Ekonomi Asia Timur stabil tapi tetap ada risiko
A
A
A
Sindonews.com - Bank Dunia mengungkapkan, meski pertumbuhan ekonomi di Asia Timur diprediksi akan stabil, namun risiko terkait perkiraan perkembangan masa depan kawasan ini tetap berkisar.
"Pemulihan ekonomi maju yang lebih lambat dari perkiraan semula, peningkatan suku bunga dunia, dan peningkatan gejolak pada harga komoditas terkait ketegangan geo-politik di Eropa Timur baru-baru ini. Semua hal itu mengingatkan kita bahwa Asia Timur tetap rentan terhadap perkembangan dunia yang tidak kondusif," ujar Chief Economist Bank Dunia kawasan Asia Timur dan Pasifik, Bert Hofman, Senin (7/4/2014).
Di sisi lain, kata dia, seperti yang dapat dilihat dari episode "penurunan" tahun lalu, mata uang yang fleksibel akan membantu Asia Timur dalam menghadapi guncangan eksternal. Termasuk kemungkinan timbulnya masalah terkait alur modal.
Selain itu, hampir semua negara memiliki cadangan yang memadai dalam menghadapi guncangan perdagangan dan eksternal yang bersifat sementara.
"Untuk jangka waktu yang lebih panjang, agar dapat mempertahankan tingkat pertumbuhan yang tinggi, negara berkembang di Asia Timur harus menggandakan upayanya dalam melaksanakan reformasi struktural guna meningkatkan potensi pertumbuhan yang telah dimiliki dan meningkatkan kepercayaan pasar," jelasnya.
Menurut dia, reformasi struktural adalah kunci dalam mengurangi kerentanan dan meningkatkan keberlanjutan pertumbuhan jangka panjang.
"China sudah mengambil serangkaian langkah reformasi keuangan, akses ke pasar, mobilitas tenaga kerja, dan kebijakan fiskal, untuk meningkatkan efisiensi pertumbuhan dan mendorong peningkatan permintaan pasar," kata dia.
Upaya ini, sejalan dengan waktu akan memposisikan China pada pijakan yang lebih stabil, inklusif dan berkelanjutan. "Inisiatif yang telah diumumkan pemerintah China, seperti reformasi pajak dan penurunan ambang batas bagi investasi swasta, juga dapat mendorong pertumbuhan jangka pendek," pungkas Hofman.
"Pemulihan ekonomi maju yang lebih lambat dari perkiraan semula, peningkatan suku bunga dunia, dan peningkatan gejolak pada harga komoditas terkait ketegangan geo-politik di Eropa Timur baru-baru ini. Semua hal itu mengingatkan kita bahwa Asia Timur tetap rentan terhadap perkembangan dunia yang tidak kondusif," ujar Chief Economist Bank Dunia kawasan Asia Timur dan Pasifik, Bert Hofman, Senin (7/4/2014).
Di sisi lain, kata dia, seperti yang dapat dilihat dari episode "penurunan" tahun lalu, mata uang yang fleksibel akan membantu Asia Timur dalam menghadapi guncangan eksternal. Termasuk kemungkinan timbulnya masalah terkait alur modal.
Selain itu, hampir semua negara memiliki cadangan yang memadai dalam menghadapi guncangan perdagangan dan eksternal yang bersifat sementara.
"Untuk jangka waktu yang lebih panjang, agar dapat mempertahankan tingkat pertumbuhan yang tinggi, negara berkembang di Asia Timur harus menggandakan upayanya dalam melaksanakan reformasi struktural guna meningkatkan potensi pertumbuhan yang telah dimiliki dan meningkatkan kepercayaan pasar," jelasnya.
Menurut dia, reformasi struktural adalah kunci dalam mengurangi kerentanan dan meningkatkan keberlanjutan pertumbuhan jangka panjang.
"China sudah mengambil serangkaian langkah reformasi keuangan, akses ke pasar, mobilitas tenaga kerja, dan kebijakan fiskal, untuk meningkatkan efisiensi pertumbuhan dan mendorong peningkatan permintaan pasar," kata dia.
Upaya ini, sejalan dengan waktu akan memposisikan China pada pijakan yang lebih stabil, inklusif dan berkelanjutan. "Inisiatif yang telah diumumkan pemerintah China, seperti reformasi pajak dan penurunan ambang batas bagi investasi swasta, juga dapat mendorong pertumbuhan jangka pendek," pungkas Hofman.
(izz)