Pengamat: Wajar pertanian jadi leading NPL di Sulsel

Selasa, 21 Januari 2014 - 14:41 WIB
Pengamat: Wajar pertanian...
Pengamat: Wajar pertanian jadi leading NPL di Sulsel
A A A
Sindonews.com - Pengamat Ekonomi bidang Manajemen Keuangan dan Perbankan dari Universitas Hasanuddin, Mursalim Nohong menganggap wajar jika pertanian menjadi leading dalam potensi kredit bermasalah.

Sebab, bidang ini banyak bergantung pada faktor cuaca sehingga sangat rentan. Karena itu, untuk mengantisipasi kondisi tersebut, perbankan harus menggenjot sektor-sektor penyaluran kredit yang lain, seperti sektor industri.

Selain itu, perbankan juga tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian. "Di awal tahun prediksi kemungkinan NPL lebih besar lagi. Cuaca sedang ekstrim. Tapi tentu kita tetap berharap bank jangan sampai tidak melirik lagi sektor pertanian, karena Sulsel sangat bergantung pada bidang ini," katanya, Selasa (21/1/2014).

Diketahui, Bank Indonesia (BI) Wilayah I Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sulampua) menemukan potensi kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) perbankan di Sulawesi Selatan (Sulsel) mencapai Rp2,5 triliun dari total penyaluran Rp78,75 triliun.

Deputi Kepala Perwakilan BI Wilayah I Sulampua Grup Ekonomi dan Keuangan, Causa Iman Karana mengatakan, dari potensi tersebut, ada dua sektor yang menjadi penyumbang tertinggi masing-masing di bidang pertanian dan pertambangan.

Untuk pertanian, dari total penyaluran Rp1,3 triliun, NPL pada posisi 11 persen atau Rp148 miliar. Sementara sektor pertambangan dari total penyaluran Rp578 miliar, NPL pada posisi 11 persen atau Rp68 miliar.

Menurutnya, secara nett atau posisi setelah dikurangi pencadangan kerugian akibat kredit macet posisi pada 1,39 persen. Jika dilihat perkembangan dari waktu ke waktu, maka NPL Sulsel mengalami fluktuasi.

Pada posisi 2010 NPL nett 1,94 persen, 2011 pada posisi 1,68 persen, dan 2012 sebesar 1,41 persen. Sementara pada kuartal pertama 2013, menunjukkan 1,51 persen dan pada kuartal kedua posisi 1,27 persen. Sementara di kuartal ketiga posisinya 1,82 persen. Untuk kuartal keempat pada Oktober menunjukkan 1,88 persen.

"Fluktuasi wajar terjadi, karena NPL sudah tinggi kreditur akan dipanggil untuk menyelesaikan ini. Kita juga berharap dengan kenaikan suku bunga acuan (BI Rate) tidak akan berpengaruh signifikan terhadap NPL tahun ini," pungkasnya.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7173 seconds (0.1#10.140)