Saat ini sulit bagi Axis mempertahankan bisnis
A
A
A
Sindonews.com - Presiden Direktur dan CEO PT Axis Telekom Indonesia (Axis), Erik Aas mengonfirmasi bahwa kondisi perusahaannya saat ini sudah sangat sulit untuk bertahan.
Menurut Erik, kondisi persaingan harga yang ketat akibat terlalu banyak operator saat ini, turut mengakibatkan perusahaan terus-menerus mengalami kerugian, karena faktanya Axis memang masih dalam posisi belum profitable di lima tahun operasinya. Sementara di sisi lain, Axis tetap harus mengeluarkan belanja modal dan biaya operasional yang cukup tinggi.
“Sebagai operator GSM kelima di Indonesia, dengan ukuran saat ini, sangat sulit bagi Axis untuk bersaing secara memadai, di tengah kompetisi harga yang sangat ketat di industri telekomunikasi saat ini, yang telah mengakibatkan perusahaan terus-menerus mengalami kerugian, karena faktanya Axis memang masih dalam posisi belum profitable di lima tahun operasinya. Jadi, sudah sangat sulit bagi Axis untuk mempertahankan bisnis dengan ukuran saat ini,” kata Erik, kepada wartawan di Jakarta, Jumat (28/2/2014).
Menurut Erik, kondisi industri saat ini sangat tidak menguntungkan bagi operator. Dengan tingkat harga terlalu rendah, sangat sulit bagi pemain baru untuk hanya bertahan hidup saja. Di tengah kondisi yang sulit ini, Axis tetap membangun basis pelanggan yang baik, yang berorientasi pada kepuasan pelanggan.
“Oleh karena itu, merger dengan XL adalah solusi terbaik untuk tetap memberikan layanan berkualitas tinggi bagi pelanggan kami," kata Erik.
Erik menambahkan, merger Axis dan XL akan mendorong industri jadi lebih sehat. "Dengan merger ini, tiga operator besar akan memiliki spektrum yang merata, yang diperlukan untuk memberikan layanan berkualitas baik di seluruh pelosok Indonesia," ujarnya.
Erik mengapresiasi persetujuan merger dari Pemerintah Indonesia. “Saya tidak tahu masa depan Axis, pelanggan dan karyawan jika merger ini tidak disetujui. Tidak hanya kami yang akan kesulitan, tapi juga vendor, penjual dan distributor simcard, juga pemerintah dan mitra-mitra lain. Jelas bahwa kami dan para kreditur tidak sabar menanti dan ingin segera agar semua proses persetujuan ini selesai," katanya.
Menurut Erik, merger antar operator sangat mendesak dilakukan mengingat banyaknya operator di industri telekomunikasi Indonesia. Merger akan turut menyelamatkan pelanggan dan kualitas layanan di masa depan.
Pasar Indonesia saat ini didominasi oleh satu pemain yang menguasai lebih dari separuh pendapatan industri, akan menyebabkan industri yang kurang sehat. Hal ini tidak menguntungkan bagi masyarakat Indonesia.
“Kita akan melihat kompetisi yang lebih baik dan lebih sehat pada saat XL mendapatkan akses ke sumber daya spektrum yang sama seperti Telkomsel dan Indosat,” kata Erik.
Dorongan merger untuk menyelamatkan Axis sebelumnya datang dari berbagai pihak. Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Sofyan Djalil berpendapat bahwa pemerintah dan seluruh stakeholders industri telekomunikasi perlu berpartisipasi dan mendukung penyelamatan Axis dari kebangkrutan.
Menurut Sofyan, kondisi Axis sudah sangat sulit, terutama dari aspek keuangan, sehingga perlu diselamatkan. “Terlepas dari kemungkinan adanya kekeliruan dalam penyusunan rencana bisnis di Axis, Pemerintah harus mendukung upaya untuk mencarikan jalan keluarnya,” kata Sofyan.
Menurut catatan Kementerian Komunikasi dan Informatika, tiap tahun Axis merugi Rp 2,3 triliun dan sempat menunggak pembayaran kewajiban Bea Hak Frekuensi (BHP) Frekuensi kepada pemerintah.
Sofyan menambahkan, rencana merger dan akuisisi Axis oleh XL merupakan solusi tepat untuk menyelamatkan perusahaan itu dari kebangkrutan. Sehingga permasalahan menjadi win-win solution bagi semua pihak. Pemegang saham Axis bisa mendapatkan kembali sebagian dari investasinya, sementara hak-hak daripada stakeholders lain tetap terjamin.
Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL) Setyanto Santosa, berpendapat bahwa seharusnya proses merger XL didukung semua stakeholders.
“Proses merger XL semestinya tidak perlu dipersulit, sama seperti proses merger Indosat-Satelindo dan Smart-Fren sebelumnya,” kata Setyanto.
Wakil Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengembang Menara Telekomunikasi Indonesia (Asprintel) Tagor H. Sihombing menyatakan, konsolidasi dalam bentuk merger dan akuisisi menjadi solusi bagi para operator telekomunikasi, khususnya Axis.
Merger dan akuisisi, menurut Tagor, akan menjadi penyelamat bagi Axis. Bila Axis bisa diselamatkan, maka vendor tower pun akan bisa turut selamat.
