INSA: Pelayaran solid hadapi MEA 2015
A
A
A
Sindonews.com - Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) menyatakan bahwa pelaku industri pelayaran di Indonesia harus bersatu guna menghadapi pelaksanaan roadmap ASEAN Economic Community (AEC) yang akan diberlakukan pada 2015.
Hal itu disampaikan INSA menjawab pernyataan yang menamakan Namarin (The National Maritime Institute) yang dimuat www.sindonews.com, Rabu, (2/4/2014).
Tetapi INSA membantah pernyataan Namarin yang menyebutkan bahwa kondisi kepengurusan organisasi saat ini sedang tidak solid dan membantah program kerja tidak terealisasi.
“Selama ini, pengurus dan anggota INSA tetap solid dalam mengawal pelaksanaan asas cabotage di Indonesia serta UU No.17 tahun 2008 tentang Pelayaran termasuk dalam mempersiapkan diri menghadapi AEC 2015,” kata Wakil Ketua Umum INSA, L Sudjatmiko, Jumat (4/4/2014).
Dia mengingatkan bahwa asas cabotage bukan milik industri pelayaran saja, tetapi milik masyarakat Indonesia baik dari kalangan industri galangan kapal, kepelabuhanan, usaha bongkar muat, perdagangan, logistik, jasa keuangan, asuransi, ekspor impor dan sebagainya.
Menurut dia, Namarin tidak mengetahui program kerja INSA dan tidak mengikuti perkembangan industri pelayaran nasional secara seksama sehingga pihaknya meragukan kapasitas dan integritas Namarin dalam membicarakan masalah industri pelayaran di Indonesia.
Terkait dengan industri galangan kapal, INSA menegaskan saat ini seharusnya galangan kapal sudah berkembang pesat karena pelayaran nasional makin mempercayai kegiatan pembangunan kapal baru dan reparasi pada galangan kapal nasional.
Bahkan sekarang, perusahaan pelayaran nasional lebih aktif membangun kapal-kapal yang syarat teknologi tinggi pada galangan nasional untuk memenuhi kontrak-kontrak dari SKK Migas dan PT Pertamina.
“Tentu sesuai dengan kapasitas dan kemampuan galangan yang tersedia di Indonesia,” ujar Sudjatmiko.
Dalam menghadapi AEC 2015, industri pelayaran nasional masih mengharapkan dukungan pemerintah berupa kebijakan fiskal dan moneter yang setara antara lain penghapusan PPN atas kegiatan bongkar muat barang pada jalur perdagangan luar negeri dan PPN atas pembelian BBM kapal serta infrastruktur penunjang seperti pelabuhan dengan tarif yang kompetitif dan efisien.
Sejauh ini, asas cabotage telah mampu mengangkat kemampuan kapal niaga nasional hingga tiga kali lipat sehingga saat ini, rangking kapal nasional dari sisi kapasitas terpasang di kawasan ASEAN naik menjadi rangking kedua dengan menyalip posisi Malaysia dan Thailand.
Hal itu disampaikan INSA menjawab pernyataan yang menamakan Namarin (The National Maritime Institute) yang dimuat www.sindonews.com, Rabu, (2/4/2014).
Tetapi INSA membantah pernyataan Namarin yang menyebutkan bahwa kondisi kepengurusan organisasi saat ini sedang tidak solid dan membantah program kerja tidak terealisasi.
“Selama ini, pengurus dan anggota INSA tetap solid dalam mengawal pelaksanaan asas cabotage di Indonesia serta UU No.17 tahun 2008 tentang Pelayaran termasuk dalam mempersiapkan diri menghadapi AEC 2015,” kata Wakil Ketua Umum INSA, L Sudjatmiko, Jumat (4/4/2014).
Dia mengingatkan bahwa asas cabotage bukan milik industri pelayaran saja, tetapi milik masyarakat Indonesia baik dari kalangan industri galangan kapal, kepelabuhanan, usaha bongkar muat, perdagangan, logistik, jasa keuangan, asuransi, ekspor impor dan sebagainya.
Menurut dia, Namarin tidak mengetahui program kerja INSA dan tidak mengikuti perkembangan industri pelayaran nasional secara seksama sehingga pihaknya meragukan kapasitas dan integritas Namarin dalam membicarakan masalah industri pelayaran di Indonesia.
Terkait dengan industri galangan kapal, INSA menegaskan saat ini seharusnya galangan kapal sudah berkembang pesat karena pelayaran nasional makin mempercayai kegiatan pembangunan kapal baru dan reparasi pada galangan kapal nasional.
Bahkan sekarang, perusahaan pelayaran nasional lebih aktif membangun kapal-kapal yang syarat teknologi tinggi pada galangan nasional untuk memenuhi kontrak-kontrak dari SKK Migas dan PT Pertamina.
“Tentu sesuai dengan kapasitas dan kemampuan galangan yang tersedia di Indonesia,” ujar Sudjatmiko.
Dalam menghadapi AEC 2015, industri pelayaran nasional masih mengharapkan dukungan pemerintah berupa kebijakan fiskal dan moneter yang setara antara lain penghapusan PPN atas kegiatan bongkar muat barang pada jalur perdagangan luar negeri dan PPN atas pembelian BBM kapal serta infrastruktur penunjang seperti pelabuhan dengan tarif yang kompetitif dan efisien.
Sejauh ini, asas cabotage telah mampu mengangkat kemampuan kapal niaga nasional hingga tiga kali lipat sehingga saat ini, rangking kapal nasional dari sisi kapasitas terpasang di kawasan ASEAN naik menjadi rangking kedua dengan menyalip posisi Malaysia dan Thailand.
(gpr)