Kemenpera bangun 400 rusunawa pondok pesantren
A
A
A
Sindonews.com - Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) pada tahun ini telah menyiapkan anggaran sebesar Rp4,6 triliun untuk pembangunan sekitar 400 rumah susun sewa (rusunawa) sejumlah pondok pesantren (ponpes) di Indonesia.
Menteri Perumahan Rakyat, Djan Faridz menjelaskan pondok pesantren merupakan sarana pendidikan tertua di Indonesia. Sayangnya masih banyak pondokan para santri itu kondisinya mengenaskan. Karena itulah pondok pesantren menjadi perhatian khusus kementeriannya untuk diperbaiki menjadi lebih layak huni dan bagus.
“Pendidikan pondok pesantren sudah ada sejak jaman penjajahan. Saat ini kita punya 27 ribu ponpes di seluruh indonesia. Kondisi asramanya jauh dari layak huni,” kata Djan dalam rilisnya di Jakarta, Senin (6/1/2014).
Djan mengaku telah berkeliling Indonesia untuk melihat kondisi pesantren dari dekat. Saat baru ditunjuk sebagai menteri, dia langsung turun ke ponpes-ponpes di seluruh pelosok daerah.
“Ternyata kondisinya masih banyak yang memprihatinkan. Kamar tidurnya sempit, ruangan kecil diisi banyak santri. Mereka tidur umpel-umpelan. Bayangkan, ukuran 3 x 4 meter persegi diisi 20 santri,” papar Djan.
Anggaran untuk perbaikan pondok pesantren pun sangat minim. Sebelum jadi menteri perumahan, lanjut Djan, anggaran setahun hanya cukup untuk perbaikan delapan pondok pesantren. Djan pun berusaha meyakinkan Presiden SBY bahwa pendidikan pesantren harus mendapat perhatian ekstra.
Sejak 2012, anggaran bantuan pembangunan pondok pesantren berupa rusunawa yang semula hanya cukup untuk delapan ponpes, melesat menjadi 300 pembangunan rusunawa pesantren. Yang semula anggarannya hanya Rp900 miliar di 2011, di 2014 mencapai Rp4,6 triliun. “Insya Allah di 2014 bertambah menjadi 400 pesantren,” ujar Djan.
Sindonews.com - Warga Rumah Susun (Rusun) di kawasan Bidara Cina, Jatinegara, Jakarta mengharapkan agar penerapan penggunaan gas bumi bagi rumah tangga dapat disebarluaskan ke wilayah lainnya.
Teguh Jatmiko, seorang warga Rusun mengatakan, dirinya bersama warga lainnya telah menggunakan gas bumi yang dikelola PT Perusahaan Gas Negara (PGN) sejak berdirinya rusun ini di tahun 1996 lalu.
Dipilihnya gas bumi sebagai sumber bahan bakar rumah tangga, kata Jatmiko dikarenakan selain biayanya yang murah dan keamanannya yang relatif baik.
"Sebulan itu kita hanya bayar Rp26.250 per 10 kubik gas. 10 kubik itu untuk satu bulan sudah lebih dari cukup, jadi sangat murah. Ini juga aman, karena kalau ada bau-bau gas, petugasnya penanganannya cepat. Dari 1996 sampe sekarang belom pernah saya dengar ada yang meledak," terang dia kepada Sindonews, Senin (6/1/2014).
Selain penggunaannya yang relatif mudah, mekanisme pembayarannya pun tergolong sederhana sehingga tidak membebani penggunanya. "Kita cukup bayar bulanan saja seperti bayar listrik. Bisa bayar langsung bisa transfer. Jadi kan gak perlu bawa-bawa tabung gas," kata dia.
Dikatakannya pula, hal serupa ada baiknya bisa dirasakan masyarakat lainnya di berbagai belahan wilayah lainnya di tanah air.
"Gak usah jauh-jauh, pemukiman yang di sebelah rusun ini kan belum menggunakan gas bumi seperti kami, jadi masih menggunakan tabung. Itu sering kali susah dapet gas ada yang karena tabungnya gak ada, ada yang keabisan. Kalau pake gas bumu ini kan, warga gak perlu beli tabung gas, bulanannya murah lagi, cuma Rp26.250," pungkasnya.
