Harga minyak di Asia rebound dari posisi terendah
A
A
A
Sindonews.com - Harga minyak mentah di perdagangan Asia hari ini kembali bangkit dari posisi terendah dalam 8 bulan, karena bargain hunting dan kekhawatiran konflik di Sudan Selatan meningkat.
Kontrak utama New York, minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Februari, melonjak 74 sen menjadi USD92,40 per barel pada perdagangan pertengahan pagi. Sementara minyak mentah Brent North untuk Februari, naik 29 sen menjadi USD106,68 per barel.
Harga WTI beralih ke tingkat terendah sejak 1 Mei 2013, pada Kamis (9/1/2014), terbebani tingginya minyak mentah dan stok produk AS yang menunjukkan pasokan melebihi permintaan, sehingga memberikan kesempatan bagi investor berburu barang murah.
Dilansir dari Channel News Asia, Jumat (10/1/2014), Sanjeev Gupta, kepala praktik minyak dan gas Asia-Pasifik di perusahaan konsultan Ernst and Young (E&Y) mengatakan, tingginya persediaan AS terus menekan harga yang lebih rendah.
Data yang dirilis IEA, Rabu (8/1/2014) menunjukkan, bahwa persediaan minyak mentah mingguan AS turun sebesar 2,7 juta barel, melampaui prediksi analis, namun stok bensin meningkat.
Investor juga memantau perkembangan penghasil minyak Sudan Selatan setelah pembicaraan perdamaian pemerintah dengan pemberontak mengalami kebuntuan. Produksi minyak Sudan turun sekitar seperlima karena pertempuran, merampas sumber utama mata uang asing negara miskin tersebut.
Michael McCarthy, kepala strategi pasar CMC Market, Sydney menyebutkan, meningkatnya konflik mungkin tidak berpengaruh signifikan terhadap harga minyak di pasar global. "Tapi, itu berpotensi mengganggu pasokan minyak," tandasnya.
Kontrak utama New York, minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Februari, melonjak 74 sen menjadi USD92,40 per barel pada perdagangan pertengahan pagi. Sementara minyak mentah Brent North untuk Februari, naik 29 sen menjadi USD106,68 per barel.
Harga WTI beralih ke tingkat terendah sejak 1 Mei 2013, pada Kamis (9/1/2014), terbebani tingginya minyak mentah dan stok produk AS yang menunjukkan pasokan melebihi permintaan, sehingga memberikan kesempatan bagi investor berburu barang murah.
Dilansir dari Channel News Asia, Jumat (10/1/2014), Sanjeev Gupta, kepala praktik minyak dan gas Asia-Pasifik di perusahaan konsultan Ernst and Young (E&Y) mengatakan, tingginya persediaan AS terus menekan harga yang lebih rendah.
Data yang dirilis IEA, Rabu (8/1/2014) menunjukkan, bahwa persediaan minyak mentah mingguan AS turun sebesar 2,7 juta barel, melampaui prediksi analis, namun stok bensin meningkat.
Investor juga memantau perkembangan penghasil minyak Sudan Selatan setelah pembicaraan perdamaian pemerintah dengan pemberontak mengalami kebuntuan. Produksi minyak Sudan turun sekitar seperlima karena pertempuran, merampas sumber utama mata uang asing negara miskin tersebut.
Michael McCarthy, kepala strategi pasar CMC Market, Sydney menyebutkan, meningkatnya konflik mungkin tidak berpengaruh signifikan terhadap harga minyak di pasar global. "Tapi, itu berpotensi mengganggu pasokan minyak," tandasnya.
(dmd)