Potensi kredit macet UMKM di Sulsesl Rp1 T

Jum'at, 07 Februari 2014 - 15:44 WIB
Potensi kredit macet...
Potensi kredit macet UMKM di Sulsesl Rp1 T
A A A
Sindonews.com - Bank Indonesia (BI) Wilayah I Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sulampua) menemukan potensi kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) perbankan Sulawesi Selatan (Sulsel) di sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) mencapai Rp1 triliun dari total penyaluran Rp24,3 triliun.

Jika dibanding total potensi NPL kredit perbankan secara umum yang mencapai Rp2,5 triliun pada posisi November 2013, ini berarti UMKM menempati porsi cukup besar, yakni sekitar 40 persen.

Deputi Kepala Perwakilan BI Wilayah I Sulampua Grup Ekonomi dan Keuangan, Causa Iman Karana mengatakan, meski secara angka potensi NPL disektor ini mencapai Rp1 triliun, namun masih cukup sehat untuk kategori penyaluran kredit.

"Secara umum posisi NPL UMKM untuk November 2013 4,48 persen atau masih dalam ambang batas sehat yang memiliki batas toleransi hingga 5 persen," katanya belum lama ini.

Kepala Perwakilan BI Wilayah I Sulampua, Suhaedi mengatakan, tingginya suku bunga kredit bagi UMKM di Sulsel menunjukkan sektor ini dinilai memiliki risiko tinggi terjadinya kredit macet. Bahkan suku bunga UMKM Sulsel melebihi suku bunga UMKM nasional.

Hal ini, kata dia, karena pihak perbankan kurang mengenal profil-profil usaha yang ada di Sulsel. Karena itu, dia berjanji akan mendekatkan perbankan dan pelaku UMKM. Dengan tingkat kepercayaan yang ada, maka suku bunga bisa ditekan.

"Perbankan dan UMKM harus saling mengenal. Kalau tidak, maka sektor ini akan tetap dinilai memiliki risiko tinggi terjadinya NPL atau kredit macet," paparnya.

Meski demikian, mantan Kepala Perwakilan BI Manado ini menjamin jika ketersediaan dana yang cepat serta akses yang mudah bagi kredit UMKM tidak akan menyulitkan pelaku industri di sektor ini.

Selain itu, pihaknya juga mengembangkan program finansial inclusion yang diharapkan akses dan risiko yang timbul semakin menurun. Apalagi Kadin Sulsel juga sudah menyatakan niatnya terlibat langsung dalam pembinaan UMKM

Pengamant Ekonomi dari Universitas Hasanuddin Yansor Djaya mengatakan, tingginya suku bunga bagi UMKM diyakini akan memberatkan pelaku UMKM untuk mengembangkan roda bisnisnya.

Dia mencontohkan, untuk kredit salah satu perbankan besar, kredit sektor UMKM dibebani suku bunga 19-22 persen. Untuk korporasi hanya 10 persen, sementara di sektor ritel 11 sampai 12 persen. Padahal idealnya, perbedaan suku bunga tersebut hanya di range satu persen.

Akibat tingginya suku bunga, kata dia, produk-produk lokal akan sulit bersaing dengan produk-produk luar negeri. Dengan suku bunga yang tinggi, UMKM juga terbebani biaya produksi yang tinggi.

"Kalau meminjam ke bank bunganya tinggi, bagaimana kita mau bersaing. Padahal UMKM itu adalah kekuatan ekonomi kita. Kalau terjadi gonjang-ganjing, yang solid adalah UMKM tersebut," pungkasnya.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0787 seconds (0.1#10.140)