Luhut: Potensi Kerugian Banjir Rob Capai Rp1000 Triliun
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan memperkirakan potensi kerugian banjir rob akibat krisis perubahan iklim mencapai lebih dari Rp1000 triliun. Dalam kurun waktu 20 terakhir, Indonesia mengalami dampak perubahan iklim yang cukup signifikan, khususnya wilayah pesisir yang mengalami banjir rob.
Luhut mencatat sekitar 112 kabupaten/kota yang tersebar di pesisir pantai timur Sumatera, pesisir pantai barat Sumatera, pesisir pantura, pesisir Kalimantan, sebagian pesisir Sulawesi dan Papua teridentifikasi mengalami anjir rob. Sebeb itu, perlu dibuat anggaran membuat tanggul laut, peninggian infrastruktur dan bangunan pesisir, serta biaya relokasi.
"Potensi kerugian akibat banjir rob ditaksir melebihi Rp1000 triliun, biaya tersebut harus dikeluarkan untuk membuat tanggul pantai laut, peninggian infrastruktur, dan banguann pesisir, hinga biaya relokasi," kata Luhut dalam Rakorbangnas BMKG "Info BMKG Kawal Indonesia Tangguh Indonesia Tumbuh", Kamis (19/7/2021).
Untuk diketahui, fenomena banjir rob turut diperparah dengan munculnya fenomena penurunan muka tanah (Land Subsidence), yang sebagian besar terjadi di pantai utara Jawa, antara lain Jakarta, Pekalongan, Semarang, dan Demak. Lebih jauh, perubahan iklim yang cukup drastis turut menghadirkan munculnya fenomena lain seperti kenaikan permukaan air laut, gempa bumi, dan tsunami yang terjadi di pulau-pulau di Indonesia.
Selama 5 tahun terakhir, pemerintah telah bergerak cepat mengalokasikan anggaran untuk perubahan iklim. Rata-rata pengeluaran mencapai Rp86,7 triliun per tahun, sekitar 76,5 persen dari angka tersebut digunakan untuk aksi mitigasi dan lintas sektor. Sedangkan 23,5 persen untuk adaptasi.
"Pengeluaran pemerintah untuk perubahan iklim mencakup 34 persen dari total kebutuhan pembiayaan iklim per tahun. Indonesia juga secara konsisten melakukan 4,1 persen untuk aksi perubahan iklim," ujarnya.
Luhut melaporkan pemerintah sedang mendorong pengembangan skema baru dalam mendukung pembiayaan perubahan iklim, seperti mengeluarkan green sukuk atau sukuk hijau, yang merupakan Surat Berharga Negara (SBN) syariah pertama di dunia yang mengedepankan konsep program pembiayaan untuk proyek-proyek ramah lingkungan.
"Saat ini pemerintah telah berhasil mendorong pengembangan skema baru dan mendukung pendanaan pembiayaan perubahan iklim, misalnya dengan green sukuk atau untuk menarik investasi swasta dan proyek infrastruktur yang berdampak pada perubahan iklim dan green financing serta platform SDG Indonesia One," terang Luhut.
Luhut mencatat sekitar 112 kabupaten/kota yang tersebar di pesisir pantai timur Sumatera, pesisir pantai barat Sumatera, pesisir pantura, pesisir Kalimantan, sebagian pesisir Sulawesi dan Papua teridentifikasi mengalami anjir rob. Sebeb itu, perlu dibuat anggaran membuat tanggul laut, peninggian infrastruktur dan bangunan pesisir, serta biaya relokasi.
"Potensi kerugian akibat banjir rob ditaksir melebihi Rp1000 triliun, biaya tersebut harus dikeluarkan untuk membuat tanggul pantai laut, peninggian infrastruktur, dan banguann pesisir, hinga biaya relokasi," kata Luhut dalam Rakorbangnas BMKG "Info BMKG Kawal Indonesia Tangguh Indonesia Tumbuh", Kamis (19/7/2021).
Untuk diketahui, fenomena banjir rob turut diperparah dengan munculnya fenomena penurunan muka tanah (Land Subsidence), yang sebagian besar terjadi di pantai utara Jawa, antara lain Jakarta, Pekalongan, Semarang, dan Demak. Lebih jauh, perubahan iklim yang cukup drastis turut menghadirkan munculnya fenomena lain seperti kenaikan permukaan air laut, gempa bumi, dan tsunami yang terjadi di pulau-pulau di Indonesia.
Selama 5 tahun terakhir, pemerintah telah bergerak cepat mengalokasikan anggaran untuk perubahan iklim. Rata-rata pengeluaran mencapai Rp86,7 triliun per tahun, sekitar 76,5 persen dari angka tersebut digunakan untuk aksi mitigasi dan lintas sektor. Sedangkan 23,5 persen untuk adaptasi.
"Pengeluaran pemerintah untuk perubahan iklim mencakup 34 persen dari total kebutuhan pembiayaan iklim per tahun. Indonesia juga secara konsisten melakukan 4,1 persen untuk aksi perubahan iklim," ujarnya.
Luhut melaporkan pemerintah sedang mendorong pengembangan skema baru dalam mendukung pembiayaan perubahan iklim, seperti mengeluarkan green sukuk atau sukuk hijau, yang merupakan Surat Berharga Negara (SBN) syariah pertama di dunia yang mengedepankan konsep program pembiayaan untuk proyek-proyek ramah lingkungan.
"Saat ini pemerintah telah berhasil mendorong pengembangan skema baru dan mendukung pendanaan pembiayaan perubahan iklim, misalnya dengan green sukuk atau untuk menarik investasi swasta dan proyek infrastruktur yang berdampak pada perubahan iklim dan green financing serta platform SDG Indonesia One," terang Luhut.
(nng)