Cuaca ekstrem berpotensi picu kenaikan harga
A
A
A
Sindonews.com – Cuaca ekstrem yang tidak kunjung normal di sejumlah wilayah dikhawatirkan bakal memicu melonjaknya harga sejumlah komoditi. Pasalnya jika cuaca ekstrem masih terus berlanjut, bakal menggangu proses pengiriman barang.
Ketua DPD Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jateng Frans Kongi menuturkan, akibat banjir yang terjadi di sejumlah wilayah terutama Pantura memang cukup menggangu perindustrian di Jawa Tengah. Namun demikian, pengaruhnya tidaklah terlalu besar.
“Mengganggu iya. Tetapi tidak banyak berpengaruh dan tidak menjadi hambatan bagi dunia industri khususnya di Jawa Tengah,” ujarnya, Selasa (21/1/2014).
Menurut Dia, barang-barang yang dikirim dari Jakarta ke Jateng melalui jalur darat merupakan barang stok atau tambahan. Sementara barang yang siap, beredar atau siap produksi untuk saat ini masih terjaga.
Untuk saat ini bajir belum memberikan dampak besar bagi industri di Jateng. Dampaknya baru sekitar 1-5 persen dan itu belum begitu dirasakan. ”Kalaupun barang import kan kapalnya kapal besar meskipun cuaca ekstrim tidak ada masalah,” imbuhnya.
Hanya saja, kata Pria yang juga menjabat sebagai Waki Ketua Bidang Industri Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Jateng ini jika cuaca ekstrim dan banjir masih berlanjut sampai minggu depan maka akan berdampak besar terhadap perindustrian.
Dampaknya adalah distribusi barang tergangu dan perusahaan akan merugi. Dan yang paling parah jika distribusi mengalami keterlambatan bisa mengakibatkan naiknya harga sejumlah komoditi di Jawa Tengah.
“Kalau umpama pemerintah tidak bisa mengatasai banjir dalam waktu sepekan sampai 10 hari ke depan pasti akan menggangu distribusi barang dan bisa jadi akan terjadi kenaikan harga barang,” katanya.
Terpisah, General Manajer PT Sandang Asia Maju Abadi Dedi Mulyadi mengaku, akibat banjir yang terjadi di sejumlah titik distribusi barang mengalami keterlambatan. “Menggangu pasti, dan pastinya rugi, tapi kerugiannya berapa belum kita hitung kan baru terjadi,” kata pengusaha di bidang Garmen ini.
Dia mengaku, dampak yang sangat dirasakan adalah keterlambatan distribusi barang-barang terutama yang berasal dari Jakarta. Belum lagi, kata Dia, jika ada job order yang memiliki deadline waktu, jika sampai melebihi batas waktu maka bisa medapatkan denda, dan itu sangat merugikan perusahaan.
“Kerugian saat ini masih sebatas pada biaya transportasi karena harus lebih lama, tetapi jika kondisi ini berlangsung lama bukan tidak mungkin secara produksi juga akan mengalami gangguan, dan faktornya adalah cuaca,” katanya.
Sementara itu, cuaca ekstrem yang terjadi saat ini diperkirakan akan menyebabkan kenaikan inflasi yang cukup tinggi. Menurut kepala bidang statistik distribusi Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah, Jamjam Zamachsyari, kecenderungan kenaikan harga telah terlihat pada pertengah bulan ini.
Sejak pertengahan bulan ada sejumlah kenaikan harga khususnya pada komoditas pertanian seperti beras bumbu-bumbuan. Beberapa jenis beras naik 6 persen, kemudian cabe merah naik 5-6 persen, dan cabe rawit juga naik antara 8-9 persen dari harga Rp18.000 per kg, sekarang jadi Rp20.000 per Kg.
“Komoditas lain seperti daging ayam dan telur juga mengalami kenaikan antara 5-6 persen. Bahkan harga daging sapi yang selama ini harganya sudah cukup tinggi masih terus mengalami kenaikan sebesar 3 persen,” ujarnya.
Ketua DPD Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jateng Frans Kongi menuturkan, akibat banjir yang terjadi di sejumlah wilayah terutama Pantura memang cukup menggangu perindustrian di Jawa Tengah. Namun demikian, pengaruhnya tidaklah terlalu besar.
“Mengganggu iya. Tetapi tidak banyak berpengaruh dan tidak menjadi hambatan bagi dunia industri khususnya di Jawa Tengah,” ujarnya, Selasa (21/1/2014).
Menurut Dia, barang-barang yang dikirim dari Jakarta ke Jateng melalui jalur darat merupakan barang stok atau tambahan. Sementara barang yang siap, beredar atau siap produksi untuk saat ini masih terjaga.
Untuk saat ini bajir belum memberikan dampak besar bagi industri di Jateng. Dampaknya baru sekitar 1-5 persen dan itu belum begitu dirasakan. ”Kalaupun barang import kan kapalnya kapal besar meskipun cuaca ekstrim tidak ada masalah,” imbuhnya.
Hanya saja, kata Pria yang juga menjabat sebagai Waki Ketua Bidang Industri Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Jateng ini jika cuaca ekstrim dan banjir masih berlanjut sampai minggu depan maka akan berdampak besar terhadap perindustrian.
Dampaknya adalah distribusi barang tergangu dan perusahaan akan merugi. Dan yang paling parah jika distribusi mengalami keterlambatan bisa mengakibatkan naiknya harga sejumlah komoditi di Jawa Tengah.
“Kalau umpama pemerintah tidak bisa mengatasai banjir dalam waktu sepekan sampai 10 hari ke depan pasti akan menggangu distribusi barang dan bisa jadi akan terjadi kenaikan harga barang,” katanya.
Terpisah, General Manajer PT Sandang Asia Maju Abadi Dedi Mulyadi mengaku, akibat banjir yang terjadi di sejumlah titik distribusi barang mengalami keterlambatan. “Menggangu pasti, dan pastinya rugi, tapi kerugiannya berapa belum kita hitung kan baru terjadi,” kata pengusaha di bidang Garmen ini.
Dia mengaku, dampak yang sangat dirasakan adalah keterlambatan distribusi barang-barang terutama yang berasal dari Jakarta. Belum lagi, kata Dia, jika ada job order yang memiliki deadline waktu, jika sampai melebihi batas waktu maka bisa medapatkan denda, dan itu sangat merugikan perusahaan.
“Kerugian saat ini masih sebatas pada biaya transportasi karena harus lebih lama, tetapi jika kondisi ini berlangsung lama bukan tidak mungkin secara produksi juga akan mengalami gangguan, dan faktornya adalah cuaca,” katanya.
Sementara itu, cuaca ekstrem yang terjadi saat ini diperkirakan akan menyebabkan kenaikan inflasi yang cukup tinggi. Menurut kepala bidang statistik distribusi Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah, Jamjam Zamachsyari, kecenderungan kenaikan harga telah terlihat pada pertengah bulan ini.
Sejak pertengahan bulan ada sejumlah kenaikan harga khususnya pada komoditas pertanian seperti beras bumbu-bumbuan. Beberapa jenis beras naik 6 persen, kemudian cabe merah naik 5-6 persen, dan cabe rawit juga naik antara 8-9 persen dari harga Rp18.000 per kg, sekarang jadi Rp20.000 per Kg.
“Komoditas lain seperti daging ayam dan telur juga mengalami kenaikan antara 5-6 persen. Bahkan harga daging sapi yang selama ini harganya sudah cukup tinggi masih terus mengalami kenaikan sebesar 3 persen,” ujarnya.
(gpr)