Ekonom: Komoditas nasional dihancurkan lewat penyadapan
A
A
A
Sindonews.com - Terbongkarnya upaya penyadapan oleh Badan Keamanan Nasional AS (NSA) dan Australia terkait kretek dan udang di Indonesia dikecam para pihak.
Asing dinilai, ingin menghancurkan sejumlah komoditas penting nasional agar tidak menguasai perdagangan. Misalnya kretek, rokok asli buatan Indonesia ini dinilai membahayakan sejumlah produsen rokok putih di Amerika.
Industri rokok di negeri Paman Sam, ingin menerapkan aturan anti kretek yang sebenarnya sudah dilarang oleh World Trade Organization (WTO).
"Larangan kretek di sana dalah black campaign, rokok kretek dinilai membahayakan kesehatan sedangkan rokok putihan tidak," kata Pengamat Ekonomi dari Indonesian Global Justice (IGJ), Salamuddin Daeng, Selasa (25/2/2014).
Padahal, lanjut Daeng, nilai ekspor kretek Indonesia ke Amerika sejak 2005-2010 terus meningkat. Saat itu diperkirakan total ekspor kretek selama lima tahun mencapai USD450 juta. Sebesar 60 persen dari nilai ekspor tersebut masuk ke Amerika.
Namun, semenjak diterapkannya UU anti kretek di Amerika sejak 2010, ekspor petani dan pelaku industri kretek nasional langsung terhenti. "Langsung nihil, padahal permintaan kretek di sana masih tinggi," ujarnya.
Namun, karena WTO pada 2012 dan 2013 telah melarang regulasi tersebut, Amerika akhirnya mencari cara agar menang dan tetap leluasa menjalankan ketentuan anti kretek di negaranya. Salah satunya menggali informasi lewat penyadapan.
Amarika dibantu Australia melakukan penyadapan melalui firma-firma hukum, pejabat eselon I dan eselon II pemerintahan, seperti di Kementerian Perdagangan, Kementerian Luar Negeri, Kementrian Kelautan, dan Kemenko Perekonomian.
"Walau Amerika kalah, namun mereka tidak akan mau menaati hasil sidang WTO," katanya.
Selain kretek, komoditas yang menjadi incaran untuk dijatuhkan adalah udang. Indonesia merupakan negara produsen udang terbesar di dunia. Indonesia menyumbang USD1,2 miliar atau 40 persen dari total ekspor perikanan.
"Belakangan ini Indonesia membangun kawasan pembenuran di Bali yang jika produksinya meningkat, dianggap bisa berpengaruh kepada harga pasaran udang di dunia," kata Riza Damanik, Direktur Eksekutif IGJ.
Asing dinilai, ingin menghancurkan sejumlah komoditas penting nasional agar tidak menguasai perdagangan. Misalnya kretek, rokok asli buatan Indonesia ini dinilai membahayakan sejumlah produsen rokok putih di Amerika.
Industri rokok di negeri Paman Sam, ingin menerapkan aturan anti kretek yang sebenarnya sudah dilarang oleh World Trade Organization (WTO).
"Larangan kretek di sana dalah black campaign, rokok kretek dinilai membahayakan kesehatan sedangkan rokok putihan tidak," kata Pengamat Ekonomi dari Indonesian Global Justice (IGJ), Salamuddin Daeng, Selasa (25/2/2014).
Padahal, lanjut Daeng, nilai ekspor kretek Indonesia ke Amerika sejak 2005-2010 terus meningkat. Saat itu diperkirakan total ekspor kretek selama lima tahun mencapai USD450 juta. Sebesar 60 persen dari nilai ekspor tersebut masuk ke Amerika.
Namun, semenjak diterapkannya UU anti kretek di Amerika sejak 2010, ekspor petani dan pelaku industri kretek nasional langsung terhenti. "Langsung nihil, padahal permintaan kretek di sana masih tinggi," ujarnya.
Namun, karena WTO pada 2012 dan 2013 telah melarang regulasi tersebut, Amerika akhirnya mencari cara agar menang dan tetap leluasa menjalankan ketentuan anti kretek di negaranya. Salah satunya menggali informasi lewat penyadapan.
Amarika dibantu Australia melakukan penyadapan melalui firma-firma hukum, pejabat eselon I dan eselon II pemerintahan, seperti di Kementerian Perdagangan, Kementerian Luar Negeri, Kementrian Kelautan, dan Kemenko Perekonomian.
"Walau Amerika kalah, namun mereka tidak akan mau menaati hasil sidang WTO," katanya.
Selain kretek, komoditas yang menjadi incaran untuk dijatuhkan adalah udang. Indonesia merupakan negara produsen udang terbesar di dunia. Indonesia menyumbang USD1,2 miliar atau 40 persen dari total ekspor perikanan.
"Belakangan ini Indonesia membangun kawasan pembenuran di Bali yang jika produksinya meningkat, dianggap bisa berpengaruh kepada harga pasaran udang di dunia," kata Riza Damanik, Direktur Eksekutif IGJ.
(izz)