Tanpa infrastruktur, kebijakan pengurangan ekspor gas nihil

Selasa, 04 Februari 2014 - 17:59 WIB
Tanpa infrastruktur, kebijakan pengurangan ekspor gas nihil
Tanpa infrastruktur, kebijakan pengurangan ekspor gas nihil
A A A
Sindonews.com - Kebijakan pengurangan ekspor gas dalam Rancangan Umum Energi Nasional (RUEN) dinilai tidak akan berhasil tanpa disertai pembangunan infrastruktur pemanfaatan gas ke domestik.

"Tanpa infrastruktur gas, tidak mungkin ekspor bisa dikurangi," kata pengamat energi dari ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro di Jakarta, Selasa (4/2/2014).

Menurutnya, potensi penyerapan gas domestik dapat terealisasi lebih besar dibandingkan saat ini jika disertai pembangunan infrastruktur gas. Penyerapan produksi gas domestik tidak jalan karena tidak didorong dengan pembangunan insfrastruktur. "Sehingga produksi tetap tidak terserap," ujarnya.

Dia menjelaskan, pemanfaatan gas domestik rata-rata naik 9 persen sejak 2003. Di mana alokasi gas domestik 2013 lebih besar dari ekspor, yakni 52,15 persen atau 3.660 BBTUD.

"Kalau infrastruktur seperti terminal LNG sudah terbangun, maka dalam jangka pendek, bisa dilakukan impor gas sepanjang harganya lebih murah dibandingkan ekspor," tuturnya.

Komaidi mengatakan, dengan harga ekspor yang tinggi, maka bisa mengoptimalkan penerimaan negara. Sementara, dalam jangka panjang, penghentian ekspor gas merupakan langkah strategis untuk ketahanan energi.

"Prinsipnya jika dapat dilakukan secara pararel akan lebih baik. Idealnya memang potensi domestik dioptimalkan dulu baru dilakukan impor," jelasnya.

Di sisi lain, dengan impor, maka cadangan gas bisa sebagai stok, sehingga akan makin strategis ke depannya mengingat harga yang cenderung naik akibat ketersediaan makin berkurang.

Selain infrastruktur, Komaidi juga mengatakan, pemerintah bisa melakukan terobosan berupa pemberian insentif fiskal dan nonfiskal untuk mengatasi keekonomian lapangan gas. "Jangan diberikan dalam bentuk subsidi, tapi keringanan pajak atau insentif yang lain," katanya.

Namun, lanjut dia, jika diberikan subsidi, maka harga energi menjadi murah dan tidak menjamin keberlanjutan pasokan. Hal senada dikemukakan Anggota Komisi VII DPR Dito Ganinduto.

Dito mengatakan, komitmen pemerintah untuk memenuhi kebutuhan domestik harus diiringi dengan ketersediaan infrastruktur dan keekonomian pengembangan lapangan gas. Menurutnya, pemerintah mesti menyediakan infrastruktur gas seiring habisnya kontrak ekspor gas.

"Jadi, kalau misalkan kontrak ekspor gas habis 2018, maka infrastruktur sudah tersedia," katanya.

Kontrak ekspor, kata Dia, tidak bisa langsung dialihkan ke dalam negeri karena berjangka panjang. Sifat gas yang tidak bisa disimpan seperti minyak, membutuhkan kontrak jangka panjang agar memberikan kepastian bagi produsen dan pembeli.

"Selain insentif fiskal dan nonfiskal pemerintah mesti menerapkan open access pada pipa transmisi dan distribusi. Sehingga harga gas ke konsumen kompetitif dan keekonomian lapangan tetap terjaga," pungkas Dito.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6141 seconds (0.1#10.140)