Bulog Sulselbar targetkan serap 500 ribu ton
A
A
A
Sindonews.com - Perum Bulog Divre VII Sulselbar menargetkan serapan beras di wilayah ini sebesar 500 ribu ton atau setara dengan Rp3,3 triliun. Angka ini naik 90 ton dibanding tahun lalu yang hanya 410 ribu ton.
Kepala Bulog Divre VII Sulselbar, Tommy S Sikado mengungkapkan, pihaknya optimis mampu melakukan penyerapan sebesar itu. Sebab produksi beras dua provinsi di pulau Sulawesi tersebut besar.
"Daerah ini kan selalu surplus. Selain itu, disisi penyediaan anggaran pun sudah siap. Jadi kami tinggal menunggu panen petani lalu mulai melakukan penyerapan," kata dia kepada Koran Sindo, Jumat (7/2/2014).
Menurutnya, penyerapan produksi petani melalui dua musim tanam, yakni musim rendengan dan gaduh. Untuk rendengan puncak panen antara Maret-Mei setiap tahun. Pada musim ini, rata-rata volume penyerapan mencapai 3.000 ton per hari.
Sementara, pada musim gaduh, dengan puncak panen September hingga Oktober, jumlah penyerapan lebih banyak, yakni 4.000 ton per hari. Adapun pembelian Bulog didasarkan pada ketetapan HPP yakni Rp6.600 per kilogram.
Beras-beras tersebut, lanjut Tommy, tidak hanya untuk konsumsi lokal. Tapi juga akan distribusikan ke wilayah lain sesuai program move in national (Movnas) sebesar 250 ribu ton.
"Untuk tahun ini, ada sembilan provinsi tujuan yang meliputi sebagian besar kawasan timur seperti NTT, Maluku. Kemudian di bagian Kalimantan seperti Kaltim dan Kalbar, Sulawesi Utara dan Tengah, termasuk di bagian barat seperti Medan dan Padang," ujarnya.
Dia mengatakan, meski Bulog memasok cukup besar beras ke daerah lain, namun pihaknya menjamin kecukupan kebutuhan masyarakat di Sulselbar. Saat ini, ketersediaan beras masih 240 ribu ton atau aman untuk konsumsi 28 bulan.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sulawesi Selatan (Sulsel), Zulkarnain Arief mengatakan, merujuk pada produksi beras yang sudah mencapai 5,8 juta ton. Sementara kebutuhan Sulsel hanya 900 ribu ton, maka wajar jika Sulsel mampu mensuplai daerah lain di Indonesia.
Bahkan, kata dia, jika dukungan anggaran yang cukup besar untuk membangun infrastruktur pertanian seperti pengairan diberikan ke daerah ini, maka dari daerah ini saja impor beras bisa dihentikan.
"Impor beras saat ini mencapai Rp110 triliun per tahun. Impor ini hanya akan meghidupi petani dari negara lain. Karena itu, sudah seharusnya pemerintah pusat dan daerah berfikir untuk memajukan petani lokal," pungkasnya.
Kepala Bulog Divre VII Sulselbar, Tommy S Sikado mengungkapkan, pihaknya optimis mampu melakukan penyerapan sebesar itu. Sebab produksi beras dua provinsi di pulau Sulawesi tersebut besar.
"Daerah ini kan selalu surplus. Selain itu, disisi penyediaan anggaran pun sudah siap. Jadi kami tinggal menunggu panen petani lalu mulai melakukan penyerapan," kata dia kepada Koran Sindo, Jumat (7/2/2014).
Menurutnya, penyerapan produksi petani melalui dua musim tanam, yakni musim rendengan dan gaduh. Untuk rendengan puncak panen antara Maret-Mei setiap tahun. Pada musim ini, rata-rata volume penyerapan mencapai 3.000 ton per hari.
Sementara, pada musim gaduh, dengan puncak panen September hingga Oktober, jumlah penyerapan lebih banyak, yakni 4.000 ton per hari. Adapun pembelian Bulog didasarkan pada ketetapan HPP yakni Rp6.600 per kilogram.
Beras-beras tersebut, lanjut Tommy, tidak hanya untuk konsumsi lokal. Tapi juga akan distribusikan ke wilayah lain sesuai program move in national (Movnas) sebesar 250 ribu ton.
"Untuk tahun ini, ada sembilan provinsi tujuan yang meliputi sebagian besar kawasan timur seperti NTT, Maluku. Kemudian di bagian Kalimantan seperti Kaltim dan Kalbar, Sulawesi Utara dan Tengah, termasuk di bagian barat seperti Medan dan Padang," ujarnya.
Dia mengatakan, meski Bulog memasok cukup besar beras ke daerah lain, namun pihaknya menjamin kecukupan kebutuhan masyarakat di Sulselbar. Saat ini, ketersediaan beras masih 240 ribu ton atau aman untuk konsumsi 28 bulan.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sulawesi Selatan (Sulsel), Zulkarnain Arief mengatakan, merujuk pada produksi beras yang sudah mencapai 5,8 juta ton. Sementara kebutuhan Sulsel hanya 900 ribu ton, maka wajar jika Sulsel mampu mensuplai daerah lain di Indonesia.
Bahkan, kata dia, jika dukungan anggaran yang cukup besar untuk membangun infrastruktur pertanian seperti pengairan diberikan ke daerah ini, maka dari daerah ini saja impor beras bisa dihentikan.
"Impor beras saat ini mencapai Rp110 triliun per tahun. Impor ini hanya akan meghidupi petani dari negara lain. Karena itu, sudah seharusnya pemerintah pusat dan daerah berfikir untuk memajukan petani lokal," pungkasnya.
(izz)