PGN: Pemilik saham minoritas jadi penentu
A
A
A
Sindonews.com - PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) mengklaim bahwa pemilik saham minoritas sebagai penentu kebijakan akuisisi PGN oleh PT Pertagas, anak perusahaan PT Pertamina (Persero).
"Pemilik saham tidak memiliki hak suara, tapi justru pemilik saham minoritas yang memutuskan. Kalau dari rapat umum pemegang saham (RUPS), pemegang saham minoritas memutuskan tidak mau merger maka tidak akan dilakukan," kata juru bicara PGN Ridha Ababil di Jakarta, Selasa (21/1/2014).
Seperti diketahui, saat ini kepemilikan saham perusahaan yang memiliki kode emiten PGAS ini terdiri dari 57 persen pemerintah dan sisanya sebesar 43 persen dimiliki publik. Sementara saham milik publik terbagi menjadi milik Jamsostek, Dana Pensiun Pertamina dan publik.
Dengan demikian, dipastikan pemilik saham mayoritas tidak mempunyai hak suara. Namun, lanjut dia, jika pemegang saham minoritas memutuskan melakukan akuisisi dengan Pertagas, maka masih ada sejumlah persyaratan lain, yaitu harus meminta persetujuan dari Menteri BUMN Dahlan Iskan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik, Menteri Perekonomian Hatta Radjasa dan DPR.
"Banyak proses yang harus dilalui karena (akuisisi) ini masih jauh dari kata sepakat. Kalau pemegang saham minoritas ini setuju merger, paling tidak membutuhkan waktu yang cukup lama untuk disetujui oleh pihak-pihak terkait," tutur dia.
Menurut Ridha, mekanisme akuisisi juga harus menggunakan pihak ketiga sebagai lembaga independen yang ditunjuk untuk melakukan kajian. Penunjukan pihak ketiga ini juga harus disetujui oleh ke dua belah pihak.
Hingga kini, imbuh Ridha, pembahasan akuisisi PGN oleh Pertamina masih dalam tahap pembahasan di tingkat Kementerian BUMN sebagai pemegang saham mayoritas dan belum sampai ke Kementerian Perekonomian, ESDM dan DPR.
"Pak Dahlan (Menteri BUMN) masih menjelaskan rencana seperti apa dengan koordinasi kedua pihak. Namun, yang jelas ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu kepemilikan aset PGN lebih besar dari Pertagas, kemudian PGN menganut sistem transparansi manajemen dan PGN lebih berpengalaman mengelola sektor gas," pungkas dia.
"Pemilik saham tidak memiliki hak suara, tapi justru pemilik saham minoritas yang memutuskan. Kalau dari rapat umum pemegang saham (RUPS), pemegang saham minoritas memutuskan tidak mau merger maka tidak akan dilakukan," kata juru bicara PGN Ridha Ababil di Jakarta, Selasa (21/1/2014).
Seperti diketahui, saat ini kepemilikan saham perusahaan yang memiliki kode emiten PGAS ini terdiri dari 57 persen pemerintah dan sisanya sebesar 43 persen dimiliki publik. Sementara saham milik publik terbagi menjadi milik Jamsostek, Dana Pensiun Pertamina dan publik.
Dengan demikian, dipastikan pemilik saham mayoritas tidak mempunyai hak suara. Namun, lanjut dia, jika pemegang saham minoritas memutuskan melakukan akuisisi dengan Pertagas, maka masih ada sejumlah persyaratan lain, yaitu harus meminta persetujuan dari Menteri BUMN Dahlan Iskan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik, Menteri Perekonomian Hatta Radjasa dan DPR.
"Banyak proses yang harus dilalui karena (akuisisi) ini masih jauh dari kata sepakat. Kalau pemegang saham minoritas ini setuju merger, paling tidak membutuhkan waktu yang cukup lama untuk disetujui oleh pihak-pihak terkait," tutur dia.
Menurut Ridha, mekanisme akuisisi juga harus menggunakan pihak ketiga sebagai lembaga independen yang ditunjuk untuk melakukan kajian. Penunjukan pihak ketiga ini juga harus disetujui oleh ke dua belah pihak.
Hingga kini, imbuh Ridha, pembahasan akuisisi PGN oleh Pertamina masih dalam tahap pembahasan di tingkat Kementerian BUMN sebagai pemegang saham mayoritas dan belum sampai ke Kementerian Perekonomian, ESDM dan DPR.
"Pak Dahlan (Menteri BUMN) masih menjelaskan rencana seperti apa dengan koordinasi kedua pihak. Namun, yang jelas ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu kepemilikan aset PGN lebih besar dari Pertagas, kemudian PGN menganut sistem transparansi manajemen dan PGN lebih berpengalaman mengelola sektor gas," pungkas dia.
(rna)