Industri tambang cemaskan kenaikan royalti batu bara

Selasa, 25 Februari 2014 - 18:26 WIB
Industri tambang cemaskan...
Industri tambang cemaskan kenaikan royalti batu bara
A A A
Sindonews.com - Rencana pemerintah menaikkan royalti batu bara sebesar 13,5 persen kepada pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dinilai akan membebani industri tambang sehingga mengancam eksistensi para pengusaha tambang.

Direktur Eksekutif Indonesian Mining and Energy Studies Erwin Usman mengatakan, jika pemerintah benar-benar menaikan royalti maka kemudian bisnis di sektor ini menjadi tak kompetitif di saat harga batu bara di bawah USD100 per ton. Bahkan jika pemerintah menerapkan kebijakan ini industri tambang terancam gulung tikar.

“Daripada menaikkan royalti sebaiknya pemerintah memaksimalkan penerimaan royalti. Terutama bagi pemegang IUP dan PKP2B,” ujarnya, di Jakarta, Selasa (25/2/2014).

Ia menyebut, dari analisa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepanjang tahun lalu sebagian besar para insutri tambang belum menyetorkan royaltinya. Hal itu membuat penerimaan negara tidak maksimal dan menimbulkan kerugian cukup besar di sektor energi dan sumber daya mineral. “Mengapa tidak ini dulu yang dikejar dimaksimalkan. Tidak lantas menaikan royalti,” jelasnya.

Menurutnya, pembahasan rencana kenaikan royalti tidak melibatkan para pengusaha tambang. Padahal dampak penderitaan dari kenaikan royalti bersinggungan erat dengan para pengusaha.

“Para pengusaha tidak dilibatkan. Sebaiknya partisipasi aktif para user dilibatkan sebab para pengusaha yang terkena dampak jika kenaikan royalti benar-benar dilakukan,” ujarnya.

Hal senada dikemukakan oleh Direktur dan Sekretaris Perusahaan PT Toba Bara Sejahtera Tbk (TOBA), Pandu Sjahrir. Rencana pemerintah menaikkan royalti tambang batu bara dituding sebagai faktor terjadinya pembengkakan biaya sebagian besar para emiten tambang. Sehingga berpotensi para pengusaha tambang menutup usahanya.

“Jangan sampai banyak perusahaan tambang yang tutup gara-gara kenaikan royalti karena tentu saja membebani kami,” ujarnya.

Jika para pengusaha tambang menutup kegiatan produksi tentu akan berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) yang pada akhirnya merugikan negara.

Kendati begitu, pihaknya menyerahkan keputusan kepada pemerintah walaupun hingga rencana itu muncul, para pengusaha tembang merasa tidak dilibatkan dalam rencana kebijakan ini padahal harga batu bara masih menunjukkan tren pelemahan.

“Seharusnya pengusaha dilibatkan dan mendengarkan pendapatnya jika tidak apakah mau ratusan orang kena PHK kami kembalikan lagi kepada pemerintah,” ungkapnya.

Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Paul lubis mengatakan, kenaikan royalti akan dilakukan setelah pembahasan dengan instansi terkait rampung. Termasuk dengan Kementerian Keuangan dan instansi yang bersangkutan dengan kebijakan ini. “Berlakunya tergantung menunggu pembahasan antar instansi selesai,” kata dia.

Terkait kajian rencana kenaikan royalti ini pemerintah telah menyampaikannya kepada Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI). Adapun kenaikan royalti ini masuk dalam tarif PNPB yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah.
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1161 seconds (0.1#10.140)