Menteri Perumahan Rakyat, Djan Faridz menjelaskan pondok pesantren merupakan sarana pendidikan tertua di Indonesia. Sayangnya masih banyak pondokan para santri itu kondisinya mengenaskan. Karena itulah pondok pesantren menjadi perhatian khusus kementeriannya untuk diperbaiki menjadi lebih layak huni dan bagus.
“Pendidikan pondok pesantren sudah ada sejak jaman penjajahan. Saat ini kita punya 27 ribu ponpes di seluruh indonesia. Kondisi asramanya jauh dari layak huni,” kata Djan dalam rilisnya di Jakarta, Senin (6/1/2014).
Djan mengaku telah berkeliling Indonesia untuk melihat kondisi pesantren dari dekat. Saat baru ditunjuk sebagai menteri, dia langsung turun ke ponpes-ponpes di seluruh pelosok daerah.
“Ternyata kondisinya masih banyak yang memprihatinkan. Kamar tidurnya sempit, ruangan kecil diisi banyak santri. Mereka tidur umpel-umpelan. Bayangkan, ukuran 3 x 4 meter persegi diisi 20 santri,” papar Djan.
Anggaran untuk perbaikan pondok pesantren pun sangat minim. Sebelum jadi menteri perumahan, lanjut Djan, anggaran setahun hanya cukup untuk perbaikan delapan pondok pesantren. Djan pun berusaha meyakinkan Presiden SBY bahwa pendidikan pesantren harus mendapat perhatian ekstra.
Sejak 2012, anggaran bantuan pembangunan pondok pesantren berupa rusunawa yang semula hanya cukup untuk delapan ponpes, melesat menjadi 300 pembangunan rusunawa pesantren. Yang semula anggarannya hanya Rp900 miliar di 2011, di 2014 mencapai Rp4,6 triliun. “Insya Allah di 2014 bertambah menjadi 400 pesantren,” ujar Djan.
Sindonews.com - Warga Rumah Susun (Rusun) di kawasan Bidara Cina, Jatinegara, Jakarta mengharapkan agar penerapan penggunaan gas bumi bagi rumah tangga dapat disebarluaskan ke wilayah lainnya.
Teguh Jatmiko, seorang warga Rusun mengatakan, dirinya bersama warga lainnya telah menggunakan gas bumi yang dikelola PT Perusahaan Gas Negara (PGN) sejak berdirinya rusun ini di tahun 1996 lalu.
Dipilihnya gas bumi sebagai sumber bahan bakar rumah tangga, kata Jatmiko dikarenakan selain biayanya yang murah dan keamanannya yang relatif baik.
"Sebulan itu kita hanya bayar Rp26.250 per 10 kubik gas. 10 kubik itu untuk satu bulan sudah lebih dari cukup, jadi sangat murah. Ini juga aman, karena kalau ada bau-bau gas, petugasnya penanganannya cepat. Dari 1996 sampe sekarang belom pernah saya dengar ada yang meledak," terang dia kepada Sindonews, Senin (6/1/2014).
Selain penggunaannya yang relatif mudah, mekanisme pembayarannya pun tergolong sederhana sehingga tidak membebani penggunanya. "Kita cukup bayar bulanan saja seperti bayar listrik. Bisa bayar langsung bisa transfer. Jadi kan gak perlu bawa-bawa tabung gas," kata dia.
Dikatakannya pula, hal serupa ada baiknya bisa dirasakan masyarakat lainnya di berbagai belahan wilayah lainnya di tanah air.
"Gak usah jauh-jauh, pemukiman yang di sebelah rusun ini kan belum menggunakan gas bumi seperti kami, jadi masih menggunakan tabung. Itu sering kali susah dapet gas ada yang karena tabungnya gak ada, ada yang keabisan. Kalau pake gas bumu ini kan, warga gak perlu beli tabung gas, bulanannya murah lagi, cuma Rp26.250," pungkasnya.
(gpr)