“Bila Axis bangkrut, maka beban vendor tower juga akan berat. Sebab, kami harus menanggung beban gaji pegawai dan akan kesulitan membayar beban kredit ke bank. Akusisi XL terhadap Axis juga menyelamatkan bisnis tower,” kata Tagor.
Menurut Erik, kondisi persaingan harga yang ketat akibat terlalu banyak operator saat ini, turut mengakibatkan perusahaan terus-menerus mengalami kerugian, karena faktanya Axis memang masih dalam posisi belum profitable di lima tahun operasinya. Sementara di sisi lain, Axis tetap harus mengeluarkan belanja modal dan biaya operasional yang cukup tinggi.
“Sebagai operator GSM kelima di Indonesia, dengan ukuran saat ini, sangat sulit bagi Axis untuk bersaing secara memadai, di tengah kompetisi harga yang sangat ketat di industri telekomunikasi saat ini, yang telah mengakibatkan perusahaan terus-menerus mengalami kerugian, karena faktanya Axis memang masih dalam posisi belum profitable di lima tahun operasinya. Jadi, sudah sangat sulit bagi Axis untuk mempertahankan bisnis dengan ukuran saat ini,” kata Erik, kepada wartawan di Jakarta, Jumat (28/2/2014).
Menurut Erik, kondisi industri saat ini sangat tidak menguntungkan bagi operator. Dengan tingkat harga terlalu rendah, sangat sulit bagi pemain baru untuk hanya bertahan hidup saja. Di tengah kondisi yang sulit ini, Axis tetap membangun basis pelanggan yang baik, yang berorientasi pada kepuasan pelanggan.
“Oleh karena itu, merger dengan XL adalah solusi terbaik untuk tetap memberikan layanan berkualitas tinggi bagi pelanggan kami," kata Erik.
Erik menambahkan, merger Axis dan XL akan mendorong industri jadi lebih sehat. "Dengan merger ini, tiga operator besar akan memiliki spektrum yang merata, yang diperlukan untuk memberikan layanan berkualitas baik di seluruh pelosok Indonesia," ujarnya.
Erik mengapresiasi persetujuan merger dari Pemerintah Indonesia. “Saya tidak tahu masa depan Axis, pelanggan dan karyawan jika merger ini tidak disetujui. Tidak hanya kami yang akan kesulitan, tapi juga vendor, penjual dan distributor simcard, juga pemerintah dan mitra-mitra lain. Jelas bahwa kami dan para kreditur tidak sabar menanti dan ingin segera agar semua proses persetujuan ini selesai," katanya.
Menurut Erik, merger antar operator sangat mendesak dilakukan mengingat banyaknya operator di industri telekomunikasi Indonesia. Merger akan turut menyelamatkan pelanggan dan kualitas layanan di masa depan.
Pasar Indonesia saat ini didominasi oleh satu pemain yang menguasai lebih dari separuh pendapatan industri, akan menyebabkan industri yang kurang sehat. Hal ini tidak menguntungkan bagi masyarakat Indonesia.
“Kita akan melihat kompetisi yang lebih baik dan lebih sehat pada saat XL mendapatkan akses ke sumber daya spektrum yang sama seperti Telkomsel dan Indosat,” kata Erik.
Dorongan merger untuk menyelamatkan Axis sebelumnya datang dari berbagai pihak. Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Sofyan Djalil berpendapat bahwa pemerintah dan seluruh stakeholders industri telekomunikasi perlu berpartisipasi dan mendukung penyelamatan Axis dari kebangkrutan.
Menurut Sofyan, kondisi Axis sudah sangat sulit, terutama dari aspek keuangan, sehingga perlu diselamatkan. “Terlepas dari kemungkinan adanya kekeliruan dalam penyusunan rencana bisnis di Axis, Pemerintah harus mendukung upaya untuk mencarikan jalan keluarnya,” kata Sofyan.
Menurut catatan Kementerian Komunikasi dan Informatika, tiap tahun Axis merugi Rp 2,3 triliun dan sempat menunggak pembayaran kewajiban Bea Hak Frekuensi (BHP) Frekuensi kepada pemerintah.
Sofyan menambahkan, rencana merger dan akuisisi Axis oleh XL merupakan solusi tepat untuk menyelamatkan perusahaan itu dari kebangkrutan. Sehingga permasalahan menjadi win-win solution bagi semua pihak. Pemegang saham Axis bisa mendapatkan kembali sebagian dari investasinya, sementara hak-hak daripada stakeholders lain tetap terjamin.
Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL) Setyanto Santosa, berpendapat bahwa seharusnya proses merger XL didukung semua stakeholders.
“Proses merger XL semestinya tidak perlu dipersulit, sama seperti proses merger Indosat-Satelindo dan Smart-Fren sebelumnya,” kata Setyanto.
Wakil Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengembang Menara Telekomunikasi Indonesia (Asprintel) Tagor H. Sihombing menyatakan, konsolidasi dalam bentuk merger dan akuisisi menjadi solusi bagi para operator telekomunikasi, khususnya Axis.
Merger dan akuisisi, menurut Tagor, akan menjadi penyelamat bagi Axis. Bila Axis bisa diselamatkan, maka vendor tower pun akan bisa turut selamat.
“Bila Axis bangkrut, maka beban vendor tower juga akan berat. Sebab, kami harus menanggung beban gaji pegawai dan akan kesulitan membayar beban kredit ke bank. Akusisi XL terhadap Axis juga menyelamatkan bisnis tower,” kata Tagor.
(gpr)