Pengembang perumahan Semarang keluhkan kenaikan PBB

Jum'at, 21 Februari 2014 - 18:12 WIB
Pengembang perumahan Semarang keluhkan kenaikan PBB
Pengembang perumahan Semarang keluhkan kenaikan PBB
A A A
Sindonews.com - Para pengembang perumahan khususnya di Kota Semarang mengeluhkan rencana Pemkot Semarang menaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang mengalami kenaikan mencapai 300 persen dari sebelumnya. DPD Real Estate Indonesia (REI) Jateng berharap pemerintah melakukan peninjauan ulang.

Dengan adanya kenaikan yang cukup besar dikhawatirkan akan berdampak pada pengembang sendiri dan para konsumen, yang juga akan berimbas pada lesunya pembelian properti. Di sisi lain juga akan berimbas pada harga tanah, yang akan menjadi lebih murah ketimbang PBB-nya.

“Kenaikan PBB akan menjadi beban tersendiri bagi para pengembang perumahan. Bahkan, para konsumen pada akhirnya juga terimbas langsung saat pembelian properti,” kata Wakil Ketua DPD REI Jateng Bidang Promosi dan Publikasi, Dibya K Hidayat di sela-sela pembukaan REI Ekspo II di Java Mal Semarang, Jumat (21/2/2014).

Dibya mengaku, rencana kenaikan PBB tersebut akan berlaku pada 2014 ini, dan sudah diberitahukan kepada para pengembang melalui surat edaran beberapa waktu lalu.

“Jika PBB benar-benar naik cukup tinggi, maka berimbas pada harga properti menjadi tidak bersaing. Apalagi, penerapan PBB terbaru tersebut juga berlaku bagi tanah yang belum menjadi komersial (masih berupa simpanan),” katanya.

Manager Promosi Graha Candi Golf Semarang, Juremi menambahkan, melihat dampak tersebut, para pengembang perumahan di Kota Semarang akan segera melakukan audiensi dengan pemerintah kota.

"Ini kami sedang pendataan keanggotaan dulu, nanti segera mungkin akan ketemu dengan Walikota Semarang untuk mencari solusi atas aturan PBB tersebut," ujarnya.

Diakui Juremi, kenaikan PBB akan membebani pembeli dan penjual. Dan dampak terberat yang akan merasakan kenaikan PBB ini Justru di konsumen.

”Kenaikan PBB 200-300 persen merupakan yang tertinggi selama ini. Pada 2013, kenaikan PBB hanya sekitar 20 persen dari 2012, dan masih dianggap rasional,” imbuhnya.
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5245 seconds (0.1#10.140)