisaran 6,75 persen dan inflasi secara year on year (yoy) berada di angka 8,61 persen.

Di tengah bayang-bayang gejolak ekonomi nasional, yakni anjloknya rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), ternyata inflasi Agustus 2013 sebesar 1,12 persen, turun dari bulan sebelumnya 3,29 persen.

Pada September 2013, terjadi deflasi hingga 0,37 persen, yang meliputi 66 kota besar, di mana Sorong mencatat deflasi tertinggi sekitar 4,28 persen dan terendah sebesar 0,02 persen dicetak Surabaya.

Sementara, pada Oktober 2013 BPS kembali terjadi inflasi sebesar 0,09 persen (month to month), relatif rendah bila dibandingkan periode yang sama tahun-tahun sebelumnya. Kemudian, inflasi November 2013 sebesar 0,12 persen atau inflasi tahun kalender sebesar 7,79 persen.

Selain itu, inflasi secara year on year pada November tahun ini sebesar 8,37 persen, inflasi komponen inti sebesar 0,2 persen, dan inflasi inti secara year on year sebesar 4,8 persen.

Banyak faktor yang menyebabkan tingginya inflasi 2013. Yaitu, kenaikan harga beberapa komoditas seperti bawang merah, bawang putih, harga emas, maupun harga daging sapi. Termasuk, langkah pemerintah yang menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM)

Bank Indonesia (BI) memproyeksikan bahwa inflasi tahun ini bisa berada di bawah 9 persen pasca kenaikan BBM. Sementara pemerintah memprediksi bahwa inflasi tahun ini sekitar 8,5 persen. Itu karena mulai meredanya inflasi beberapa bulan terakhir.

Lalu, apakah perkiraan inflasi 2014 akan lebih tinggi atau justru menurun? Banyak pihak yang memprediksi inflasi di tahun politik akan turun menjadi 5,5 persen sesuai target pemerintah. Hal ini mengingat inflasi dalam beberapa bulan terakhir cukup stabil.

"Namun, asumsi ini dalam situasi BBM (Bahan Bakar Minyak) tidak dinaikkan," kata Analis First Asia Capital, David Sutyanto di Jakarta, Kamis (12/12/2013).

Di sisi lain, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa menyoroti rencana kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) hingga menyentuh 64 persen pada beberapa industri. Menurutnya, ini akan memberatkan.

Hatta menyarankan apabila masih membebani mayoritas industri dan belum menjadi kesepakatan bersama dengan Komisi VII DPR, kenaikan tersebut tidak perlu dipaksakan.

"Saya mau tanya dulu apakah ini sudah jadi keputusan dengan Komisi VII? Kalau tidak kuat kenapa harus dipaksakan," ujar Hatta di kantornya, Jakarta, Rabu (18/12/2013).

Dia mengaku, kenaikan TDL tersebut dapat berpengaruh kepada angka inflasi 2014, dan secara khusus dia juga meminta apabila dimungkinkan kenaikan TDL harus dilakukan secara bertahap.

"Saya berharap kenaikannya bisa di spread, karena pemerintah concern terhadap inflasi yang ditimbulkan akibat naiknya TDL ini," pungkas Hatta.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5687 seconds (0.1#10.140)