Pertamina tak bisa larang LCGC tenggak premium
A
A
A
Sindonews.com - Manajemen PT Pertamina (Persero) mengaku tidak bisa melarang pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi dalam hal ini BBM jenis premium oleh mobil murah ramah lingkungan (Low Cost Green Car/LCGC).
Vice President Corporate Communication Pertamina, Ali Mundakir mengatakan, pihaknya tidak memiliki kewenangan lantaran tidak ada dasar hukum yang dapat dijadikan acuan untuk melakukan pelarangan tersebut.
"Kalau kami melarang orang (mobil LCGC) beli BBM subsidi enggak bisa. Karena enggak ada dasar hukumnya, jadi kami enggak bisa larang," kata dia belum lama ini.
Untuk itu, kata dia, pemerintah perlu melakukan kajian mendalam terkait hal tersebut. Untuk mebahas hal tersebut pun perlu melibatkan kalangan industri lantaran menyangkut teknis di lapangan.
Menurutnya, keterlibatan industri dalam pembahasan peraturan pelarangan tersebut diperlukan untuk menghindari polemik yang mungkin terjadi di lapangan, seperti yang sebelumnya terjadi ketika pemerintah melarang mobil berkapasitas mesin 1.500 cc menggunakan BBM jenis premium.
"Kalau itu dimasukkan ke dalam Permen tersebut, ya pasti ada revisi Permennya, kita bahas sama-sama. Kan sekarang LCGC enggak masuk ke situ," kata Ali.
Pernyataan Ali ini sekaligus mengonfirmasi desakan sejumlah kalangan yang menuntut Pertamina untuk bertindak tegas atas penggunaan BBM jenis premium oleh kendaraan roda empat jenis LCGC.
Dalam salah satu rekomendasinya, Pertamina diminta menyediakan Nozzle atau ujung selang bensin dengan ukuran khusus agar hanya bisa digunakan untuk jenis BBM tertentu.
"Nozzel kan semuanya sama dan itu sudah standar internasional. Ya jadi sebaiknya itu kebijakan diselesaikan dengan kebijakan, jangan dengan teknik operasional seperti ini itu," tandasnya.
Saat ini, konsumsi BBM untuk LCGC telah menimbulkan polemik yang hingga sekarang belum dapat terselesaikan. Padahal, dalam promosinya, LCGC digadang-gadang dapat menekan konsumsi BBM bersubsidi lantaran mobil murah ini didesain dengan dengan teknologi khusus yang membuatnya hanya dapat mengonsumsi BBM non subisidi dengan Ron 92. Namun kenyataannya masih banyak LCGC mengonsumsi BBM subsidi dengan Ron 88 (Premium).
Kondisi ini membuat polemik LCGC semakin merugikan lantaran Kementerian Keuangan sebelumnya telah memberikan sejumlah insentif pajak dan fiskal kepada produsen mobil yang membuat mobil LCGC dengan salah satu syaratnya mobil tersebut tidak menggunakan BBM subsidi.
Vice President Corporate Communication Pertamina, Ali Mundakir mengatakan, pihaknya tidak memiliki kewenangan lantaran tidak ada dasar hukum yang dapat dijadikan acuan untuk melakukan pelarangan tersebut.
"Kalau kami melarang orang (mobil LCGC) beli BBM subsidi enggak bisa. Karena enggak ada dasar hukumnya, jadi kami enggak bisa larang," kata dia belum lama ini.
Untuk itu, kata dia, pemerintah perlu melakukan kajian mendalam terkait hal tersebut. Untuk mebahas hal tersebut pun perlu melibatkan kalangan industri lantaran menyangkut teknis di lapangan.
Menurutnya, keterlibatan industri dalam pembahasan peraturan pelarangan tersebut diperlukan untuk menghindari polemik yang mungkin terjadi di lapangan, seperti yang sebelumnya terjadi ketika pemerintah melarang mobil berkapasitas mesin 1.500 cc menggunakan BBM jenis premium.
"Kalau itu dimasukkan ke dalam Permen tersebut, ya pasti ada revisi Permennya, kita bahas sama-sama. Kan sekarang LCGC enggak masuk ke situ," kata Ali.
Pernyataan Ali ini sekaligus mengonfirmasi desakan sejumlah kalangan yang menuntut Pertamina untuk bertindak tegas atas penggunaan BBM jenis premium oleh kendaraan roda empat jenis LCGC.
Dalam salah satu rekomendasinya, Pertamina diminta menyediakan Nozzle atau ujung selang bensin dengan ukuran khusus agar hanya bisa digunakan untuk jenis BBM tertentu.
"Nozzel kan semuanya sama dan itu sudah standar internasional. Ya jadi sebaiknya itu kebijakan diselesaikan dengan kebijakan, jangan dengan teknik operasional seperti ini itu," tandasnya.
Saat ini, konsumsi BBM untuk LCGC telah menimbulkan polemik yang hingga sekarang belum dapat terselesaikan. Padahal, dalam promosinya, LCGC digadang-gadang dapat menekan konsumsi BBM bersubsidi lantaran mobil murah ini didesain dengan dengan teknologi khusus yang membuatnya hanya dapat mengonsumsi BBM non subisidi dengan Ron 92. Namun kenyataannya masih banyak LCGC mengonsumsi BBM subsidi dengan Ron 88 (Premium).
Kondisi ini membuat polemik LCGC semakin merugikan lantaran Kementerian Keuangan sebelumnya telah memberikan sejumlah insentif pajak dan fiskal kepada produsen mobil yang membuat mobil LCGC dengan salah satu syaratnya mobil tersebut tidak menggunakan BBM subsidi.
(izz)