Rupiah semester II/2014 diprediksi Rp11.400/USD
A
A
A
Sindonews.com - Ekonom Standard Chartered Bank Indonesia, Fauzi Ichsan memprediksi, nilai tukar rupiah bisa berada pada posisi Rp11.400 per dolar Amerika Serikat (USD) di semester II/2014.
Hal tersebut dikatakan Fauzi usai Press Briefing Standard Chartered Bank mengenai Peluncuran Produk Bancassurance dan Seminar Outlook Perbankan dan Investasi 2014 bagi Nasabah Prioritas Standard Chartered di Jakarta, Selasa (11/2/2014).
Sementara, lanjut dia, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan berada pada level 5.200. Namun, lanjut dia, pergerakan nilai tukar rupiah terhadap USD dan IHSG di semester pertama tahun ini diperkirakan masih akan melemah pada kisaran Rp12.400-Rp12.500 per USD.
Menurutnya, hal ini dikarenakan masih ada tapering off di Amerika Serikat, serta defisit neraca transaksi perdagangan yang masih melebar pada semester pertama tahun ini. Selain itu, ditambah lagi dengan faktor pemilu atau suhu politik yang belum berakhir.
"Akan tetapi, di semester kedua dengan berakhirnya situasi di AS dan mulai baiknya transaski berjalan di Indonesia, maka rupiah dapat kembali menguat," terang dia.
Apalagi, lanjut Fauzi, apabila Joko Widodo (Jokowi) terpilih menjadi presiden pada tahun ini, sebagai sosok yang diklaim bisa menangani permasalahan yang ada, dinilai dapat menjadi sentimen positif bagi pelaku pasar Indonesia.
"Harapan para pengusaha dan investor itu seiring dengan pelaksanaan infrastruktur Jokowi yang sekarang masih menjabat sebagai Gubernur Jakarta," pungkasnya.
Hal tersebut dikatakan Fauzi usai Press Briefing Standard Chartered Bank mengenai Peluncuran Produk Bancassurance dan Seminar Outlook Perbankan dan Investasi 2014 bagi Nasabah Prioritas Standard Chartered di Jakarta, Selasa (11/2/2014).
Sementara, lanjut dia, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan berada pada level 5.200. Namun, lanjut dia, pergerakan nilai tukar rupiah terhadap USD dan IHSG di semester pertama tahun ini diperkirakan masih akan melemah pada kisaran Rp12.400-Rp12.500 per USD.
Menurutnya, hal ini dikarenakan masih ada tapering off di Amerika Serikat, serta defisit neraca transaksi perdagangan yang masih melebar pada semester pertama tahun ini. Selain itu, ditambah lagi dengan faktor pemilu atau suhu politik yang belum berakhir.
"Akan tetapi, di semester kedua dengan berakhirnya situasi di AS dan mulai baiknya transaski berjalan di Indonesia, maka rupiah dapat kembali menguat," terang dia.
Apalagi, lanjut Fauzi, apabila Joko Widodo (Jokowi) terpilih menjadi presiden pada tahun ini, sebagai sosok yang diklaim bisa menangani permasalahan yang ada, dinilai dapat menjadi sentimen positif bagi pelaku pasar Indonesia.
"Harapan para pengusaha dan investor itu seiring dengan pelaksanaan infrastruktur Jokowi yang sekarang masih menjabat sebagai Gubernur Jakarta," pungkasnya.
(izz)